Arfan hanya bisa mengelus bahu Layla yang bergetar, ia sendiri bingung harus dengan cara apa lagi untuk menenangkan istrinya, sejak pulang dari rumah sakit semalam Layla hanya berdiam diri di kamar. Arfan pun syok saat hasil USG dijelaskan oleh dokter Rahma bahwa Layla di diagnosis kista ovarium. Inilah alasan Layla akhir-akhir ini sering mengalami nyeri di bagian perut hingga pinggul secara tiba-tiba, bahkan beberapa kali Layla demam dan muntah-muntah di malam hari. Yang lebih menyakitkan, Arfan tidak mengetahui bahwa Layla sakit. Menyesal. Tentu itulah rasa yang sekarang menghimpit dada Arfan hingga rasanya ingin memukul dadanya dengan keras. Hatinya hancur melihat keadaan Layla yang menyedihkan, janji untuk tidak membuat Layla menangis sudah ia langgar.
Kembali penjelasan dokter Rahma terngiang dalam benaknya bahwa kista itu tumbuh karena cidera yang pernah dialami oleh Layla, benturan keras yang mengenai perut bagian kanan itu membentuk sebuah benjolan berbentuk kapsul dengan ukuran sebesar 6,7 cm dan Layla harus menjalani operasi untuk pengangkatan kista tersebut, karena jika dibiarkan kista itu akan semakin membesar hingga menutupi indung telur dan risiko terbesarnya adalah Layla akan sulit untuk hamil.
"Aku ambilkan sarapan kamu dulu," ucap Arfan sembari mengecup puncak kepala Layla lalu ke luar dari dalam kamar.
Arfan berjalan menuju ruang makan dengan gontai. Namun yang ia temui bukanlah kedua orang tuanya melainkan Bi Ana, pembantunya yang sedang menutupi hidangan di atas meja makan yang masih belum tersentuh.
"Bi, Papa dan Mama mana? Kok jam segini belum sarapan?" tanya Arfan heran karena sudah pukul 7 lebih tapi meja makan masih penuh dengan makanan padahal biasanya mereka sudah menyelesaikan sarapannya.
"Lagi di taman Mas," balas Bi Ana ramah.
Seketika Arfan berjalan menuju taman yang terletak di sayap kiri rumah, menemui kedua orang tuanya. Arfan tersenyum melihat Liana yang sedang memberi makan ikan-ikan koi kesayangannya dan Andre tentu saja sedang merangkul bahu Liana dengan mesra.
"Ma," panggil Arfan yang seketika membuat mereka terkejut terutama Liana, segera wanita itu mengusap cairan bening yang membasahi pipinya.
"Ma, kenapa Mama menangis?" Cecar Arfan panik sembari menatap Liana dengan tajam.
"Biasa Mamamu sedang PMS, bahasanya anak muda begitu kan?" Terang Andre dengan santai. Namun justru ekspresi santai papanya membuat Arfan kesal karena rasa penasaran.
"Ih Papa nih, aku nanya serius kok malah bercanda," protes Arfan semakin kesal dengan sikap papanya yang selalu tenang.
"Layla sudah sarapan Nak?" Tanya Liana memutus perdebatan yang akan terjadi di antara suami dan putranya.
"Belum Ma, ini tadi mau kuambilkan sarapannya eh kok ruang makan sepi dan Mama Papa belum sarapan juga jadi aku ke sini, ya udah aku ke kamar dulu Ma Pa," terang Arfan lalu segera berpamitan.
"Eh Fan tunggu, biar Mama saja yang bawa makanan Layla." Seketika Arfan menghentikan langkah kakinya lalu menatap kedua netra Liana yang terlihat sendu. Arfan tersenyum lalu menganggukkan kepala dan berjalan ke arah Papanya, merangkulnya, lalu berjalan bersama ke arah ruang makan.
Klek ... Pintu kamar Arfan dan Layla terbuka, Liana masuk dengan kedua tangan membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas susu. Tenggorokan Liana tercekat saat melihat punggung Layla yang tertidur membelakanginya, ia tahu Layla tidak tidur. Liana memejamkan mata sejenak, mencoba menahan laju air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia harus kuat, demi anak-anaknya. Ia tarik napas dalam-dalam lalu berjalan mendekati ranjang serta meletakkan nampan tersebut di atas nakas.
"Sayang, sarapan dulu yuk biar kamu cepat sembuh," ucap Liana yang seketika membuat Layla terkejut, ia singkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu bergegas bangun, gegas mengusap air matanya sebelum menghadap Liana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Marriage (End)
RomanceLOVE SERIES #2 Blurb Layla Rahmawati tak menyangka jika jalan hidupnya akan serumit ini, ayahnya kena PHK lalu diputuskan pacar, dan sekarang ia dilema antara menerima atau menolak tawaran yang menggiurkan dari bosnya Arfan Alfarizi, ia hanya cukup...