Lika-liku jalan kehidupan...
"Aline? Kenapa kau mengakhiri hidupmu sendiri?"
Inilah kisah seorang gadis yang dibangkitkan dari keputus asaan, melawan rasa traumanya.
***
【TAHAP REVISI】
Typo masih bertebaran!
☺︎ Story by-my-self! ✍️
☺︎ Cover || Drawi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ke-esokan harinya. Suasana pagi di perumahan bersusun, digemparkan dengan berita kejadian yang terjadi semalam.
Stasiun televisi juga semua menyiarkan berita tentang pemuda itu, yang sudah menghilangkan nyawa enam orang wanita selama beberapa tahun terakhir, aksinya yang selama ini tidak diketahui polisi kian terungkap. Pemuda itu dinyatakan, di penjara seumur hidup.
Pemerintah setempat juga memperketat keamanan di setiap lingkungan, kamera pengawas cctv kini di pasang di mana-mana. Polisi patroli juga akan bertugas selama 24 jam.
Aline yang masih nampak syok karena penculikan itu, sudah mulai sedikit legah dan tenang. Dirinya tak lagi seperti dulu, kini ia tak menjadi wanita yang begitu lemah. Ia tak mau membiarkan dirinya terpuruk dalam rasa takut dan menjadikan menjadi sesuatu yang menghasilkan rasa trauma.
"Tenang Aline~ kau pernah melewati hal yang lebih mengerikan dari penculikan itu... jadi tenanglah... fuhh~" gumam Aline pada dirinya sendiri, sembari mengatur nafas.
Leomon datang membawakan sarapan, ke meja makan.
"Padahal tidak perlu repot-repot kemari membuatkan aku sarapan..." ucap Aline, sembari menarik kursi makan lalu duduk. "Kau juga tidak perlu membersihkan rumahku..." tambahnya berusaha bersikap normal.
Padahal dirinya tetap masih syok karena kejadian semalam, ia berusaha melupakan kejadian semalam itu, meski masih kesulitan.
Leomon menatap dalam, memandangi wajah Aline.
"Selagi aku masih di sini, aku akan melakukan semua itu jika ada waktu..." sahut Leomon.
Aline terdiam, menatap Leomon balik.
"Aku masih di sini, semuanya akan baik-baik saja." tambah Leomon.
Aline menjawab perlahan, "Apa semuanya akan tetap baik-baik saja... meski kau tidak ada di sini ?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lima hari kemudian, musim semi telah tiba.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pepohonan berdaun rimbun, angin-angin bertiup sepoi-sepoi, langit biru yang nampak begitu cerah menjadi atap planet bumi.
Rumah hunian bernomor 523 terlihat, Aline dan Zoyya berada di dalam hunian itu, tengah membahas sesuatu, di ruang tengah.
"Aku tidak mau.!" ucap Aline, tertunduk sedih.
"Hei, bukannya kau sendiri yang bilang Leomon punya bakat melukis... kau ajak saja dia pergi melihat pameran lukisan itu..." suruh Zoyya.
Aline manatap kalendernya yang tergantung di tembok, arah depannya, menatap tanggal yang sudah ia lingkari sebelumnya dengan spidol merah.
"Besok Leo akan pergi dari sini..." sahutnya, dengan nada lesuh. "Dia pasti sibuk menyiapkan kepindahannya, aku tidak mau mengganggunya."
Zoyya menyemangatinya. "Ayolah, ini kesempatan terakhirmu.., Leo harus menghabiskan hari terakhirnya denganmu, sebelum pergi."
Din dong~
Pintu hunian Aline tiba-tiba berbunyi.
Kedua gadis itu saling menatap, Zoyya spontan bertanya, "Siapa itu ?"
"Entahlah..." sahut Aline, beranjak pergi, membuka pintu.
Perlahan Aline membuka pintu, mengintip dari cela pintu yang terbuka.
Leomon berdiri di hadapannya, sontak ia langsung membuka pintu secara lebar, dengan senyuman yang diselimuti perasaan senang.
"Leo? kenapa kau membunyikan belnya ?" sahutnya. "Kau kan sudah tahu sandi rumahku, tinggal masuk saja."
"Aku tidak akan lama..." jawab Leomon dengan ekspresi ramah, "Itu sebabnya aku cuma membunyikan belnya."
Mendengar kata-kata Leomon, ia kembali sedih mengingat dirinya yang akan ditinggalkan. Namun ia berusaha menyembunyikannya dari Leomon.
"Ah~ begitu ya." ucapnya, sedikit pelan.
Leomon yang peka, tahu perasaan Aline sedang tidak baik-baik saja.
"Hari ini ada pameran lukisan di wali kota... kau mau pergi bersamaku ?" ajak Leomon, tersenyum manis.
Kelopak matanya terangkat spontan, ia terkejut. Leomon yang lebih dulu mengajaknya, membuatnya senang bukan main, lekuk garis senyuman di wajahnya mulai terukir.
Alinepun mengangguk dengan cepat.
Zoyya keluar, "Oh, Leomon ?" sapanya.
"Hai Zoyya~" sapa Leomon ramah.
"Pantasan saja Aline lama... aku pikir dia sudah di tindih pintu..." tambah Zoyya, bercanda.
Leomon menyembunyikan tawa kecilnya, "Oh ya, aku boleh pinjam Aline hari ini kan ?" tanyanya pada Zoyya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara keramaian terdengar mengisi wali kota. Bingkai lukisan ada di setiap sisi, banyak orang berkumpul, memotret dan mengagumi hasil karya dari sang seniman yang berbakat.
Aline dan Leomon berjalan berdampingan. Karena banyak pengunjung yang saling melewati, Aline hampir tertabrak oleh orang-orang di sana, untung saja Leomon sigap menjadi perisai untuknya.
"Kau tidak kenapa-napa kan ?" tanya Leomon, menatap cemas.
Alinepun mengangguk, lembut.
"Pegang tanganku.!" Leomon menjulurkan tangannya.
Aline melirik ragu. Perasaannya yang tak karuan mulai membuatnya tak tenang, ia takut ketika menggenggam tangan pria itu, ia kan enggan untuk melepasnya, dirinya takut akan bersikap egois dan takan membiarkan pria itu pergi meninggalkannya.
Melihat Aline yang hanya diam melamun, Leomon langsung meraih tangan Aline, dan menggenggamnya.
Aline menatap Leomon spontan.
"Kau tidak berada di pikiranku, tapi ada di hatiku~ saat pikiranku melupakanmu... hati ini akan mengingatkanku akan tentang dirimu..." jelas Leomon tersenyum, menggenggam erat tangan Aline. "Jadi kau tenang saja~"
Aline akhirnya membalas senyuman Leomon, dan menggengam balik tangan pria itu.
Mereka berduapun pergi melihat satu lukisan yang nampak nyata, membuat Leomon seketika terdiam dalam ekspresi wajahnya yang mendung dan menjadi rindu akan sesuatu.