Chapter 7

10 2 0
                                    

"Adikku!"

Robbie berlari ke arah pria itu dan memeluk erat dirinya. Pria itu membalas pelukan erat sosok yang ia rindukan itu.

"Kakak kok tidak memberi kabar dulu kalau kakak akan pulang?" tanya Robbie pada kakak laki-lakinya.

"Sengaja, kakak ingin memberimu kejutan. Dan..." Ia membuka tasnya dan didapatnya sebuah kotak kecil untuknya.

"Selamat ulang tahun, Sayang. Maaf kakak baru mengucapkannya sekarang. Harusnya kakak mengucapkannya 2 hari yang lalu. Tapi sebagai gantinya, kakak memberimu kado ini." Kotak kecil berbalut bungkusan kado bermotif bintang sudah diterima Robbie. Saat ia membukanya, ia terkejut dengan isinya. Sebuah hadiah yang sangat tak terduga yang ia dapatkan di hidupnya. Setelah ia buka, kotak kecil itu berisi sebuah foto kecil ibunya sebelum ia meninggal, senyuman Ibunya terpancar dengan sangat manis. Tidak hanya foto, ada juga gelang berwarna emas yang terukir nama Robbie.

"I-ini, ini gelang yang diberi Ibu sewaktu dulu kan, Kak? Tapi, gelang ini sudah hilang. Bagaimana kakak mendapatkannya?"

"Kakak membeli gelang yang polos lalu kakak meminta ke penjualnya untuk mengukir namamu di gelang ini. Sama kan seperti yang diberikan Ibu."

Hadiah itu berhasil membuat hati kecil Robbie penuh dengan kerinduan yang mendalam pada Ibunya. Yang sudah pergi meninggalkan dia. Robbie tak kuasa menahan air mata rindunya. Kakak laki-lakinya yang tidak mau melihat ia menangis, langsung memeluk adiknya lagi dan menggosok-gosok punggung adiknya supaya tidak menangis lagi.

"Jangan menangis, Ibu tidak ingin melihatmu sedih seperti ini."

"Aku hanya rindu dengan Ibu dan Ayah."

"Kakak juga rindu pada mereka. Tapi mau bagaimana lagi, Tuhan sudah menakdirkan mereka untuk kembali kepada-Nya, kita tidak bisa berbuat apa-apa." Mereka melepas pelukan mereka lalu sang Kakak memegang bahu adiknya untuk lanjut bicara.

"Tapi begitulah kodrat manusia, datang dan pergi. Kita tidak bisa membuat orang yang kita sayang untuk selalu bersama dengan kita. Apa kau mengerti?" Robbie mengangguk sedikit diikuti tangisan yang masih berlanjut.

"Jangan sedih. Kan masih ada Kakak di sini yang akan selalu bersamamu. Okay?" Robbie sudah mulai menenangkan dirinya. Air matanya mulai habis keluar dari matanya.

"Nah, seperti itu. Senyuman adik manis Kakak muncul lagi." Kakaknya mencubit lembut pipi tembem Robbie.

"Terima kasih, Kak. Ini hadiah ulang tahun terbaik yang pernah aku terima di hidupku." ucap Robbie yang kembali senang.

"Sama-sama, Sayang. Kakak akan melakukan apa saja, supaya kau selalu bahagia dan senang," janji kakaknya.

"Oh iya, ayo kita masuk."

Mereka masuk ke dalam rumah setelah mereka melepas rindu satu sama lain. Robbie sampai terlupa kalau masih ada 2 tamu di dalam rumah.

"Oh, maaf. Aku lupa kalau masih ada tamu, hehe."

"Tidak apa-apa, ternyata ini ya kakak laki-lakimu." Muka Elena berubah heran, seakan ia pernah berjumpa dengan kakak Robbie.

"Bukankah kita pernah bertemu di pasar? Kau ini Connor, kan?" Akhirnya otak Elena dapat mengingat namanya.

"Benar, ternyata kau masih ingat."

"Wah, ternyata kau kakaknya Robbie. Kalian berdua sama-sama tampan dan sama-sama mirip, ya."

"Aku mirip dengan kakakku? Pipi tembemku ini mengatakan tidak!" Tentu saja Robbie mengatakan itu, karena Connor lebih besar ototnya, sedangkan Robbie lebih besar lemaknya--canda, lemak--.

Album for the YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang