Chapter 12

56 4 0
                                    

"Nduk hidup berumah tangga iku kudu saling mengerti, saling menyanyangi, dan saling mengalah, nggak boleh dikit-dikit ngambek trus pulang ke rumah orang tua tanpa izin suami, itu dosa besar, klo ada masalah mbokyo diselesaikan baik-baik dengan kepala dingin bukannya malah pergi," ujar Dewi pada Layla pagi itu saat mereka memasak sarapan bersama.

"Ngeh bu, kami baik-baik saja kok, ibu dan ayah nggak usah khawatir," balas Layla sambil mengaduk kopi untuk Yusuf dan Arfan. Layla menarik napas panjang, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika mereka tahu bahwa pernikahan itu nantinya akan berujung pada sebuah perceraian.

Tak berselang lama Arfan dan Yusuf pulang dari masjid setelah salat subuh berjamaah, lalu duduk berbincang di amben panjang yang terbuat dari kayu di teras rumah, mereka terlihat berbincang akrab sambil menikmati udara pagi yang segar khas suasana pedesaan, rumah dengan bangunan klasik itu menghadap utara dengan halaman luas, pohon mangga besar yang mulai berbunga itu nampak gagah ditambah bunga anggrek dengan beberapa jenis melingkarinya. Asri dan tenang, berbeda jauh dengan suasana apartemen Arfan yang selalu berisik dengan suara kendaraan bermotor.

Arfan tampak begitu menikmati suasana dengan sesekali mengangguk dan tersenyum membalas sapaan para tetangga yang lalu lalang, ini kedua kalinya Arfan menginjakkan kaki di rumah Layla, dulu sewaktu lamaran Arfan tak begitu memperhatikan karena memang tidak tertarik tapi sekarang semua lebih berkesan.

"Ya begini Nak suasana ndeso, semoga Nak Arfan betah sering-sering main ke rumah," ucap Yusuf dengan kekehan kecil.

"Pasti betah Yah, justru di sini saya merasakan ketenangan yang tidak pernah saya dapatkan di aparteman maupun kantor," balas Arfan dengan senyum ramahnya, ia perhatikan gurat bahagia dalam senyuman ayah mertuanya.

Dengan khusuk Arfan mendengarkan cerita Yusuf tentang pekerjaan dan kegiatannya sekarang yang membantu Dewi menjalankan bisnis cattering setelah kena PHK. Yusuf lebih menikmati kegiaatannya sekarang karena bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama keluarga dan memperbaiki ibadahnya. Hati Arfan merasa tercubit mengingat dirinya sering melalaikan kewajiban salat 5 waktu hanya karena sibuk bekerja atau kelelahan saat pulang kantor.

Arfan membenahi posisi duduknya saat Yusuf menceritakan masa kecil Layla.

"Nak Arfan yang sabar ya klo menghadapi putri Ayah, dia memang wataknya keras namun sebenarnya hatinya lembut, penuh dengan kasih sayang, dia memang bawaannya tomboy dan pecicilan," terang Yusuf dengan terkekeh.

"Saat Ayah kena PHK diam-diam Layla bekerja part-time di sebuah kafe, saat itu Ayah marah karena dia tidak izin dulu, tapi setelah itu Ayah terpaksa mengizinkannya bekerja karena membutuhkan uang untuk biaya sekolah adik-adiknya, sedangkan Ayah susah mencari pekerjaan lain karena memang usia ayah yang sudah uzdur, mana ada orang mencari karyawan seusia Ayah." Kekehan kecil kembali terdengar namun Arfan bisa merasakan kegelisahan dan kekecewaan di dalamnya.

Arfan memejamkan mata, berusaha mencerna alasaan Layla mau menerima pernikahan kontrak mereka, demi uang untuk membiayai sekolah adik-adiknya.

"Layla sejak kecil adalah anak yang periang tapi setelah kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya dia jadi berubah, menjadi pribadi tertutup. Ayah tau dia hanya pura-pura baik-baik saja saat di hadapan kami, padahal dia telah kehilangan impian besarnya sejak kecelakaan itu." Yusuf menarik napas dalam lalu menoleh menatap Arfan dengan tersenyum.

Deg ... Arfan membeku, kilasan peristiwa itu kembali memenuhi memorinya. Apa mungkin gadis yang ia tabrak itu adalah Layla atau gadis lain?

"Ayah yakin Nak Arfan laki-laki baik yang bisa menjaga dan membahagiakan putri Ayah," ucap Yusuf saat melihat Layla dari kejauhan berjalan ke arah mereka berdua.

Contract Marriage (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang