0.22 Kamu atau Dirinya

43 12 0
                                    

Sudah tiga jam Gilang duduk di kasur hanya untuk mencari user media sosial milik Erick. Berharap, ia akan menemukannya dan yang pasti menanyakan bagaimana keadaan kekasihnya. Nanda.

Mata Gilang membola sempurna saat ia menjumpainya. Akun instagram sepuluh ribu pengikut dengan foto-foto Erick itu telah ada di hadapannya.

Tepat saat ingin mengiriminya pesan, Gilang mendapat telepon dari Hanni. Ia membuang napas seraya memejamkan mata, berniat tidak ingin menerima panggilan itu.

Tapi...

"Halo, Han. Ada apa?"

"Halo Gilang! Emm... Aku mau ngundang kamu buat makan malam ini, kamu bisa kan?" pinta Hanni terdengar penuh harap

"Mama Papa aku juga berharap kamu dateng, loh," imbuhnya lagi.

Gilang diam tak menjawab beberapa detik, ia mengatup kedua netranya dan memijat kening, frustasi. Bagaimana bisa Hanni bertindak sejauh ini pada dirinya disaat ia benar-benar ingin menjauh.

"Aku..."

"Gimana, bisa kan? Soalnya tadi aku hubungin Papa kamu katanya kamu nggak ada acara malam ini."

"See you nanti malam," itu kalimat terakhir sebelum Hanni menutup telepon. Gilang bahkan belum menjawab apapun dari pertanyaan itu. Menerima atau tidak, ia bahkan belum mengatakannya.

Laki-laki itu lalu keluar dari kamar dan menemui Lukman yang berada di ruang kerja. Ia membuka pintu dengan kasar, yang pasti Lukman terkejut akan perbuatan sang anak. "Gilang, kamu ini nggak ada sopan-sopannya masuk seperti itu!"

"Lebih nggak sopan mana aku sama Papa? Nerima undangan tanpa nanya orang yang bersangkutan. Papa pikir aku mau gitu?"

Lukman beranjak dari kursi seraya melepas kaca mata, ia tahu akan kemana puncak topik obrolannya dengan putranya itu. "Apa salahnya mengaitkan tali persaudaraan?"

Gilang tertawa hina—"Sejak kapan Papa ngerti soal persaudaraan?"

Laki-laki jangkung itu kemudian berpaling, berdiri di ambang pintu menghadap keluar. "Oke, aku bakal datang."

"Tapi jangan pernah untuk berpikir, dengan pertemuan aku dan keluarga Hanni malam ini buat aku berpaling dari Nanda," setelah kalimat itu keluar dari bibir tipisnya, Gilang lalu keluar. Membiarkan pintu terbuka lebar.

•••

"Halo!" sapa sumrigah sang pemilik rumah, setelah Gilang mulai melangkah pada ubin putih berkarpet merah.

Laki-laki itu tersenyum singkat kemudian mengikuti langkah Hanni yang mendahuluinya, meski sesekali gadis itu ingin berjalan beriringan dengannya.

"Aku senang kamu datang, aku pikir dengan kedatangan kamu malam ini kita bisa makin dekat," ungkapnya tanpa terbata. Seolah, kalimat itu telah ia siapkan untuk Gilang.

"Maksud kamu makin dekat?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, bukannya menjawab, Hanni malah menghiraukan Gilang dengan menyapa Mamanya yang menghampiri mereka berdua.

"Halo Gilang, kita bertemu lagi," sapa Lita pada Gilang. Laki-laki itu tersenyum sangat singkat seraya menunduk menyapa wanita itu.

"Ma, aku ke belakang dulu mau nyiapin sesuatu buat Gilang," ucap Hanni sedikit malu.

Lita tersenyum menggoda kemudian mengangguk membiarkan Hanni pergi meninggalkan keduanya di ruang tamu yang teramat luas itu. Kecanggungan akhirnya menyelimuti keduanya, hingga akhirnya Lita menyuruh Gilang untuk duduk.

"Makasih, Tante," jawabnya.

"Gilang mau minum? Atau mau dibuatin jus?"

Gilang menggeleng—"Nggak usah, Tante. Saya diundang ke sini sama Hanni buat makan malam, jadi mungkin nanti minumnya sekalian aja," balas Gilang sungkan.

ALANDA - Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang