Sebulan begitu lajak berlalu, jalinan Aldi dengan Lukman mulai membaik, pun dengan Gilang. Aldi menjadi teman baru untuk Gilang bercerita perihal hubungannya bersama Nanda yang selalu Aldi dengarkan tanpa tahu siapa sosok gadis itu.
Hari ini Aldi menyempatkan diri mengantar Gilang ke Bandara, laki-laki itu berpamitan dengan Aldi, ia kembali sendiri ke Swiss tanpa Lukman dan Tina yang masih ada pekerjaan di Jakarta.
"Al, thanks, lo udah bisa nerima gue, cerita gue, bahkan keluh kesah gue," ucap Gilang menenteng jaket jeansnya di pergelangan tangan bersama koper yang ia jinjing.
"Santai aja kali, gue yang harusnya terimakasih. Lo yang nerima gue." Aldi menepuk pundak Gilang.
Gilang kemudian melepas koper hitamnya dan mengeluarkan amplop dari saku celana. "Oh iya, Al. Gue titip ini buat cewe gue ke lo, ya."
"Dia udah nggak mau lagi kan ketemu gue, jadi gue cuma bisa kasih dia surat."
Aldi menerima amplop itu—"Kocak lo, Lang. Gimana ceritanya gue ngasih, kalo selama ini lo curhat bilangnya cewe gue, cewe gue, bidadari gue," ledeknya.
Gilang terkekeh menepuk bahu saudaranya itu. "Iya lo bener, tapi tenang aja. Gue udah siapin semuanya di dalam amplop itu. Foto sama alamat rumahnya."
Aldi hanya mengangguk membulatkan bibirnya. "Santai, nanti bakal gue kasih. Yaudah noh pesawat lo mau jalan, ntar ketinggalan lagi lo."
"Yaudah, Al. Gue jalan dulu, sekali lagi thanks ya."
Aldi hanya mengangguk menangkup kedua netranya. Selain karena ketulusan membantu saudara tirinya itu, ia juga ingin membantu kekasih Gilang yang entah setertekan apa tanpa sosok Gilang di sampingnya selama ini. Terlebih, Aldi begitu merasa iba pada gadis itu saat Gilang mengatakan bahwa ia terpaksa berhubungan dengan Hanni.
•••
Aldi sampai di rumahnya, seminggu terakhir ia bermalam di rumah Lukman. Meski awalnya menolak ajakan Tina karena merasa tidak enak, Aldi akhirnya luluh juga ketika Lukman dengan Gilang bersikeras merayunya.
Sampai di kamar, Aldi merebahkan tubuhnya di kasur, ingin membuka surat yang tadi Gilang berikan padanya. Namun, ia mengurungkan niat awal itu ketika ponselnya berbunyi nyaring.
"Al, lo buka pesan dari gue, cepat!" Suara Jianto menyeruak nyaring ke dalam gendang rungu hingga Aldi memberikan jarak antara ponsel dengan telinganya.
"Ada apa sih, Ton? Lo kalo ngomong bisa nggak santai?"
"Nggak bisa, gue nggak bisa santai kalo masalah ini! Cepet lo buka deh link yang gue kasih, lelet banget sih lo dibilangin juga!"
Aldi langsung saja mematikan sambungan telepon itu. Serta merta, ia menekan tautan yang dikirim Jian. Matanya yang tadi menyipit karena kesal dengan pemuda itu kini membola sempurna, betapa ia terperangah menatap gadisnya, cintanya, menjadi sorotan penghuni media cabul karena foto bersifat pribadi milik gadisnya tersebar. Dan lagi, sang pengirim menyelipkan narasi lucah akan foto itu.
"Kurang ajar!"
Dilihat dari profil pengirim, salah satu dari teman seangkatannya—Aiden— yang tak ia kenal betul bagaimana sifatnyalah yang menyebar foto itu. Padahal, pikirannya langsung menuju pada Rey atau tidak pada Santi yang betul betul membenci Nanda. Lalu kenapa Aiden, apa masalah Nanda pada pemuda itu?
Aldi menyimpan kembali ponselnya dan mengambil jaket serta kunci motor yang bergantung di sebelah lemari. Tanpa sadar, ia membiarkan surat yang diberikan Gilang terjatuh di lantai.
Aldi melaju ke kediaman Nanda yang ia yakini gadis itu akan merasa cemas karena ulah Aiden. Meski pertanyaan mengapa Aiden berbuat seperti itu terus berputar di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDA - Park Jeongwoo
Teen FictionBerkisah tentang Nanda, seorang gadis SMP kelas tiga yang sudah lulus beberapa hari lalu. Ia harus berjuang dalam hubungan jarak jauh dengan sang pacar yang melanjutkan studi ke Swiss dalam tiga tahun. Akan tetapi, keduanya malah membuat kesalahan f...