"Hey"
Suara vera mengagetkan mita yang sedang sibuk melukis.
"Loh, bukannya kita janjian jam 2?" Kaget karena vera tiba 2 jam lebih awal.
"Bener, cuman urusanku selesai lebih awal, daripada buang buang waktu balik kerumah, mending langsung kesini"
Mita segera meletakkan kuas dan papan cat "aku ganti baju dulu"
"Lanjutin aja dulu"
"Ntar kelamaan"
"Aku pengen liat hasilnya, aku free kok setelah ini"
"Yakin?"
Vera mengangguk, mita terus melukis, sementara vera melihat seisi ruangan, ada banyak sekali lukisan indah yang ada disana, vera terpesona dengan kelihaian tangan saudara tirinya.
"Aku ingin pintar melukis juga, kenapa kemampuan melukis ayah tidak turun jiga padaku?"
Berbeda dengan vera dan ellena yang bersatus saudara angkat tanpa ikatan darah, mita dan vera masih memiliki ikatan darah karena memiliki ayah yang sama.
"Kamu pintar mendesain, buktinya kamu ahli membuat tas"
Vera tidak menampik pujian itu, dia melihat sebuah lukisan yang ditimpa lukisan lain, merasa penasaran vera memindahkan lukisan bagian depan itu dan takjub.
"Siapa wanita cantik ini?"
Mita melirik, dan segera berlari mengambil lukisan ditangan vera.
"Itu wajahku kan? Kamu melukisku?"
Mita tidak mengelak "aku hanya mencobanya"
"Berikan untukku"
"Aku akan membuat yang lebih bagus"
"Aku hanya mau yang itu"
Mita menyerah dan mengalah, pada akhirnya vera menang.
Saat lukisan yang mita buat selesai, mereka berdua keluar dari ruangan melukis menuju ruang tengah dimana mita biasanya bersantai.
"Kenapa kakimu?" Menyadari cara berjalan vera yang aneh.
"Hanya terluka sedikit"
Mita langsung berjongkok mengangkat kaki vera.
"Ah" meringis sakit ketika mita memegang telapak kakinya.
Mita melihat sebuah kasa putih dengan hansaplah yang berwarna kemerahan.
"Aku baik baik saja"
"Duduk dulu" memerintah vera untuk segera duduk.
Mita duduk di lantai dengan lutut sebagai tumpuan, tanpa merasa jijik mita melepas hansaplas itu dan menemukan luka yang mulai bernanah.
Mita segera mengambil peralatan p3k, meneteskan alkohol dan mengobati luka itu dengan alkohol sembari meniup luka itu perlahan.
"Hanya luka kecil"
"Ini bernanah vera, ini pasti sakit"
"Memang, tapi aku bisa menahannya"
"Ini bukan tentang apakah kamu bisa menahannya atau tidak, tapi kamu harus segera mengobatinya" dengan ekspresi serius.
Mita bisa lebih galak dari ibunya jika sedang kesal, vera memilih diam dan menurut.
Pada akhirnya rencana untuk jalan jalan di mall berubah. Tujuan pertama yang mereka datangi ada klinik untuk mengobati kaki vera, jujur saja, mita memang selalu perhatian pada vera, mita satu satunya orang yang tetap dekat dan terus berkomunikasi dengan vera walaupun jarak mereka terpisah sangat jauh.
"Gak jadi jalan-jalan?" Dengan wajah tidak berdosa.
"Masih mikirin jalan-jalan?"
Mita menghentikan laju mobil di sebuah toko sendal, dia memberi 2 pasang sendal berwarna dusty dan coklat.
Di dalam mobil mita langsung mengeluarkan salah satu sendal dan menyodorkannya pada vera.
"Pakek ini dulu"
"Tapi aku lebih cantik pakek ini" sepatu high hells yang dia kenakan.
Mita langsung menatap tajam kearah vera yang terus menolak.
"Baiklah aku gunakan"
Setelah dari rumah sakit mereka berhenti di suatu tempat. Tepat di perbatasan kota tepatnya di bawah jembatan panjang diatas laut.
"Tempat apa ini" tanya vera
"Aku yakin gak pernah kesini, turunlah"
Vera turun, mereka berjalan pelan, dengan penerangan lampu vera melihat laut dan ombak kecil yang menghantam karang.
Seorang bapak bapak mendekat menawarkan minuman.
"Teh anget aja pak 2"
"Aku mau ko.."
"No.. gak ada kopi kopian" ucap mita.
Mereka duduk tepat dipinggir pantai "apa disiang hari pantai ini indah?"
"Tidak ada pantai kota yang indah" jawab mita "airnya keruh karena tercampur limbah pabrik, jika kamu ingin tempat yang indah kamu harus menyeberan ke ujung sana"
Mita menunjuk pulau gelap yang ada diseberang.
"Lewat jembatan atas itu?"
"Iya, disana lautnya lebih biru namun sedikit kotor karena sampah, jika kamu pergi lebih jauh kamu akan mendapatkan yang lebih indah lagi karena pulau itu terkenal dengan keindahan pantainya"
Teh hangat mereka datang, cukup untuk menghangatkan tangan dan tenggorokan mereka dari hawa dingin
Vera memandang jauh dengan tatapan kosong. Mita bisa melihat bahwa dibalik senyuman indah di bibir vera sebenarnya tidak ada sedikitpun kebahagiaan.
"Sebenarnya apa yang membuatmu begitu tidak bahagia"
Vera melirik ke arah mita "apa aku terlihat begitu?"
"Terlihat jelas"
"Padahal aku terus tersenyum"
"Bibirmu tersenyum, tapi tatapan matamu seakan menangis"
"Benarkah? Kalau begitu aku harus belajar lagi"
"Terserah, tapi jangan melakukannya di depanku"
"Kenapa"
"Aku tidak ingin melihat wajah palsumu, didepanku saja, jadilah dirimu sendiri"
"Kalau begitu terimakasih"
"Apa ada yang bisa kubantu agar kamu senang"
Vera menggeleng "aku bahkan tidak tau apa yang bisa membuatku senang, aku iri dengan mereka yang bahagia dengan hal hal kecil, aku berfikir dengan pergi aku bisa menemuka kebahagiaan, tapi yang kudapatkan hanya rasa hampa, kini aku kembali, dan yang kudapatkan banyaknya rasa kecewa.
"Tinggallah denganku, di rumahku jika kamu tidak nyaman di rumahmu"
"Hei, kamu harus segera menikah, bagaimana aku bisa tinggal denganmu"
"Aku tidak pernah memikirkan pernikahan"
"Usiamu sudah cukup untuk menikah"
Mita menatap vera "bagaimana denganmu, usia kita juga sama" kalimat yang berhasil membungkam vera.
Sebelum terlalu malam mita mengantar vera pulang.
"Terimakasih hari ini"
"Tawaranku masih berlaku, jika kamu ingin pindah kerumahku akunakan menyambutmu, aku berjanji tidak akan menyakitimu" dengan tatapan serius.
Vera tertegun sebentar melihat tatapan aneh mita kepadanya "aku mengerti, kamu memang saudaraku yang paling menyayangiku"
![](https://img.wattpad.com/cover/328940571-288-k635508.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My SIN (GXG iam Lesbian)
PoëzieKami berdua hanyalah manusia biasa, pendosa yang tidak punya pilihan selain bertahan dengan harapan kebahagiaan.. Ini adalah kisah hidup, yang sulit untuk difahami semua orang.. CERITA DEWASA 21+