"Terima kasih banyak atas semuanya, Ibu Margherite! Senang bisa bertemu dengan Ibu! Sebenarnya aku tidak mau berpisah, tapi aku harus bertemu kakakku sekarang."
"Tentu saya, Sayang. Semoga kita bertemu kembali, ya?"
Mereka mengucapkan salam perpisahan setelah menghabiskan waktu selayaknya seperti ibu dan anak.
Robbie teringat apa yang kakaknya katakan. Begitu Robbie telah selesai bermain atau menghabiskan waktu sendirian, ia harus kembali ke air mancur utama untuk dijemput. Dia berjalan dengan cepat agar tidak berlama-lama lagi.
Robbie kini telah sampai di air mancur, tapi ia belum melihat batang hidung kakaknya. Kepalanya memutar untuk mencari Connor diantara orang-orang yang berlalu-lalang. Karena Connor belum datang, Robbie menunggu dengan duduk di bangku kayu dekat air mancur.
Agar tidak bosan, Robbie sesekali menyanyikan lagu kesukaannya. Di sela-sela nyanyiannya, tetiba ia merasa aneh. Dia merasa ada orang yang memantaunya. Robbie menoleh ke arah belakang, tapi tidak ada satupun orang yang memperhatikannya. Karena merasa tidak ada yang aneh, Robbie melanjutkannya nyanyiannya.
Perasaan itu muncul lagi, ada tangan ynag menyentuh kedua pundak Robbie dari belakang. Robbie kaget dan langsung terbangun. Ketika ia menoleh lagi ke belakang, didapati seorang remaja yang secara fisik mirip dengan Robbie. Alangkah terkejutnya Robbie, karena dia mengenali orang itu.
"SAMMY??" Robbie langsung memeluk orang yang ia anggap sahabat itu. Tak memperdulikan orang-orang yang melihat mereka.
"Ternyata kau masih ingat padaku, Robbie." Sam membalas pelukan hangat sahabatnya.
"Lupa? Bagaimana mungkin aku bisa melupakan seorang Sammy?" Robbie terus mendekap tubuh sahabatnya hingga mereka puas melepas rindu masing-masing. Robbie kemudian menarik tangan Sammy untuk duduk bersama di bangku.
"Sammy, kenapa kau tidak mengabariku dulu kalau kau ingin kemari? Lalu kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah kau dan keluargamu tinggal di kota yang jauh dari sini?" cecar Robbie dengan penuh semangat.
"Ya ampun, Robbie. Tanyakan satu-persatu."
"Maaf, Sammy. Aku hanya sangat bersemangat bisa berbincang denganmu lagi!" Mata Robbie benar-benar berbinar dengan perasaan senang yang tak dapat dinilai itu.
"Baiklah, tuan Robbie yang terhormat. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu."
"Sebenarnya alasan aku ada di sini karena aku ikut keluargaku mengurus toko yang ada di sini. Keluargaku membuka toko makanan di sini." Robbie mengangguk paham.
"Wah, semoga berjalan dengan sukses, ya!"
"Terima kasih, Robbie. Bagaimana kalau kau berkunjung ke toko keluarga kami. Kau bisa membeli makanan apapun yang kau mau!"
"Aku mau, sih. Tapi..." Robbie kebingungan.
"Tidak perlu khawatir dengan biaya. Khusus untukmu, aku akan gratiskan semuanya!"
"Bukan soal itu, aku harus tetap di sini untuk menunggu kakakku."
"Kakakmu? Kak Connor?"
"Benar, aku kemari bersama dia. Dia ada urusan sebentar, maka dari itu aku disuruh menunggu di sini. Kita tunggu sebentar tidak apa-apa, kan?" Sammy mengangguk dan tersenyum.
Tidak lama setelah itu, Connor memunculkan batang hidungnya. Dia sudah ada di air mancur utama dan dapat melihat Robbie dari belakang. Ia belum menghampiri Robbie dan Sammy. Ia mengawasi mereka berdua terlebih dahulu sembari mendengar percakapan mereka.
"Bagaimana tentang kondisi kesehatan kakekmu, Sammy?"
"Entahlah, Robbie. Sudah bertahun-tahun kutukan itu bersarang di tubuh Kakekku. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padanya?"
Connor terkejut mendengar kata "kutukan" yang keluar dari mulut Sammy. Ia bertanya-tanya apa maksudnya. Connor tetap mendengar percakapan dari kejauhan meskipun mungkin suasana di sana benar-benar bising.
"Kutukan? Apa maksudmu, Sammy?"
"Asal kau tahu saja, keluarga kami sudah memanggil puluhan dokter atau tenaga medis untuk mencoba memulihkan kondisi kakekku, namun hasilnya nihil. Sampai kami harus memanggil seorang pendeta, ia mengatakan kalau 'kutukan' itu tidak akan bisa hilang kecuali penyebab dari kutukan itu dimusnahkan."
"Kau tahu apa penyebabnya?"
"Pendeta mengaitkannya dengan The Phantom King itu. Tapi, aku tidak tahu pasti. Apa benar dia yang menyebabkan semua ini?"
Percakapan mereka berhenti dengan pertanyaan ketika Connor menghampiri mereka. Sammy dengan inisiatifnya menyalami Connor, sebagai rasa hormatnya pada orang yang lebih tua.
"Hai Sammy. Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabar keluargamu?"
"Demi Tuhan, mereka semua baik!"
"Syukurlah," ucapnya dengan nada tenang. Connor juga sudah menganggap Sammy sebagai adiknya sendiri.
"Kak Connor lama sekali! Kakak darimana saja?"
Connor tertawa kecil. "Maafkan kakak, sayang. Kakak ada sesuatu yang cukup lama untuk diurus. Kau sudah puas bermain? Kalau begitu ayo ikut Kakak." Connor memegang tangan kecil Robbie, hendak mengajaknya pergi.
"Hmm, kak, boleh tidak kalau aku menghabiskan waktuku sebentar saja dengan Sammy?" pinta Robbie.
"Hmm, sayang. Kau tahu tujuan kita kemari? Tujuan kita lebih penting daripada sekedar berkeliling tempat ini." Karena ucapan kakak laki-lakinya, ekspresi wajah Robbie berubah drastis, memunculkan wajah sedikit kecewa.
"Ayolah, Robbie. Kita sudah berjanji bukan. Kakak mengerti karena kalian sudah lama tidak saling bertemu. Tapi kita harus segera pergi menemui ahli sihir."
"Tunggu! Ahli sihir? Yang kediamannya ada di dekat pohon beringin itu?" tanya Sammy spontan.
"Kau tahu tempat itu?" tanya Connor.
"Hmm, ya. Aku pernah pergi mengunjunginya, sebenarnya bukan aku tapi bibiku. Aku hanya menemaninya saja. Ia membeli beberapa peralatan penyihir yang aku sama sekali tidak mengerti. Ketika aku bertanya, ia menjawab kalau itu hanya untuk koleksi." Sammy terangnya dengan sedikit bertanya-tanya karena apa yang dilakukan bibinya cukup mencurigakan.
"Lihat, kan? Sammy saja tahu tempat itu. Itu artinya aku bisa berjalan-jalan sebentar dengannya. Setelah selesai, kami akan menyusulmu. Aku mohon padamu, Kak Connor yang paling tampan di Schonland." Robbie memasang wajah andalannya ketika dalam situasi seperti ini.
"Huuh, kau ini, baiklah baiklah Kakak izinkan." Robbie mengembalikan wajah riangnya semula. Ia memeluk Kakaknya untuk yang kesekian kalinya.
"Sammy, tolong jaga dan awasi baik-baik Robbie, ya. Kau tahu, dia ini cukup keras kepala dan suka merayau ke mana-mana," celetuk Connor.
"Kakak!" kesal Robbie. Sammy hanya tertawa kecil.
"Baiklah, sobat-sobat kecil. Kakak pergi dulu, ingat kalian harus menyusul." Robbie dan Sammy mengangguk janji.
Setelahnya, Connor kembali ke area pohon beringin itu. Dengan Elena dan Mai yang masih duduk di sana.
"Hei, kenapa kau sendirian lagi? Di--"
"Tenang saja, ia akan menyusul kita kemari." potong Connor terhadap perkataan Elena.
"Apa maksudmu? Bukankah kau ingin menjemputnya bersamamu?"
"Dia bertemu sahabatnya yang ia ceritakan itu. Mereka ada sesuatu yang harus diselesaikan. Sahabatnya tahu area ini. Nanti mereka akan menyusul kita."
"Baiklah. Selagi kami duduk, aku sudah melihat bayang-bayang rumah ahli sihir yang diceritakan wanita tua itu di sana." Mai menunjuk ke arah 2 bangunan yang tergabung jadi 1 dari kejauhan.
"Tunggu apa lagi? Ayo kita pergi!"
✨✨✨
BERSAMBUNG
✨✨✨
—————
Happy reading! ✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Album for the Young
FantasyElena, merupakan seorang putri raja di kerajaan Schonstadt. Sewaktu ia kecil, ia selalu mendapat perlakuan yang sangat menyenangkan. Namun, itu semua tidak berlangsung lama setelah tragedi paling berdarah dan paling sadis di kerajaan ini. Ayah dan I...