"Tidak ada laki laki lain"
"Lalu kenapa harus berpisah"
"Aku bilang aku memiliki seseorang yang aku cintai, aku tidak pernah berkata bahwa orang itu adalah laki-laki"
"Apa maksudmu"
Bara dibuat semakin kebingungan oleh Ellena, sementara tangan ellena semakin erat memegang telapak tangan Vera.
Vera sadar bahwa ellena berniat untuk mengatakan semuanya dengan jujur disaat itu juga, dia merasa ketakutan. Dengan sekuat tenaga menarik ellena untuk masuk, ketika Barra mencoba untuk menahan ellena, vera segera mendorong bara untuk mundur.
"Berhenti mengganggu, atau aku akan berteriak"
Barra mengalah, calon adik iparnya terlihat begitu marah.
Saat masuk ke dalam rumah, vera bahkan menghiraukan sapaan sang ibu, dan langsung masuk ke dalam kamar sembari membanting pintu cukup kuat.
"Kalian berteng..." sang ibu belum sempat menyelesaikan kalimat ellena juga berlalu pergi menyusul vera ke kamar.
"Biarkan saja, wajar mereka bertengkar, mereka masih anak-anak"
"Tapi vera terlihat sangat marah"
"Bukankah dia memang pemarah?"
"Iya juga" sambil mengaduk kopi.
Disisi lain ellena menggedor pintu kamar vera yang sudah terkunci.
"Buka pintu"
Tidak ada jawab, vera pasti tidak akan membuka pintu dengan mudah. Ellena turun mendatangi ayah dan ibunya.
"Ayah, ada kunci duplikat kamar adek?"
"Ada, kenapa?"
"Dimana?"
"Kalau gak salah di laci.. tapi.."
Ellena langsung berlari pergi kearah laci "hhh padahal aku belum selesai berbicara"
Sang ibu hanya menggeleng melihat tingkah keduanya.
Ellena mengelus dada melihat puluhan kunci yang terikat menjadi satu. Cukup banyak dan menguji kesabaran, dia harus mencoba satu persatu untuk bisa menemukan kunci yang cocok.
Saat pintu terbuka, kamar terlihat gelap. Vera tengah mengerjakan soal matematika di depan meja belajar.
"Aku sangat heran, bagaimana otakmu bisa tetap bekerja saat kamu sedang kesal.. katakan apa yang salah kenapa marah"
Vera meletakkan pulpen "kamu bertanya?"
"Aku tidak tau"
"Kamu akan berkata jujur pada Barra bukan?"
"Dia tidak akan menyerah jika aku tidak mengatakannya"
"Sungguh kamu berfikir seperti itu? Apa kamu bodoh? Jika kamu jujur, dia hanya akan menertawakan kita, bukannya menyerah dia akan tetap mempertahankanmu, dia bahkan bisa menggunakan itu untuk mengancammu"
"Barra tidak mungkin mengancamku dengan itu, mengapa kamu berfikir bahwa dia tidak akan meninggalkanku"
"Karena dia tau, hubungan kita terlalu mustahil"
Kalimat itu membuat ellena terpaku, bahkan vera merasa sangat sedih mendengar ucapannya sendiri.
"Lihatlah, sata ini kita bersama" ellena memegang tangan Vera.
"Kita bisa bersama tapi tidak akan pernah bisa bersatu"
Ellena segera memeluk vera dengan erat. Ellena bisa merasakan tetesan air mata yang membasahi bahunya, walaupun tidak mendengar suara desakan tangis.
Saat sudah tenang, mereka merabahkan tubuh diatas kasur menghadap satu sama lain sambil tetap berpegangan tangan.
"Andai kita laki-laki dan wanita, siapa yang akan menjadi laki-lakinya."
"Kamu" vera menjawab dengan cepat.
"Kenapa aku?"
"Karena kamu bisa menjagaku"
"Benarkah? Tapi aku tidak memiliki sisi laki-laki, aku tidak tomboy"
"Tapi kamu tidak manja"
Ellena mengangguk "baiklah, katakanlah aku lelaki, andai aku laki-laki apakah hubungan ini akan berjalan dengan baik"
Vera menggeleng, sambil mendesah pelan.
"Kenapa?"
"Kita beda agama, akan cukup sulit, itu mudah bagi ayah dan mama karena kedua orang tua mereka sudah meninggal, bahkan aku juga mendengar terkadang kedua orang tua kita ribut masalah agama dan tidak ada yang mau mengalah"
"Oke, anggap saja agama kita sama, apa itu akan lebih baik?"
"Kamu lupa? Kita saudara walaupun bukan saudara kandung kedua orang tua kita sudah menikah. Jadi mustahil"
Ellena mendesah pelan, sungguh nasib yang buruk, dia bahkan tidak bisa berandai andai.
"Jika aku memilih untuk tidak menikah, maukah kamu ikut denganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My SIN (GXG iam Lesbian)
PoetryKami berdua hanyalah manusia biasa, pendosa yang tidak punya pilihan selain bertahan dengan harapan kebahagiaan.. Ini adalah kisah hidup, yang sulit untuk difahami semua orang.. CERITA DEWASA 21+