Chapter 15

9 2 0
                                    

Di depan gerbang masuk karnaval.

Selamat datang di Schonland Fair

Plang kayu besar berisi penyambutan kepada para pengunjung terpajang di atas gerbang masuk yang sangat besar dan tinggi. Baru di gerbang masuknya saja, bahkan sudah banyak kios makanan, pakaian, dan suvenir. Karena selagi acara ini hanya setahun sekali, dimanfaatkan ratusan orang untuk berjualan seperti pasar.

"Wah, ramai sekali. Di luar saja sudah ramai begini, apalagi di dalam? Pasti lautan manusia memenuhi tempat ini."

"Memang seperti ini tiap tahun, Kak Elena. Karena acara ini hanya sekali setahun. Ditambah lagi tiket ke karnaval gratis. Ada banyak kebahagiaan dan kenangan di tempat ini. Termasuk aku dengan Sammy. Aku sedih kenapa Sammy harus pindah ke kota lain. Siapa yang bisa menjadi sahabatku lagi?"

"Tenang saja, Robbie. Ada Kakak, Elena, dan Mai, kita juga bisa menjadi sahabatmu." ucap Connor menghibur hati kecil Robbie. Robbie mengangguk dan tersenyum kembali.

"Ya sudah, ayo kita masuk. Di sini sesak. Banyak orang berlalu-lalang di sini," pinta Mai. Mereka kemudian masuk ke dalam karnaval, menerima tiket masuk, dan siap menghibur diri di dalam.

Mereka tetap harus berjalan melalui lorong yang akan menuntun mereka untuk menjelajahi surganya permainan.

Setelah keluar dari lorong, mereka disambut oleh air mancur yang sangat megah yang merupakan jantung karnaval. Robbie benar-benar tidak sabar dan rasanya ia ingin menjelajahi karnaval dari pagi sampai malam.

"Tempat ini sepertinya direnovasi secara keseluruhan. Terakhir aku kemari. Tempat ini masih kotor, banyak bangunan tua yang belum dibereskan." ucap Connor.

"Benar sekali, kak," setuju Robbie.

Mereka kemudian mengelilingi karnaval ini. Menyusuri berbagai permainan lama dan dibangunnya permainan-permainan baru untuk menarik lebih banyak pengunjung, bukan dari kota ini saja tapi dari kota lainnya.

Permainan-permainan itu bukan tujuan mereka datang ke sini. Ada tujuan yang lebih penting dari ini, tujuan ini juga dapat mempertahankan kelangsungan karnaval ini sampai tahun-tahun berikutnya. Namun tidak dengan Robbie, Robbie benar-benar tergoda dengan semua permainan yang dilihatnya. Ia rasanya ingin bermain seharian penuh!

Robbie melihat permainan lempar gelang. "Kakak! Aku ingin bermain itu!" pinta Robbie.

"Robbie. Tujuan kita di sini bukan untuk bermain, kita ha—" Robbie tidak menjawab, ia menggembungkan pipinya pertanda merajuk.

"Robbie. Bukan begitu, kalau kau bermain sendiri. Siapa yang menjagamu?" Connor memegangi bahu Robbie.

"Aku tidak perlu dijaga! Aku bisa bermain sendiri! Tempat ini pasti masih sama seperti dulu! Aku pasti tahu ke mana aku pergi!" tandas Robbie.

"Baiklah, terserah saja. Setelah kau bermain. Kau harus kembali ke air mancur. Oke?" Robbie mengacungkan jempol dan raut wajahnya berubah.

"Asyik! Terima kasih, kak!" Robbie pun pergi dan mencoba permainan yang dari tadi ia ingin mainkan.

Connor, Elena, dan Mai pun pergi mencoba mencari-cari informasi tentant keberadaan ahli sihir ini.

Robbie mulai bermain berbagai permainan baik yang lama maupun baru, dari lempar gelang, prize claw, whack a beaver, serta permainan undian lainnya. Robbie memenangkan 1 hadiah selama ia bermain, yaitu 2 pasang kalung yang dapat diisi foto kecil di dalamnya. Ia berniat ingin memberikan 1 kalung pada Connor.

Setelah puas bermain berjam-jam, ia hendak kembali ke tempat yang diminta, air mancur utama. Namun, Robbie kebingungan, karena area yang ia pijaki saat ini terasa asing baginya. Ia hanya menggaruk-garukkan kepalanya ditengah keramaian orang berlalu-lalang.

"Aku ada di mana? Mengapa tempat ini kelihatan asing bagiku?" Robbie sempat panik dan menangis kecil. Lalu, ada seseorang yang melihat dan menghampirinya.

"Hai, adik kecil. Ada apa denganmu?" tanya wanita tua yang Robbie tidak kenali. Orang itu memakai topi hitam yang hampir menutupi setengah wajahnya, setelan hitam, dan celana hitam. Semuanya serba hitam kecuali kulit dan gigi putihnya.

"Hmm, halo nyonya. Sebenarnya—"

"Kau tersesat, bukan?" potong wanita itu. Robbie mengangguk dengan sedikit ragu.

"Bagaimana kalau kau ikut dengan Ibu? Ibu akan mencari keluargamu? Bagaimana?" Robbie sebenarnya tidak ingin karena ia tidak boleh percaya dengan orang asing, setidaknya itu yang dikatakan Connor. Namun jika ia menolak, ia akan semakin tersesat dan tidak bertemu Connor dan yang lainnya lagi.

"Baik. Aku ikut dengan nyonya."

"Panggil saja Ibu. Anggap saja seperti Ibu sendiri."

"Oh, baik. I-ibu, hehe." kata Robbie dengan malu-malu.

Wanita berpakaian hitam itu membawa Robbie, namun sepertinya tidak pergi ke air mancur utama. Nampaknya, wanita itu hendak membawa Robbie ke tempat yang lain.

Robbie, anakku. Ibu tak percaya, Ibu bisa bertemu denganmu lagi!

✨✨✨

BERSAMBUNG

✨✨✨

—————

Progress = 35%

Happy reading! ✨

Album for the YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang