Setelah pertemuan hari itu, Aldi tak lagi menjemput Nanda ke sekolah. Tidak hanya itu, Aldi bahkan enggan menyapa Nanda saat mereka tak sengaja berpapasan di koridor. Gadis bersurai sepinggang itu menghembus pelan napasnya, sejujurnya ia sedih dengan hubungan yang terbilang asing ini. Tapi jika ia membawa hubungan lebih jauh bersama Aldi, ia takut jika laki-laki itu akan membencinya, terlebih apapun nantinya.
Pada pagi itu juga Aldi dengan tim basket persiapan keberangkatan untuk perlombaan basket tingkat SMA. Seluruh murid SMA Negeri 4 Jakarta kini berburu ke lapangan untuk doa bersama.
Mata Nanda bertemu dengan Aldi yang baru saja mengalihkan pandangan darinya. Ia tersenyum kelu, perjuangannya selama ini untuk membuat Aldi membencinya berhasil.
Nanda ingat betul saat pertama kali Aldi membawanya berkenalan. Kala itu ia terlambat di hari kedua MOS karena perutnya yang keram. Dan Aldi pun begitu, laki-laki itu sama terlambatnya dengan Nanda.
"Bang Bang Bang kiri kiri, Bang!" ucap Nanda pada supir angkot bertopi cokelat pagi hari itu. Ia kemudian turun setelah memberikan dua lembar uang dua ribu, dan menutup kepalanya dengan ransel agar tak terlalu basah terkena air hujan.
Nanda berdecak saat melihat gerbang hitam tinggi itu terkunci rapat dengan rantai. Ia celingukan melihat isi penghuni sekolah yang telah ramai di lapangan in door tanpa dirinya.
"Terlambat juga?"
Nanda mengangguk setelah memasang ranselnya di punggung. Ia yakin anggota osis akan menghukumnya nanti. Gadis itu lalu menatap Aldi yang bernasib sama dengan dirinya saat itu.
"Kenapa kamu bisa terlambat?"
"Oh... Kesiangan tadi," balasnya begitu santai sembari menatap arloji dan bersandar pada tembok yang tak terkena air hujan.
Nanda menyipitkan mata dan berdecih di dalam hati. Ia kemudian berpikir keras agar bisa masuk ke dalam tanpa dapat hukuman dari para OSIS yang... Menyebalkan.
"PAK NARTO, TOLONG BUKA GERBANGNYA!" Nanda berteriak tak kalah nyaring dengan suara hujan deras pagi itu, sedangkan Pak Narto ia terus terlelap tanpa tahu dengan keberadaan Aldi dan Nanda yang terjebak dibalik Gerbang.
"Pak Narto tuh suka tidur ya," ucap Aldi masih dengan posisi sama, bersandar pada dinding tapi kali ini ia meminum susu kotak rasa cokelat.
"Nih minum susu dulu, mau stroberi apa cokelat?"
Nanda menatap dua susu kotak di tangan kanan Aldi, kemudian berganti menatap laki-laki itu dengan tampang malas. "Aku nggak ada waktu minum susu, apalagi milih rasa cokelat dan stroberi."
Aldi nampak mengangkat salah satu alisnya, keheranan.
"Enak dua-duanya," imbuh Nanda memutar kedua bola matanya dan melipat tangan ke dada. Aldi terkekeh gemas, kemudian memasukkan susu rasa cokelat ke dalam kantong berjaring pada ransel bagian samping milik Nanda dan memberikannya rasa stroberi.
"Bilang dong dari awal."
"Gue Aldi," ia membawa Nanda bersalaman. Kemudian Gadis itu menerimanya, menyatukan tangan keduanya setelah meneguk susu. "Nanda."
Gadis itu tersenyum girang. Ia pikir setelah itu bebannya tak terasa begitu berat setelah bertemu sosok teman seperti Aldi. Dia asik, meski terlihat menyebalkan.
Namun perkiraan Nanda salah, dua bulan setelah pertemuan mereka yang mulai dekat, Aldi malah menyatakan perasaan padanya. Tak bisakah hanya ada pertemanan diantara pria dan wanita di dunia ini? Nanda hanya ingin istirahat dari sebuah hubungan dan enggan memulai hubungan baru.
"Maaf Aldi, aku ngga bisa. Aku pikir dengan kita temenan itu sudah lebih dari cukup," Nanda kemudian beranjak dari meja yang mereka duduki di atap sekolah pada istirahat kedua.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDA - Park Jeongwoo
Teen FictionBerkisah tentang Nanda, seorang gadis SMP kelas tiga yang sudah lulus beberapa hari lalu. Ia harus berjuang dalam hubungan jarak jauh dengan sang pacar yang melanjutkan studi ke Swiss dalam tiga tahun. Akan tetapi, keduanya malah membuat kesalahan f...