bab 14. taman kota yang indah

102 4 0
                                    

5 hari lagi pernikahan ku dan abizar, pernikahan ku akan di laksanakan di gedung sesuai persetujuan keluarga kedua belah pihak.

sore ini aku dan abizar pergi untuk melihat bunga bunga yang ada di taman kota karena aku sangat menyukai bunga jadi aku ajak abizar untuk melihatnya.

"kenapa kamu suka bunga?"

"karena bunga itu enak di lihat"

"saya?"

"kamu itu enak di milikin"

abizar terkekeh kecil aku pikir dia tidak bisa tertawa, maksudku, dia pernah tertawa tapi dengan wajah yang datar jika sekarang dia sudah berani tertawa sambil memasang wajah yang manis.

"kamu tunggu sebentar disini, saya mau kesana dulu"

"ngapain?"

"udah tunggu aja"

aku mengangguk tersenyum pasti dia ingin membelikan ku bunga atau es cream? mungkin saja iya tapi di antara keduanya aku lebih suka bunga.

aku memainkan ponselku sembari menunggu abizar kembali tetapi aku melihat ada sepatu herannya itu bukanlah sepatu yang di pakai abizar. aku mengangkat kepalaku dan mataku terbelalak saat melihat bahwa yang berdiri itu bukanlah abizar.

"k kamu?"

"tanpa gua suruh lo bisa datang dengan sendirinya, wow. that's good zahra"

aku mencoba untuk lari dari hadapan abyan tapi dia menahan tanganku bahkan aku berusaha untuk melepaskan genggaman itu tapi tenaga abyan lebih kuat dariku.

"lepasin aku abyan"

"ini takdir zahra"

"engga, tolong lepasin, aku minta maaf kalo aku ada salah tapi tolong jangan obsesif kaya gini ke aku"

"yah terlanjur, lo ngejauh dari gua padahal gua udah jatuh cinta waktu kita masih kelas 10 dan lo pikir segampang itu buat ngelupain lo?"

"aku tau ga gampang tapi jika kamu ikhlas itu akan lebih gampang, aku mohon cari perempuan lain selain aku"

"padahal dalam agama di larang kan? kenapa lo masih dekatin gua sedangkan hati lo milik orang lain?"

"aku? kamu yang dekatin aku abyan, aku gak salah tapi kamu yang salah!!"

genggaman nya semakin erat bahkan saat ini abyan ingin mengusap airmataku untung saja aku cepat cepat menghindar dari tangannya.

abizar berlari menghampiri ku saat dia melihat aku di sentuh oleh abyan, kepalaku sakit sekarang karena terlalu banyak menangis jika saja abizar tak secepat itu aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya

"WOI!"

"makasih lo udah bawain orang yang gua cintai selama ini"

"lepasin istri saya!"

abizar menendang perut abyan dan saat itupun genggamannya terlepas aku segera memeluk abizar, abizar membalas pelukan ku dan mengusap kepalaku seolah mengatakan bahwa ini akan segera berakhir.

"a ayo pulang tolong"

"gapapa ada saya disini kamu tenang dulu okay? kita akan segera pulang setelah ini berakhir"

abizar menghampiri abyan dan memukul abyan pukulan demi pukulan yang mereka lakukan aku mencoba melerai sebisa mungkin tapi saat ini keduanya sedang emosi.

"abizar udah bi"

tak ada yang mendengarkan ku sekarang
saat aku ingin melerai kembali tiba tiba abyan tak sengaja memukul perutku.

Ya Allah tolong- batinku

"kamu gapapa? mana yang sakit? kita ke rumah sakit ya"

"perutku sakit zar"

aku memegang perutku, sungguh ini benar benar sakit dan ngilu sampai sampai aku menangis karena tak bisa aku tahan.

abyan meninggalkan ku dan abizar saat ini, aku tak berharap di perdulikan tetapi jika sudah tau berbuat salah cobalah untuk meminta maaf.

"bisa jalan? mau saya gendong?"

"aku bisa"

"bisa tapi dua tangannya megang perut

"zar ini sakit sumpah"

"tahan ya kita ke rumah sakit sekarang"

"saya gendong aja"

abizar menggendong ku hingga sampai ke dalam mobil, aku tetap memegang perutku karena semakin bertambah sakit.

"zar cepat ini sakit banget"

aku yang tak tahan pun hanya bisa menangis sambil meremat gamis yang aku pakai.

setelah sampai di rumah sakit abizar langsung mengambil kursi roda dan menyuruhku untuk duduk.

"permisi ada yang bisa di bantu kak?"

"tolong istri saya sus tadi habis kena pukulan di bagian perut"

"kami periksa dulu ya kak"

"baik, secepatnya"

abizar tidak di bolehkan untuk masuk ke ruangan sedangkan aku masih berusaha untuk tidak menangis, kali ini bukan menangis karena sakit tapi karena aku sangat takut yang namanya rumah sakit mau se bagus apapun yang namanya rumah sakit tetap saja buat aku panik.

"kakak pakai celana panjang?"

"kakak mau cek sendiri atau say-"

"cek sendiri aja buk dokter, tapi cek apa ya?"

"cek kalau perutnya biru"

"gak ada dok nih"

"Alhamdulillah berarti aman, ini saya suntik dan kasih resep saja, jika sudah sampai di rumah alangkah baiknya di urut agar tidak sakit kembali"

"baik dok terimakasih"

aku duduk kembali di kursi roda dan langsung membuka pintu ruangan, terdapat abizar yang sedang bersandar di tembok.

"frustasi ya pak abizar?"

"kamu gapapa?"

"Alhamdulillah gak papa kata buk dokternya"





CINTA DI SEPERTIGA MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang