Chapter 5

83 6 0
                                    

"Pegangan! nanti klo jatuh aku nggak mau tanggung jawab ya," teriak Arfan dengan membuka kaca helmnya.

"Iya ya berisik amat sih," jawab Layla berteriak juga dengan wajah kesal.

Tadi Layla sudah berusaha memantaskan diri dengan penampilan semenarik mungkin sebagai nyonya Arfan, memakai hijab dan kaos pink salem, celana Jean pencil dan ia olesi lipstik tipis berwarna nude pada bibir seksinya, ia terkejut saat Arfan justru membawa kunci motor sport. Layla paling tidak suka menaiki motor sport, bukan karena apa-apa, dulu saat masih duduk di bangku SMA ia pernah menanyakan alasan kepada Robi temen sekelasnya yang memiliki motor sport, alasannya cukup membuat Layla tercengang, katanya enak untung banyak dan cewek pada antri tanpa ia yang mengejar-ngejar. Mengingat Robi sama saja membuka luka lama, Robi sahabat Noval, cinta pertamanya.

"Gitu dong, kita kan pengantin baru biar kelihatan mesra gitu!" Ucapan Arfan seketika membuyarkan lamunan Layla. Layla bergeming ia hanya merapatkan pelukannya saat Arfan menambah kecepatan laju motornya. Perlahan perasaan nyaman Layla rasakan saat aroma maskulin Arfan menyapa Indra penciumannya, tidak ada yang mampu menenangkan hatinya selain Noval tapi kini ada punggung lain yang secara perlahan mampu menciptakan kenyamanan baru di hatinya.

Menyadari Layla mulai rileks Arfan mengurangi kecepatan laju motornya, Arfan tersenyum saat melihat dari kaca spion Layla memejamkan mata di balik punggungnya.

Setelah Arfan puas berkeliling kota Yogyakarta Arfan menepikan motornya masuk ke dalam alun-alun kota. Sebenarnya Arfan tidak punya tujuan pasti, ia hanya ingin menghibur Layla yang bersedih karena ulahnya.

"Ngapain kita ke sini Fan? Mana panas banget, ntar ya kulitku yang sudah eksotik ini makin eksotik," protes Layla setelah melepaskan helm dari kepalanya. Layla melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 12 siang dengan mengerucutkan bibir.

"Nggak papa aku suka yang eksotik, seksih ...!" Balas Arfan dengan suara sengaja mendesah dan mengedipan sebelah mata dengan genit. Layla bergidik ngeri melihat tingkah konyol Arfan, Layla tidak menyangka laki-laki di hadapannya tersebut semakin lama tingkahnya semakin aneh saja.

"Pantas saja nggak nikah-nikah," desis Layla yang berjalan di belakang Arfan.

"Ngomong apa kamu barusan? Aku denger ya!" Arfan menoleh lalu menggenggam tangan Layla agar berjalan sejajar dengannya.

"Up!" Layla tersenyum kaku sambil berusaha melepas genggaman tangan Arfan, bukannya melepaskan Arfan malah memeluknya lalu berbisik, "Mau aku gendong?"

"Berani emang?" Tantang Layla tak mau kalah. Arfan tak mungkin melakukan itu di depan banyak orang, Layla heran meskipun terik mentari tepat di ujung kepala, alun-alun ini tetap ramai oleh muda-mudi dan para pelancong.

"Eh ...eh apaan sih kamu Fan!" Pekik Layla terkejut saat tubuhnya sudah berada dalam gendongan Arfan. Arfan berjalan menuju warung lesehan pojok alun-alun sebelah selatan.

"Apa kamu mau kucium sekalian di sini?" bisik Arfan dengan seringai aneh saat Layla memberontak ingin lepas dari gendongannya. Seketika Layla menggelengkan kepala dengan cepat sambil membekap bibirnnya dengan tangan. Arfan tersenyum menang. Bagi Arfan tidak ada penolakan, bahkan Arfan bisa melakukan hal gila yang lebih parah dari ini.

Sejak kuliah di Jogjakarta sikap Arfan mulai berubah, ia yang dulu dicap anak penurut dengan kedua orang tuanya kini berubah menjadi pembangkang, bukan tanpa alasan ia bersikap demikian. Arfan hanya ingin protes karena selalu dibanding-bandingkan dengan Ardan kakaknya, ia akui secara akademik Ardan selalu di atasnya dan dirinya tidak mungkin bisa menandingi kejeniusan kakaknya yang selalu juara kelas sejak di bangku SD, sedangkan Arfan cukup puas dengan peringkat 5 besar.

Contract Marriage (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang