Gunung-gunung indah menjulang tinggi, beserta langit biru terang.
Suara alunan ombak di lautan berkejar-kejaran saling bergantian menyapa pesisir pantai. Sang surya memancarkan sinar mentari dengan bersahabat, memantulkan percikan cahaya di atas lautan biru. Hembusan angin seperti menyapa penuh kelembutan.
Aline dan Leomon nampak terlihat, berboncengan naik sepeda menelusuri tepi pantai. Menghabiskan waktu libur bersama.
Mereka melakukan hal itu bukan untuk kencan, melainkan mengukir kenangan ketika masih memiliki kesempatan untuk bersama setelah melewati semuanya.
Leomon mendayung sepeda dengan berusaha.
"Apakah aku berat ?" tanya Aline, dibonceng.
"Kau sudah tidak memikul beban kan, jadi tidak berat lagi." jelas Leomon.
Aline memoncongkan bibirnya, kesal. "Kalau aku tidak berat, kenapa kau kesulitan mendayung sepedanya."
"Itu karena pasirnya, bukan karena berat badanmu." jelas Leomon, tertawa kecil.
"Kau menyindir berat badanku ?" Aline bertanya kesal, mencubit pinggang Leomon yang dipeluknya dengan pelan.
"Hei? tidak kok.!" spontan Leomon tertawa kecil, menahan geli.
Stir sepeda menjadi oleng, berlenggak lenggok ke kiri dan ke kanan.
"Whoaa~ whoaa~ hentikan kita akan jatuh..." tambah Leomon, panik.
Roda sepeda hilang keseimbangan, kedua insan itu terjatuh, ke atas pasir.
Dengan lihai, Leomon menjulurkan tangannya, agar kepala Aline tak terluka. Sontak kepala gadis itu, mendarat di atas tangan Leomon.
"Hahaha~"
Mereka berdua tertawa lepas, menatap langit yang cerah.
Aline memejamkan mata, menghirup nafas dalam, dan menghembuskannya. Ia menolehkan kepala, menatap Leomon yang terbaring di sampingnya.
"Kau bahagia ?" tanya Leomon, sudah menatapnya sedari tadi.
"He'm~ aku sangat bahagia." jawab Aline, tersenyum lembut. "Terima kasih, Leo... kau mampu membuatku takut kehilangan tanpa harus memiliki, kau tahu betul cara membuatku untuk sulit melepaskan kepergianmu kelak." batinnya.
"Ternyata bukan cuma badanmu yang berat... kepalamu juga." ejek Leomon, bercanda.
Sontak Aline langsung bangkit dengan ekspresi kesal. "Apa ?"
Leomonpun ikut bangkit, dan berdiri, menatap Aline yang duduk. "Kalau tidak berat, kenapa lenganku pegal coba ?" tambahnya, menggoda gadis itu, sambil memijat tangannya, di bekas sandaran kepala gadis itu.
Aline menondongkan kepala ke atas, menunjukan raut wajahnya yang tersinggung, menatap Leomon yang tinggi, iapun berdiri dan mengejar Leomon.
"Berhenti kau.! akan kupukul ya~" teriak Aline, mengejar Leomon yang berlari menghadapanya dengan meledek langkah kakinya yang pendek.
"Dasar pendek..." ledek Leomon, berlari mundur.
Mereka berduapun berlari kesana-kemari, kejar-kejaran di sepanjang pesisir pantai. Melihat gadis itu yang berhenti mengejar karena kelelahan. Leomon mendekatinya, memukul air laut, di arahkan ke wajah gadis itu, mereka berdua akhirnya saling menyirami dan bermain air layaknya anak kecil.
Aski mereka terhenti, ketika ada seorang bocah perempuan, merangkul ransel, memegang kotak alat lukis, dan gulungan kertas kanvas kosong, tengah memperhatikan mereka.
Leomon mendekati bocah itu, "Hai~ siapa namamu..."
Dengan suara menggemaskan anak itu, menjawab. "Luna..."
Leomon tersenyum, duduk menekuk lutut, menyeimbangi tinggi bocah itu, "Luna, sepertinya kau suka melukis ya..."
Bocah itu, mengangguk imut. Aline hanya bisa tersenyum manis menatap mereka berdua.
Leomon kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga bocah itu, berbisik akan sesuatu. Spontan bocah itu melirik ke-arah Aline, Aline yang melihatnya, hanya bisa panasaran.
Bocah itu kemudian memberikan semua perlengkapan lukisnya. Leomon berlari sebentar, mengambil buah lemon di dalam tasnya.
Aline mendekati bocah itu, "Dia membisikan apa padamu ?" ia bertanya, merukuk, menekan lutut.
"Rahasia..." jawab bocah itu, menatap polos.
Leomon kembali, mengeluarkan pecahan uang biru, dan memberikan buah lemon kepada bocah itu. Lalu mengusap lembut kepala bocah itu.
"Terima kasih~" ucap bocah itu, membungkuk hormat, dan berlari pergi mengikuti gerombolannya yang memanggilnya dari kejauhan.
Waktu tak terasa, matahari kian terbenam. Memancarkan warna kekuningan bercampur oranye jingga, Aline duduk berhadapan dengan Leomon, di balik sinar matahari yang akan menghilang.
"Ada satu yang dimiliki siang dan dua yang dimiliki malam... akan tetapi ada satu hal yang tidak dimiliki keduanya." ucap Leomon, sambil melukis wajah Aline. "Apakah kau tahu itu apa.?" tanyanya.
Aline menoleh kecil, ia memandangi wajah Leomon yang tertiup angin. "Hm~ tidak..."
Leomon melirik, menatap Aline, "Matahari dimiliki siang, bulan dan bintang dimiliki malam... dan, yang tidak mereka miliki adalah dirimu." jelas Leomon, kembali melukis, "Itu karena kau milikku."
Apakah itu sebuah gombalan? Aline tak mau tahu, ia biarkan hatinya terbawa perasaan, terombang ambing di atas lautan cinta.
Leomon mendekati Aline dan duduk disamping gadis itu, kemudian menunjukan hasil lukisannya.
Aline nampak begitu kagum, melihat dirinya yang terlihat begitu cantik, "Ternyata kau punya bakat seperti ini ?" ucapnya, terpesona dengan hasil karya Leomon.
"Jika menjadi pelukis, aku ingin kau menjadi hasil karyaku." ucap Leomon, menatap sunset.
Perlahan, Aline menyandarkan kepalanya ke bahu Leomon, dan ikut menatap matahari yang akan tenggelam.
"Terima kasih karena sudah hadir dalam kehidupanku." ujar Aline.
Leomon menyandarkan kepalanya, di atas kepala Aline. "Seharusnya aku yang berterima kasih, karena kau sudah membiarkan aku mengikatmu tanpa hubungan.!"
Mataharipun perlahan menghilang dari pandangan mata. Akan ada bulan yang menganggantikannya. Mereka berdua terlihat benar-benar bahagia, di hari tersebut.
•༺☺︎༻•
.. .. ✤ ᕬ ᕬ
.../ (๑^᎑^๑)っ🍋 T,
./| ̄∪ ̄  ̄ |\🍋 B,
🌷|____.|🍄🍊 C...
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET LEMONS [✔]
Historia CortaLika-liku jalan kehidupan... "Aline? Kenapa kau mengakhiri hidupmu sendiri?" Inilah kisah seorang gadis yang dibangkitkan dari keputus asaan, melawan rasa traumanya. *** 【TAHAP REVISI】 Typo masih bertebaran! ☺︎ Story by-my-self! ✍️ ☺︎ Cover || Drawi...