Connor, Elena, dan Mai daritadi bertanya ke semua orang yang mereka temui, baik pedagang, pengurus permainan, dan pengunjung. Tanggapan mereka berbeda-beda, ada yang tidak tahu, ada yang tidak peduli, dan ada yang tidak percaya dengan sihir. Mereka hampir putus asa, tapi mereka harus terus mencari tahu. Mereka kemudian bersinggah ke dalam bar dan bertanya pada orang di sana.
"Permisi, Tuan. Apa ada toko sihir di dekat sini?" tanya Connor.
"Toko sihir? Mengapa kau mencari tempat aneh itu?" Pria dengan cerutu di tangannya bertanya keheranan.
"Kami harus bertemu dengan ahli sihir. Kudengar setiap karnaval ini berlangsung, ia selalu ada di tempat ini." ungkap Elena. Pria itu memasukkan cerutu kembali ke bibirnya.
"Ya, memang ada toko sihir di tempat ini, tetapi biar kuberitahu, anak muda. Jangan percaya dengan omong kosongnya. Kakek tua itu hanya berkhayal, aku yakin semua sihir, keajaiban, dan apapun itu hanya ilusi saja."
"Ada apa ramai-ramai begini?" Seorang wanita bertubuh gempal dengan ta-ta yang besar serta rambut diikat keluar dari sebuah pintu. Ia adalah istri dari pria bercerutu itu.
"Mereka menanyakan tentang keberadaan toko sihir di sini."
"Toko sihir? Mengapa kalian mencari tempat aneh itu?"
"Aku sudah menanyakan pertanyaan yang sama pada mereka. Namun mereka tetap bersikeras untuk pergi ke sana."
"Baiklah, kalau kalian tetap ingin pergi ke sana. Tunggu sebentar." Wanita itu kembali masuk ke dalam ruangan tempat ia keluar hendak mengambil sesuatu.
Wanita itu kembali dan memberikan beberapa lembar kertas padanya.
"Ini denah karnaval ini, kalian tinggal cari saja tempat itu. Aku heran mengapa tempat itu masih dipertahankan? Kalau aku jadi pemilik dan pengurus karnaval ini, aku usir dia dari kota ini dan menggusur rumah dan tokonya!" Wanita itu nampak kesal. Amarah menonjol di setiap kata-katanya. Connor menerima lembaran denah itu dan hanya tersenyum canggung.
"Baik, terima kasih, Nyonya."
"Jangan panggil nyonya, Sayang. Aku tidak setua itu. Panggil aku Madame Garcia." Wanita itu menggerak-gerakkan tangannya seperti seorang putri bangsawan.
"Dan panggil dia, Monsieur Dupont. Suamiku yang kadang bawel kadang sayang." Pasangan berkepala empat itu hanya tertawa saja.
Connor dan yang lainnya harus bergegas. "Baiklah, kami pergi dulu. Terima kasih atas bantuan kalian!"
"Tunggu sebentar, Bawa ini!" Madame Garcia memberikan beberapa botol bir sebagai hadiah.
"Terimalah ini, Sayang. Sebagai hadiah untuk kalian. Dan kalau kalian haus, ingatlah untuk berkunjung ke bar kami!"
"Baiklah, terima kasih lagi. Kami pamit!" Connor, Elena, dan Mai pun keluar dari bar itu.
"Hei, Connor. Kenapa kau gugup sekali." tanya Mai pada Connor yang berkeringat. Tubuhnya kaku.
"A-aku-" Connor gelagapan.
"Aku tebak, kau begini karena Madame Garcia mencoba untuk 'menggodamu'. Jangan-jangan-" Elena mengisyaratkan tanda kutip dengan dua jarinya.
"Hei! Apa yang kau katakan? A-aku tidak-"
"Lalu, kenapa kau gelagapan seperti itu, Sayang?" Elena meledek dengan meniru aksen Madame Garcia. "Apa kau salah fokus saat melihat dadanya yang bohai itu?"
Connor benar-benar tidak bisa menjawab. Ia terus kaku dan makin berkeringat. Ada yang tidak beres dari tubuh Connor yang membuat Elena dan Mai terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Album for the Young
FantasyElena, merupakan seorang putri raja di kerajaan Schonstadt. Sewaktu ia kecil, ia selalu mendapat perlakuan yang sangat menyenangkan. Namun, itu semua tidak berlangsung lama setelah tragedi paling berdarah dan paling sadis di kerajaan ini. Ayah dan I...