Perlahan kedua kelopak mata Layla terbuka dan kini wajah lelap Arfan lah yang menyambutnya. Cukup lama Layla menelisik wajah pria tampan di hadapannya, pria itu adalah sumber cinta dan kekuatan terbesarnya hingga ia berada di titik ini. Belum puas ia mengagumi wajah tampan suaminya tiba-tiba rasa penasaran mengusiknya kembali. Ia tilik jarum jam dinding yang berhenti tepat diangka 4 dini hari, lalu tanpa berpikir panjang ia tarik laci di sebelah ranjangnya, kemudian dengan hati-hati mengambil 1 testpack dari dalam laci tersebut dan masuk ke dalam kamar mandi tanpa menimbulkan suara yang bisa membangunkan Arfan.
"Bismillah," gumam Layla dengan jantung berdebar keras saat testpack tersebut dicelupkan dalam wadah kecil berisi air urinnya. Ia angkat testpack tersebut perlahan dengan tangan bergetar. Deg .... Dua garis merah yang ia nanti-nantikan muncul di sana. Sangat jelas. Seketila tubuhnya lemas seperti tak bertulang, terduduk di atas lantai kamar mandi sembari menangis tergugu tak percaya dengan apa yang dilihat. Masih merasa belum yakin, kembali ia melihat hasil testpact yang masih berada dalam genggamannya. Garis dua itu benar-benar nyata.
"Honey," panggil Layla berulang kali. Namun tak ada sahutan, tubuhnya masih terasa lemas dan belum kuasa untuk berdiri kembali. Sekuat tenaga ia mencoba meraih handel pintu namun tak sampai, ia tarik napas panjang untuk menormalkan irama jantungnya yang berkejaran agar perasaannya tenang.
Tak lama pintu kamar mandi terbuka lebar dengan kasar, jantung Arfan seperti berhenti berdetak seketika saat melihat kondisi Layla lalu ia segera mengangkat tubuh Layla, membawanya kembali ke atas ranjang.
"Mana yang sakit Sayang? Kenapa nggak bangunin aku? Kamu nggak papa kan?" Cecar Arfan dengan panik sambil memeriksa seluruh bagian tubuh Layla yang mungkin lecet atau terluka. Bukannya menjawab pertanyaan Arfan tangis Layla semakin menjadi.
"Sayang ada apa?" Ucap Arfan dengan kedua tangan merangkum wajah Layla, ia tatap netra Layla yang basah lalu mengusapnya lembut.
"Ini," desis Layla sambil membuka genggaman tangan kanannya, menunjukkan hasil alat test kehamilan tersebut.
Pandangan Arfan beralih dari netra Layla ke arah telapak tangannya yang terbuka. Tak bisa berkata-kata, Arfan hanya mematung dengan mata berkaca-kaca melihat 2 garis merah pada testpact tersebut, lalu menatap Layla untuk memastikan kebenaran dari apa yang dilihat.
"Iya," balas Layla menjawab pertanyaan dalam benak Arfan sambil menganggukkan kepala. Tangis Arfan pecah seketika lalu segera memeluk tubuh Layla dengan erat.
"Terima kasih Sayang," ucap Arfan berulang kali dengan menghujani kecupan di wajah Layla.
"Kamu istirahat dulu, aku buatkan teh panas agar tubuhmu hangat," ucap Arfan setelah mengganti baju dan menyelimuti tubuh Layla.
"Honey," panggil Layla lirih, Arfan segera berbalik kembali menghadap Layla.
Layla menepuk ranjang kosong di sebelahnya, tanpa bertanya Arfan segera naik ke atas ranjang menuruti keinginan Layla lalu menyandarkan tubuhnya pada punggung ranjang. Layla berpindah posisi lalu bersandar di dada bidang Arfan dengan manja.
"Aku hanya ingin memeluk dan mencium aroma tubuhmu," lirih Layla sembari menghirup aroma tubuh Arfan. Menenggelamkan tubuhnya ke dalam pelukan Arfan untuk mencari kenyamanan.
"Baiklah." Tangan Arfan membelai kepala Layla dengan lembut hingga ia merasakan hembusan teratur napasnya.
Kini Arfan mengerti penyebab perubahan sikap istrinya yang akhir-akhir ini semakin manja. Semua itu karena perubahan hormon di awal masa kehamilannya. Ucapan syukur pun tak henti-hentinya ia lafadzkan, ia berjanji akan menjaga amanah besar itu dengan hati-hati dan sepenuh jiwa dan raganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Contract Marriage (End)
RomanceLOVE SERIES #2 Blurb Layla Rahmawati tak menyangka jika jalan hidupnya akan serumit ini, ayahnya kena PHK lalu diputuskan pacar, dan sekarang ia dilema antara menerima atau menolak tawaran yang menggiurkan dari bosnya Arfan Alfarizi, ia hanya cukup...