Chapter 12

4 2 0
                                    

Hari sudah benar-benar larut, semua orang pastinya sudah terlelap tidur. Namun tidak dengan Robbie, Robbie masih menatap langit-langit kamarnya, matanya tak mampu untuk menutup, ada apa dengan dirinya. Tak biasanya seperti ini.

"Robbie?" Yang dipanggil menengok ke arah pintu. Ternyata ia mendapati Connor berdiri di depan pintu dengan memakai kaus putih pendek dan celana pendek.

"Kenapa kau belum tidur?" Connor menghampiri dan menaiki ranjang Robbie.

"Aku tidak bisa tidur, Kak. Aku tidak tahu mengapa."

Connor tersenyum, sifat Robbie tidak berubah dari dulu. Dulu ketika Robbie tidak bisa tidur, dia ingin ada seseorang yang menemaninya tidur. Biasanya yang sering melakukannya adalah Connor.

"Apa kau ingin kakak menemanimu?" Pandangan Robbie beralih ke arah Connor.

"Ya! Sudah lama juga, aku tidak tidur bersama Kakak." Robbie sepertinya senang sekali. Connor juga ingin menikmati waktu bersama satu-satunya keluarga dan hartanya, adiknya sendiri.

"Baiklah," Connor menutup pintu kamar dan kembali beranjak ke tempat tidur bersama Robbie. Connor merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sudah lama ia tak merasakan empuknya benda ini, biasanya ia hanya tidur beralaskan tanah, batu, dan tempat tidur militer yang sangat tidak nyaman.

"Ahh, nyamannya." Connor meregangkan kedua tangannya karena pegal setelah apa yang ia lakukan hari ini.

"Tidak ada tempat yang lebih nyaman selain rumah sendiri, bukan begitu Robbie?" Robbie tidak merespon. Ia melamun lagi, kali ini ia menatap jendela yang tertutup tirai. Untuk apa ia melihat kekosongan itu.

"Robbie?" Robbie tetap tidak merespon. Ia masih terjebak dalam lamunannya.

"ROBBIE!" Connor menaikkan nadanya. Robbie pun tersadar.

"K-kenapa, Kak?" tanya Robbie gelagapan.

"Harusnya kakak yang bertanya, kau kenapa melamun seperti itu?" tanya Connor sembari melipat kedua tangan kekarnya.

"Tidak ada. Aku bukan melamun, tadi aku hanya melihat tirai itu, bagus sekali bukan? Corak bintang dan bulan pada tirai itu mengingatkan aku tentang masa kecilku!" elak Robbie.

Sebenarnya Connor tahu bahwa Robbie berbohong, ia tahu kalau Robbie melamun, lalu setelah disadarkan ia menjadi orang yang kebingungan, itu pasti adik kesayangannya itu sedang memikirkan sesuatu.

"Robbie, jangan berbohong, kau kenapa, sayang?" Connor mengelus pelan surai Robbie. Robbie belum menjawab, ia justru hanya memainkan ujung lengan piyamanya.  Hingga akhirnya ia berucap.

"Sebenarnya, aku rindu Ayah dan Ibu." Robbie mulai meneteskan air mata setelah tadi ia berusaha menahannya.

Connor dengan sigap mendekap Robbie ke pelukannya. Membiarkan Robbie untuk menangis untuk sementara.

"Kakak juga rindu pada mereka. Tapi, mereka tidak mau melihat kita sedih. Ini sudah takdir."

"Lagipula, kan masih ada Kakak di sini yang selalu ada untukmu."

"Memang benar, Kak. Hanya saja, rasanya tidak lengkap jika tidak ada orang tua kita."

"Robbie, begitulah kehidupan. Ada yang datang dan ada yang pergi. Itu sudah diatur sedemikian rupa dan kita hanya menjalaninya saja. Kakak tahu kalau kehilangan orang yang kita sayang itu sangat berat. Tetapi memegang erat pada rasa sakit itu hanya akan membuatmu terjebak dalam masa lalu dan menghalangimu untuk maju."

"Dan, ingat juga. Ayah dan Ibu meninggalkan kita bukan untuk melihat kita meratapi mereka. Tapi, mereka ingin melihat kita menjadi orang yang pekerja keras, baik, dan sukses," lanjut Connor.

Album for the YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang