Chapter 39

22 0 0
                                    

Seminar proposal Layla berjalan lancar dengan nilai grade A sehingga membuatnya lebih bersemangat memasuki kuliah tingkat akhir, ia hanya butuh melengkapi data-data dari penelitian yang sudah dilakukan. Anton, sebagai pembimbing skripsinya pun kini lebih fleksibel pada semua mahasiswa bimbingannya, meskipun Anton memiliki segudang kesibukan sebagai dosen dan kepala puslit (pusat penelitian) kampus, semua sudah terjadwal mulai dari hari, waktu, dan tempat bimbingan. Jikalau Anton ada kepentingan mendadak maka dosen tersebut akan mengganti di lain waktu, sehingga semua mahasiswa bimbingannya di tahun ini berjalan lancar hingga memasuki sidang skripsi.

"Nih perut persis balon Ai," tunjuk Layla saat berjalan bersama Aisyah menuju kantin fakultas setelah bimbingan skripsi terakhir mereka, tepatnya dua minggu lagi mereka akan menjalani sidang skripsi.

"Emang kan sama kayak balon, bisa melar dan balik kempes lagi," balas Aisyah dengan napas ngos-ngosan sembari tangan kirinya memegang pinggangnya yang terasa ngilu, ditambah lagi kakinya yang membengkak membuatnya kesulitan untuk berjalan.

"Semoga lahiran setelah kita wisuda Ai, seperti janji kita dulu, kita akan selalu bersama," ucap Layla lalu meraih tas Aisyah untuk membantunya. Ia pandangi perut besar Aisyah dengan tatapan ngeri.

"Aamiin, HPL_nya sih kurang 3 minggu lagi, tapi nih punggung rasanya pengen copot klo jalan jauh dikit," keluh Aisyah sembari mengelap peluh di keningnya.

"Kita ke ruangan Mas Ardan aja klo kamu capek, entah biar aku yang beliin makanan," tawar Layla dengan khawatir. Ia tidak mau terjadi apa-apa dengan sahabat seperjuangannya itu, apalagi beberapa bulan yang lalu Aisyah sempat dirawat di rumah sakit akibat dehidrasi dan stres berat saat mengerjakan skripsi.

Layla sangat memaklumi karena Dosen pembimbing Aisyah adalah Pak Bambang, dosen senior terkiller di fakultas mereka. Tak sedikit mahasiswa bimbingan Pak Bambang selesai dalam waktu 2 semester yang artinya mereka harus menambah di semester 9 apalagi Aisyah dalam posisi hamil.

"Good idea," balas Aisyah singkat lalu menggandeng lengan Layla berbelok arah menuju ruangan Ardan.

Saat mereka sedang bercanda tiba-tiba Aira datang dan menghadang langkah mereka dengan wajah muram. Layla dan Aisyah saling berpandangan lalu tertawa bersama.

"Eh nih anak gangguin kesenangan orang aja, palingan dia galau, mau milih si Reynald or Dev si cowok bertato itu," celetuk Layla yang seketika mendapatkan cubitan di perutnya dari Aira.

"Klo aku ya jelas milihnya Deanova, kan Mama dan Papa yang milih Reynald, kesel aku masak Deanova nyerah gitu aja padahal aku rela loh klo diajak kawin lari," terang Aira sembari mengikuti langkah kaki kedua sahabatnya. Tangan Aira menggamit lengan Aisyah.

"Eh eh ini aku kok kayak ninik-ninik ya? pakai digandeng kiri-kanan pula," protes Aisyah. Namun kedua sahabatnya tetap acuh, mereka malah semakin mengeratkan pegangan mereka di tangan Aisyah.

"Ingat Ra klo kawin lari jangan lupa ajak penghulu yang masih muda, kasihan entar klo yang udah tua bisa encok dia," goda Layla yang berhasil membuat Aira semakin kesal. Sedangkan Layla dan Aisyah tertawa terbahak-bahak.

Kesal, Aira menarik tangan kedua sabahatnya, menariknya ke arah gazebo kosong. Ia sedang membutuhkan teman curhat bukan teman nyinyir seperti yang saat ini dilakukan oleh Aisyah dan Layla.

"Bantuin nyakinin Mama dan Papa dong klo Deanova itu laki-laki baik, yah meskipun penampilannya terlihat urakan tapi kan kalian tahu sendiri dia laki-laki baik, masak pas aku ajakin kawin lari dia nolak, katanya dia nggak bakalan menikahi anak gadis orang tanpa restu kedua orang, sebel kan aku," keluh Aira sembari mengacak rambutnya karena frustasi lalu sejurus kemudian merapikannya kembali.

Contract Marriage (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang