Chapter 14

52 3 0
                                    

Sesampainya di apartemen Layla langsung ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam, tubuhnya luruh ke atas ranjang merutuki dirinya sendiri yang terlena dengan buaian Arfan, ia bingung dengan sikap Arfan yang terkadang manis, kadang kasar, bahkan sering mengingatkan tentang perjanjian mereka. Layla takut jika dirinya benar-benar jatuh cinta pada Arfan lalu setelah itu terjadi pria itu akan menceraikan dirinya, patah hati karena Noval baru saja sembuh, belum siap jika harus patah hati lagi.

Tok ... Tok ... Tok ...

"La aku lapar masakin aku sesuatu dong, kamu kan juga belum makan dari tadi siang, apa kamu nggak lapar?" Ucap Arfan di balik pintu kamar Layla setelah satu jam gadis itu mengunci diri di kamarnya. Arfan merasa bersalah karena sikapnya tadi di hotel. Arfan mengacak rambutnya dengan kasar saat belum juga ada tanggapan dari Layla.

Klek .. Pintu kamar Layla terbuka saat Arfan hendak melangkah meninggalkan kamar Layla.

"Sebentar, kamu duduk aja, biar aku bikinkan sesuatu untukmu," sahut Layla ke luar dari kamar dengan malas.

Layla membuka kulkas dan memilih bahan yang mudah dan cepat untuk dimasak, dipilihlah sawi putih dan brokoli lalu membuka lemari kitchen set di atasnya untuk mengambil mie pipih. Sambil menunggu air mendidik untuk merebus mie, Layla mengiris kecil sawi dan brokoli lalu mengiris bawang merah, bawah putih, cabai, dan tomat sebagai bumbunya. Semua aktivitas Layla tak luput dari perhatian Arfan.

"Tuh kan dia mesti pakai pakaian minim, apa Layla nggak pernah nyadar klo imanku nggak kuat saat berdekatan dengannya?" gumam hati kecil Arfan sambil meneguk saliva dengan keras saat memperhatikan baju terusan Layla tanpa lengan, dan tentu saja panjangnya di atas lutut yang membentuk lekuk tubuhnya. Arfan akui semakin diperhatikan Layla semakin menarik dan seksi.

"La, kenapa baju piyama yang kubelikan nggak pernah kamu pakai?" Tanya Arfan pada Layla yang masih berkutat dengan masakannya.

"Gerah Fan, aku tuh nggak bisa tidur dengan pakaian tertutup, ini tadi aja aku udah tarik selimut mau tidur eh ada orang kelaparan ngetuk pintu kamarku," sindir Layla tanpa menoleh pada Arfan.

"Baru jam 7, masak udah mau tidur, temenin aku ngobrol dulu lah," pinta Arfan dengan memasang wajah memelas.

"Modus," gumam Layla lirih namun masih bisa terdengar di telinga Arfan.

"Apa kamu bilang barusan? Modus?" Senyum Arfan mengembang karena tebakan Layla benar, ini hanya modus agar Arfan bisa berduaan bersama Layla lebih lama.

"Apa ini kok aneh? Tapi klo kamu yang masak pasti enak," puji Arfan dengan mata berbinar saat Layla mengulurkan mangkok besar berisi mie berkuah dengan sayuran plus telur. Tak sabar Arfan menghirup kepulan panas dari mangkuk tersebut lalu mencicipinya.

"Asli enak banget La," puji Arfan sambil menyantap mie nyemek tersebut, menyadari Layla mempehatikannya Arfan menyendok mie tersebut lalu meniupnya.

"Ha ... " Arfan menyodorkan sesendok mie ke arah bibir Layla, dengan ragu Layla membuka mulutnya.

"Kamu juga ikut makan." Arfan berpindah posisi di sebelah kiri Layla lalu menyuapinya hingga mie semangkok besar itu habis oleh mereka berdua. Arfan bersendawa setelah meneguk air dingin dari dalam kulkas sambil mengelus perutnya yang kenyang.

"Mie apa namanya tadi? Enak, besok pagi buatkan aku gitu lagi ya?" Pinta Arfan sambil menutup kulkas kembali dan duduk menghadap Layla.

"Itu namanya mie nyemek Fan, itu makanan orang kampung, makanya kamu nggak ngerti dan belum pernah ngerasain," balas Layla lalu berdiri membereskan bekas makanan Arfan.

"Aku juga orang kampung kok," jawab Arfan tak terima. Arfan kembali memperhatikan Layla yang sedang membereskan dapur bekas memasak.

Arfan belum pernah merasakan kenyamanan bersama wanita kecuali bersama Layla, entah mengapa ia hanya ingin melihat wajah Layla sepanjang waktu, bahkan sekarang setelah bekerja dirinya hanya ingin pulang dan bertemu Layla, apa mungkin ia sudah jatuh cinta pada gadis manis di hadapannya? Namun Arfan masih ragu, apa benar yang dirasakannya pada Layla itu rasa cinta atau hanya sekadar simpatik saja.

Contract Marriage (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang