Chapter 10

7 2 0
                                    

Tidak lama kemudian, Mai sadar dan bangun dari pingsannya lalu memegangi kepalanya yang berkeringat dan masih pucat.

"Apa yang terjadi denganku?"

"Kau tadi dimasuki oleh bayangan jahat yang dapat mengendalikan tubuhmu!"

"Benarkah?"

"Benar. Tapi, syukurlah kau berhasil diselamatkan olehnya." Elena menunjuk ke arah sang penolong.

"Kau tidak apa-apa, Mai?" tanya lembut Connor.

Mai gugup saat ditanya oleh Connor, karena sekali lagi Mai teringat dengan kekasihnya.

"Ya, mmm, a-aku tidak a-apa-apa," ucap Mai terbata-bata.

Mai hendak menyeka keringat yang terus keluar dari dahinya. Mai berniat untuk mengambil sapu tangan di sakunya. Namun, belum ia sapu dahinya, Connor mengambil sapu tangan Mai. Bukan bermaksud iseng, Connor melakukan ini karena ia ingin melakukannya sendiri.

"Biar aku yang melakukannya." Mai mengalah dan membiarkan Connor menyeka keringatnya. Mai betul-betul heran dan tak menyangka, bahwa dia merasa diperlakukan seperti seorang ratu, bahkan untuk hal yang sepele.

"Terima kasih, Connor." ucap Mai sedikit ragu.

"Bukan masalah."

Mereka kini bertatapan mata, wajah Connor benar-benar mengingatkan Mai dengan kekasihnya.

Connor, aku harap kau adalah kekasihku, Julian. Tapi, itu tidak mungkin. Nama saja sudah berbeda, dan wajah bisa saja kebetulan. Kan ada 7 orang yang berwajah sama di dunia ini. Ayolah Mai, jangan terus beranggapan seperti itu, hadapi kenyataan. Julian pasti telah tiada. 

Mai terus memikirkan kata-kata itu di kepalanya hingga membuat Mai menjadi pusing dan sakit kepala. Connor dengan sigap menahan dan menggendong Mai yang lemas kembali.

"Ayo kita pergi dari sini, hari sudah mulai gelap," ajak Connor.

"Kau benar, kami harus pulang sekarang!" ucap Elena.

"Pulang? Tapi hari sudah mulai gelap. Tidak ada lagi kendaraan umum yang tersedia di sini!"

"Tapi, bagaimana dengan roti pesanan ibuku?" Elena mengangkat tas plastik yang berisi roti itu.

"Aku saja yang mengantarkan roti itu. Tapi kita pulang dulu ke rumahku." Elena mengangguk. Mereka sepakat untuk menginap sejenak di rumah Connor. Karena kalau mereka tetap ingin pulang, percuma, tidak ada angkutan umum, belum lagi kejahatan yang bisa terjadi dimana pun.

---

Sesampainya di rumah Connor, Connor dan Elena memapah Mai ke kamar tamu untuk membaringkan tubuhnya yang masih lemas.

"Hanya ada satu kamar yang tersisa untuk kalian tinggali di sini. Maaf kalau kamar ini sempit dan tidak nyaman."

"Oh, tidak apa-apa, hanya sehari saja, kan? Kamar ini cukup nyaman bagiku. Mai juga pasti berpikiran yang sama." Elena tak masalah jika tinggal di ruangan sempit sedikit pun. Begitulah sifat kesederhanaan Elena yang pantas membuatnya menjadi seorang ratu.

"Baik, sekarang aku akan mengantarkan roti itu ke Ibumu." Elena memberikan roti itu ke Connor.

"Aku sudah mencatat alamat dan nama Ibuku di dalamnya." Connor mengambil catatan itu dan membaca informasi di dalamnya.

"Jadi, ibumu tinggal di Schonville Resident. Dan, nama ibumu adalah Tracy Goodman." Elena mengangguk.

"Oh tunggu sebentar, bagaimana kalau ibuku menanyakan kalau aku dan Mai menginap di sini?"

"Tidak perlu cemas, aku yang akan memberitahunya."

Tanpa berlama-lama lagi, Connor harus cepat. Robbie keluar dari kamarnya dan melihat abangnya yang berjalan cepat. Karena itu Robbie menghampirinya.

"Kakak ingin pergi kemana? Hari sudah malam."

"Robbie, kakak hanya sebentar saja. Nanti kakak kembali lagi." Robbie khawatir kalau Connor sepertinya akan pergi lagi, makanya ia berbicara seperti itu.

"Lebih baik kau temani Mai dan Elena di sana." Connor menunjuk kamar tamu.

"Kak Mai dan kak Elena? Maksudnya?"

"Mereka menginap di sini untuk sementara."

"Benarkah?? Wah!! Asyik!! Pasti akan menyenangkan!" Tidak diduga, reaksi Robbie ternyata berbeda dari yang Connor pikirkan. Ia pikir adiknya akan terganggu akan orang asing yang tinggal di rumah mereka, namun salah besar, Robbie sepertinya bersemangat sekali.

"Wah, semangat sekali, Ya Sudah, kakak pergi dulu ya, kakak tidak akan lama, nanti kakak akan menemanimu tidur."

"Oke!" Robbie mengacungkan dua jempol kecilnya. Connor hanya membalas dengan mengelus surai lembut Robbie.

Connor pun menaiki kuda peliharaannya dan pergi ke tempat yang dituju.

---

"Ini dia rumahnya.."

Connor akhirnya menemukan rumah Tracy. Rumah ini rasanya sangat familiar bagi Connor. Nuansa kayu yang menjadi bahan dasar rumah ini mengingatkan Connor akan sesuatu. Bahkan sejak pandangan pertama, rumah ini membuat Connor nyaman.

Connor mengikat kuda ke tiang kayu dekat rumah itu agar tidak kabur. Saat Connor menginjakkan lantai teras itu, perasaan deja vu-nya semakin kuat.

"Kenapa rasanya aku pernah ke tempat ini? Padahal aku baru menginjakkan kakiku di sini. Sudahlah, lebih baik aku cepat memberikan pesanan ini."

TOK TOK TOK

Tanpa menunggu lama, sang pemilik rumah membuka pintunya.

CKLEK....

"Permisi, apa benar ibu bernama Tracy Goodman?"

"Ya, benar."

"Oh, ini, aku mengantar pesanan ini dari-"

"Tunggu, kau Connor? Connor O'Brien? Putraku??"

✨✨✨

BERSAMBUNG

✨✨✨

—————

Fakta apalagi iniiih??
Terus menggali dan menggali ygy wkwk

Hai masih ada yang nungguin? Mumpung masih ada waktu luang jadi aku bisa melanjutkan AFTY.

Semoga kalian masih suka dan stay tune! 🙌

Happy reading! ✨

Album for the YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang