Gadis itu terbangun dengan wajah pucat, sekitar jam 21.30. Dia melirik kamarnya yang sepi, hanya lampu tidur yang menyala. Dia pun turun dari ranjangnya, membuka pintu kamar melihat pemandangan malam. Begitu senyap, hawa yang dingin bisa menyentuh tubuhnya yang hanya berbalut baju yang tipis.
Dia pun menghela napasnya gusar, pasti semua sudah di kunci. Gadis itu pun mengeluarkan sebuah tangga lipat yang lumayan panjang.
Gadis itu sering kabur dari rumah dengan tangga tersebut, apalagi Satpam yang menjaga rumah mereka sering ketiduran membuatnya mudah untuk menghilang pergi dari rumah.
Dia menatap tangganya yang sudah panjang, dia pun menurunkan pelan-pelan tangganya.
"YOK BISA VINA! LO KELUAR DARI SINI!" gumamnya pelan menyemangati diri.
Seketika dirinya menaiki pembatas dari kamarnya, Travina turun dengan perlahan hingga akhirnya sampai di ujung tangga. Dia pun melipatkan kembali tangga tersebut, biar tidak ketauan oleh Papinya yang galak.
Jika kalian bertanya di mana Maminya Travina? Pasti akan mengira sudah meninggal, sedangkan yang terjadi Dena Maminya Travina mengalami koma karena tertabrak mobil.
Travina saat itu hancur saat mengetahui semua itu, hatinya bertambah sakit jika Abram melayangkan pukulan yang kuat. Dia pun mengendap-endap melewati pos yang terlihat Satpam tersebut tertidur sangat pulas.
Senyuman Travina mengembang karena dia bisa pergi dari sana, tanpa harus kabur dari naik pagar.
"Bye, rumah penuh api neraka!" gumamnya pelan meninggal karangan masion.
Di tempat lain, seorang lelaki duduk di pinggiran jalan. Tidak peduli orang mengira dirinya seorang pengemis, dia melirik jalan yang sepi di penuhi dengan kunang-kunang. Lelaki itu tidak sengaja untuk berhenti di sana, menurutnya sangat menenangkan jika di tempat sepi dari pada keramaian.
Dia bingung untuk mengobrol sama seseorang, sungguh dia salah satu orang tidak terlalu suka keramaian. Jika di sekolah pun dia memilih duduk sendiri di pojok ruangan atau lebih ke taman yang sangat sepi.
Kini lelaki itu duduk di pinggiran jalan, melamun sesuatu yang tidak kaitannya dengan apa yang terjadi. Apa yang di pikirkannya, hanya dia yang tau.
Setelah itu, dia menatap jalan yang sepi. Terlihat gadis berjalan dengan pelan, berambut cokelat terurai. Matanya menatap lekat ke arahnya, sungguh lelaki itu kaget. Di mana malam-malam begini malah berjalan sendiri.
Membuatnya bingung, gadis itu menggunakan masker jadi wajahnya tidak terlalu jelas. Karena dia ingin tau, lelaki itu menghampirinya.
Langkah kaki mereka sama-sama makin cepat, apalagi gadis itu tidak melarikan diri. Di saat sudah berhadapan, tatapannya mulai berubah cerah.
Matanya memicing, "Ngapain ke sini?" tanyanya sedikit datar karena mengetahui gadisnya berjalan sendiri tanpa siapapun.
"Pengen sendiri aja Ello, gue gak perlu bilang ke siapa-siapa," jawab Travina gadis yang berjalan sendiri membuat Gareth ingin tau.
"Termasuk gue?" sahutnya mengintimidasi. Travina menunduk, dia tidak bisa berkata-kata.
Gareth memegang pipi gadisnya, mereka saling bertatapan. "Ada masalah?" tanyanya membuat Travina terdiam.
Tapi tiba-tiba menghamburkan pelukan, tanpa bersuara. Terdengar suara isakan yang menyakitkan. Gareth tidak tau apa yang terjadi dengan gadis itu, dia pun mengelus lembut punggungnya. Menyalurkan pelukan hangat itu.
"JA-JAUHIN GUE ELLO!" jeritnya mendorong dada Gareth. Tapi Gareth memeluknya semakin erat.
Dunia serasa hancur jika melihat orang di sayangnya menangis. Gareth tidak tau kenapa, gadisnya pasti mempunyai banyak beban saat ini. Dia pun tidak ada niatan bertanya selain mengelus punggungnya sekali-kali memberi bisikan menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Aku Dan Kamu
Teen FictionGareth Balfi Ellovejer adalah anak yang di bilang aneh, bahkan banyak yang membullynya. Saat pertemuannya dengan Travina tidak berjalan mulus. Tapi dengan pintarnya Gareth meluluhkan seorang gadis yang galak sepertinya. Travina menarik napasnya dal...