Gendhis POV
Senyum ramah yang kulatih sejak pagi seketika memudar dari wajahku ketika kulihat Effendy berdiri di depanku. Bagaimana bisa aku bertemu dengannya di sini? Kularikan pandanganku ke sekujur tubuhnya, tangannya yang memegang kemasan biji kopi, apron cokelat yang menutupi bagian depan tubuhnya, dan otot lengan yang tak bisa ditutupi oleh kaos hitam lengan pendeknya.
Lengan itu yang memelukku dengan erat dari belakang ketika bagian tubuhnya yang keras dan panas sedang memasukiku......aarrghhh. Fokus Gendhis! Jangan memikirkannya, jangan mengingatnya. Kamu harus bisa mengendalikan diri di depan Effendy, ingatlah bahwa dia suami orang, he's out of your league, Gendhis.
"Eh, Gendhis udah sampai." Terdengar suara Bagas yang beberapa hari lalu mewawancaraiku, terlihat ia keluar dari pintu di belakang mesin kopi dan menyapaku.
"Selamat datang di Kafe GG, semoga kamu betah kerja di sini." Bagas berkata ramah.
"Makasih sudah menerima saya sebagai karyawan, Mas Bagas. Saya akan berusaha sebaik-baiknya untuk bekerja keras di sini."
Bagas mengangguk mendengar ucapannya.
"Oh iya, ini Genta, dia barista yang akan bikin kopi. Tugas kamu menerima pesanan dari tamu atau pelanggan, kasih pesanan itu ke Genta untuk dibuat, lalu mengantarkan pesanan yang sudah jadi ke pelanggan. Bisa kan?" Bagas mengenalkan barista di belakangnya sambil menjelaskan tugasku.
"Bisa, Mas." Aku berkata pelan. Sambil melirik ke Effendy, bukan, tadi Bagas bilang namanya Genta.
Apakah dia pakai nama palsu saat berkenalan denganku di malam tahun baru? Atau dia orang yang berbeda? Tapi dari caranya menatapku sekarang, aku yakin dia orang yang sama. Karena tatapannya sama persis dengan sorot matanya di malam kami menghabiskan waktu bersama. Tatapan yang seolah ingin melahapku.
"Ta, kenalin, ini Gendhis yang bakalan jadi waitress di sini." Bagas mengenalkan ku padanya.
Effendy mengangguk pelan padaku tanpa mengatakan apapun. Bukan, namanya Genta. Duh, aku harus terbiasa memanggilnya Genta di dalam kepalaku.
Suara denting lonceng diatas pintu berbunyi, membuat kami bertiga menoleh.
"Nah, itu Baim. Dia akan jadi kasir kita." Kata Bagas lagi, aku menoleh ke arah pintu masuk dimana seorang lelaki seusia Bagas dan Genta sedang berjalan menghampiri kami.
Dan begitulah hari itu berlalu. Aku dan Baim ditraining oleh Bagas dan Genta. Baik aku maupun Effendy, ehm..maksudku Genta bersikap seolah hari ini adalah pertama kalinya kami bertemu muka setelah malam itu. Dan tak sedikitpun kami menyinggung soal malam tahun baru.
Seakan apa yang terjadi di malam tahun baru hanyalah mimpi, dan kami adalah orang asing yang baru saling mengenal hari ini.
Padahal bagiku, itu adalah malam indah tak terlupakan. Namun rupanya, hanya aku seorang yang berpikir seperti itu.
****
Genta's POVDia di sini, aku hampir tak mempercayai mataku sendiri ketika melihatnya. Namun dia benar benar ada di sini. Bidadari penggoda yang menghantui malam-malamku dengan mimpi erotis, kini ada di dekatku.
Akan tetapi, dia bersikap seolah tak mengenalku. Jika dipikir-pikir lagi, kami memang tak benar-benar saling mengenal. Kami hanya pernah menghabiskan satu malam bersama. Itu tak bisa disebut saling kenal.
Yang lebih mengusik pikiranku, Bagas bilang nama perempuan itu adalah Gendhis, padahal setahuku namanya Retno. Apakah dia pakai nama palsu saat bertemu denganku di malam tahun baru?
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Kiss You
General FictionSejak aku dihianati oleh saudara kembarku sendiri, sejak itu pula aku menutup rapat pintu hatiku. Setelah pernikahan Gauhar dan Azalea, aku memilih pergi, jauh dari mereka semua. Luka yang mereka berikan padaku, entah sampai kapan bisa disembuhkan...