Bab 25: Forever Four

93 23 7
                                    

Satu bulan kemudian...

Gendhis kehilangan cahaya hidupnya.

Sejak Gema hilang di laut saat kecelakaan speedboat, Gendhis tak pernah lagi tersenyum.

Setiap pagi ia pergi ke pantai tempat hilangnya Gema, dan tetap di sana hingga malam tiba. Berharap mendapat kabar baik dari tim SAR yang mencari Gema. Bahkan di hari kejadian, walau tubuhnya basah dan menggigil, Gendhis menolak untuk pulang dan tetap menunggu kabar di bibir pantai hingga hari berganti. Bahkan meski Genta, Bram dan Diego memaksanya pulang, Gendhis tetap enggan. Hingga akhirnya dia pingsan karena kelelahan dan baru bisa dibawa pulang.

Gendhis tak pernah lagi datang ke kafe untuk bekerja, dia juga mengabaikan pesanan di toko onlinenya. Dia terus fokus pada pencarian anaknya.

Namun seiring waktu yang terus berjalan, dan Gema tak kunjung ditemukan, harapan Gendhis memudar perlahan. Meski demikian, ia menolak percaya bahwa Gema sudah tiada sebelum ia benar-benar melihat jasadnya dengan mata sendiri.

Atas desakan Bagas, Genta terpaksa meliburkan Gendhis tanpa memberinya gaji dan mencari waitress baru.

Setiap malam sepulang kerja di kafe, Genta akan datang ke rumah Gendhis, menemani kekasihnya mengarungi kegelisahan dan kedukaan. Lebih daripada itu ia di sana untuk memastikan Gendhis tak pergi ke pantai malam-malam. Karena itu bisa berbahaya dan pernah terjadi sebelummya.

Seperti malam ini, ia datang menemui Gendhis. Diego yang membukakan pintu hanya memberi isyarat ke arah kamar Gema, tanda bahwa Gendhis lagi-lagi berada di sana. Sorot kedukaan juga terlihat di mata Diego, sehingga ia menjadi lebih pendiam dari biasanya. Kehilangan Gema menghancurkan hati para penghuni di rumah ini.

Genta berjalan pelan ke arah kamar Gema, lalu membuka pintunya perlahan. Pemandangan di dalam kamar menyayat hati Genta.

Gendhis duduk di lantai, punggungnya bersandar di pinggiran tempat tidur Gema, tangannya memeluk boneka Upin Ipin kesayangan Gema, matanya sembab, rambutnya kusut, tatapannya kosong memandang tembok di depannya.

Genta menghampiri kekasihnya lalu berlutut di samping Gendhis.

Perempuan itu tetap diam, seolah tak menyadari kehadiran Genta. Matanya lurus menatap tembok di depannya.

"Gendhis, aku dapat kabar dari tim SAR. Mereka sudah menghentikan pencarian Gema."

Ucapan Genta membuat Gendhis menoleh padanya, sorot mata wanita itu  penuh tanya.

Genta menghela napas berat, ia tak suka menyampaikan berita ini, namun ia harus melakukannya.

"Mereka menyatakan Gema telah meninggal. Karena dia masih anak-anak, peluangnya bertahan hidup sangat kecil. Dan ini sudah lewat sebulan, jadi mereka menyatakan Gema meninggal walau jasadnya belum ditemukan."

Hening. Tidak ada suara yang keluar dari mulut Gendhis. Namun airmata yang menetes mewakili kepiluan di dalam hatinya. 

Gendhis menggeleng perlahan, menyangkal. Tak bisa menerima kenyataan. Airmatanya menderas. Genta menarik Gendhis ke dalam pelukannya.

Saat itulah tangis Gendhis pecah, hanya nama Gema yang keluar dari mulutnya. Juga teriakan pilu memecah keheningan malam. Tubuhnya seolah mati rasa karena kesakitan yang begitu dalam di hatinya.

###

Pukul 1 malam, Bram baru saja terlelap di pelukan Diego setelah ia lelah menangis memikirkan Gendhis dan Gema. Tapi ia kembali terbangun saat pintu kamar mereka digedor dengan keras.

Dengan mata masih setengah tertutup, Bram langsung bangun dan membuka pintu.

Wajah panik Genta adalah yang pertamakali dia lihat.

When I Kiss You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang