12.Bayi besar yang manja Σ.

132 11 0
                                    

"hahh mimpi?."

"Remaja di dalam mimpiku itu sebenarnya siapa? Kenapa wajahnya buram? Dan entah kenapa dia terasa familiar?…."

Hiiro mencoba mengingat-ingat wajah remaja yang ada di mimpinya namun tidak bisa.

Gaya rambut dan suara dari pemuda di dalam mimpinya terasa familiar namun Hiiro tidak ingat kapan dan dimana ia melihat pemuda itu.

"Lupakan saja lah…lagian tidak penting juga."

Pemuda manis itu menyambar handuk dan berjalan menuju kamar mandi.

Dia menanggalkan semua pakaian yang ia kenakan satu-persatu dan menatap pantulan dirinya yang sudah telanjang di depan cermin yang terpasang di dalam kamar mandi.

"Hmmm kenapa tanda ini belum juga hilang?."

Jemari lentiknya menyentuh bagian pinggang yang terdapat tanda yang terukir dengan jelas disana.

Terlihat seperti bekas luka tapi Hiiro tidak mengetahui itu muncul karena apa.

Tanda itu muncul saat umurnya kisaran 10 tahun dan sampai sekarang belum juga hilang.

Hiiro tidak mengetahui bagaimana tanda itu bisa muncul.

Akan tetapi tanda-tanda itu muncul di sana menghiasi pinggangnya dengan warna yang berbeda dengan warna kulitnya.

Tubuhnya yang sedari dulu selalu kurus serta tidak bisa gemuk, bahkan jika ia memakan banyak makanan sekalipun badannya akan tetap seperti itu.

Apalagi polah makannya yang tidak teratur membuatnya semakin terlihat kurus namun cukup berisi di bagian tertentu.

Bukannya insecure tapi apakah orang lain juga mengalami hal yang sama?.

"Apa Hiiro masih belum bangun?." Tanya tuan Kagami pada lawan bicaranya yaitu istrinya.

Mereka berdua berada di ruang tengah dengan sang isteri duduk manis disampingnya.

Dengan ditemani secangkir teh dan stoples kue kering, mulutnya mengunyah kue kering yang berada di atas meja sesekali matanya melirik pintu kamar anak bungsunya tersebut.

"Bukankah kau mengetahui Hiiro seperti apa?."

"Pasti dia begadang lagi…." Tuan Kagami menghembuskan nafas berat.

Flashback.

Malam hari kisaran jam 03:20. Tuan Kagami keluar dari kamar mandi, tapi dia penasaran dengan kamar sang anak.

Pintu yang tertutup rapat namun tidak terkunci, kemarin Hiiro mengatakan jika lubang kuncinya macet dan tidak bisa di kunci.

"Hoy!."

Jantung Hiiro seakan ingin lompat dari tempatnya saat tiba-tiba mendengar suara berat sang ayah.

Hiiro bahkan hampir melempar ponselnya keatas karena terkejut.

Lampu kamar yang sengaja Hiiro matikan membuat kamarnya gelap gulita tanpa ada pencahayaan kecuali wajahnya yang bersinar terkena cahaya dari ponselnya.

Tapi bagaimana bisa tidak ada suara pintu yang terbuka?.

Biasanya saat Hiiro membuka maupun menutup pintu akan terdengar suara.

Hiiro pernah mengendap-endap keluar dari kamarnya, walaupun ia membuka pintu dengan perlahan dan tidak menimbulkan suara tetap saja dia ketahuan.

Ayahnya duduk di sofa ruang tengah tepat menghadap ke kamarnya.

Jadi Hiiro mengurungkan niatnya untuk kabur.

Hiiro memegangi dadanya, jantungnya berdetak kencang. Sang ayah hanya menatapnya datar dari arah pintu.

Mivuldahapav! (Hĭatuš)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang