Tepat jam 12 malam, seorang gadis merasa tenggorokannya kering. Dia pun melirik jam di dinding, gadis itu menghela napasnya gusar.
Gadis itu pun bangkit dari ranjang untuk mengambil sebuah air minum di dapur, jaraknya tidak terlalu jauh membuatnya harus pergi kesana sendiri.
Setelah sampai dia pun meminumnya hingga tandas membuatnya terkejut ada seseorang memeluknya dari belakang. Minyak wangi yang berbau mint menyeruak di hidungnya. Dia mengetahui itu siapa, membiarkannya begitu saja. Merasakan nyaman mendalam jika bersama lelaki itu.
"Gue mau bawa lo ke suatu tempat," bisiknya pelan dari belakang.
Travina menoleh terlihat lelaki itu tersenyum lembut, bahkan hidung mereka menyentuh satu sama lain.
"Mau kemana Ello? Udah malam ini," balas Travina menatap lembut mata hitam legam Gareth.
"Lo gak bosen di rumah terus?"
"Iya bosen sih, tapi gak semalam ini Ello," jawabnya pelan. Travina berdengus dengan tingkah aneh Gareth.
Bukan membalasnya, tapi Gareth menggendong Travina seperti karung beras. Tidak memedulikan jika gadis itu memberontak, ini hak dia tidak boleh diganggu gugat.
Travina hanya pasrah di lakukan seenaknya oleh Gareth. Lelaki itu membawa Travina ke kamarnya, mungkin dia mau tidur bukan pergi ke luar, pikir Travina.
Dia pun di turunkan sebentar, Gareth memakai bajunya dan memberikan sebuah jaket besar untuk Travina pakai.
Dengan cepat Gareth melakukan aksinya lagi membawa gadisnya seperti karung beras, sungguh kehidupan Travina hanya bisa menerima keadaan.
"Apaan sih! Mau kemana sebenarnya," kesalnya memukul pelan punggung Gareth.
Tapi senyum itu merekah dengan sendirinya, tidak peduli kalo Travina memukulnya berkali-kali. Hingga di lantai bawa, Gareth mengambil kunci mobilnya dan memasuki garasi. Menurunkan gadisnya di dalam mobil, Travina merucutkan bibirnya kesal.
"Ya gak semalam ini loh Ello! Besokkan bisa," ujarnya mendengus, tapi lelaki itu diam. Tidak peduli ucapan gadisnya.
"Ishh, Ello turu-"
Sebelum ucapannya di lanjutkan, mata Gareth menatap dengan sinis ke arahnya. Travina yang di perhatikan seperti itu takut, memilih menunduk dari pada kena amukan Gareth.
"Lo bisa ketauan, kalo kita perginya saat siang. Om Abram bakal tau kalo lo berada di rumah gue," jelasnya masih fokus di depan jalanan.
Mereka sudah keluar dari sana dari tadi, Gareth hanya diam tidak memberi penjelasan lagi. Cukup itu saja, membiarkan Travina berpikir sendiri.
"Maaf, gue gak tau. Lo mikirinnya sejauh itu," ucapnya menunduk, Travina tidak berani mendongak karena ini kesalahan besar buat nantinya.
Gareth bukannya marah, tapi dia menoleh tersenyum hingga mengelus puncak kepala Travina. Kadang membenari rambut gadisnya itu.
"Ini keselamatan lo, jadi harus di rencanakan."
Tidak ada kata sepatah pun keluar dari mulut Travina hanya anggukan pelan, Gareth senang jika gadisnya penurut seperti ini sekarang.
Setelah 1 jam kemudian, terlihat jalan kosong tidak ada orang melewatinya. Tempat di mana Gareth menemukan gadis itu menangis tersedu-sedu, Travina melongo memperhatikan jalan yang penuh luka itu.
"Ngapain ke sini sih?" gerutu Travina membuang wajahnya ke lain arah.
Tanpa basa-basi, Gareth turun dan mendekati pintu sebelah. Menarik paksa Travina keluar, tidak butuh lama. Mereka berdua sudah berada di atas perumputan, Gareth memang pemaksa jadi dia harus menuruti kemauan lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Aku Dan Kamu
Teen FictionGareth Balfi Ellovejer adalah anak yang di bilang aneh, bahkan banyak yang membullynya. Saat pertemuannya dengan Travina tidak berjalan mulus. Tapi dengan pintarnya Gareth meluluhkan seorang gadis yang galak sepertinya. Travina menarik napasnya dal...