Aldi mengambil kunci mobil yang bergantung di sebelah foto keluarga, tangannya kemudian terulur untuk mengambil foto persegi itu. Senyumannya mengambang sempurna setelah menatap dirinya dan kedua orang tuanya, meskipun Aldi sudah bertemu dengan Lukman, Papa kandungnya. Ia berjanji dalam hati untuk tidak akan pernah melupakan Wisnu dan Ranti.
Aldi menjalankan mobilnya, malam itu ia menerima ajakan Tina dan Lukman untuk kembali berkunjung ke rumahnya dan melaksanakan dinner. Setelah menempuh jalan yang tak jauh dari kediamannya, Aldi telah sampai di rumah mewah itu. Di sana juga ada Gilang yang duduk di samping Tina dengan baju kemeja dan kacamata yang terpaut di hidungnya.
Aldi merasa canggung dan tidak enak dengan kedatangannya, tidak terbalut oleh amarah seperti pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah itu. Hanya saja ia merasa seperti orang yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah keluarga Lukman. Namun, kecanggungan itu berakhir setelah ia disambut hangat oleh Lukman, Tina dan Gilang. Ketiga orang itu menyapanya hangat dan mempersilahkannya duduk di seberang Gilang.
Gilang akhirnya mengangkat tangan, untuk bersalaman dengan adik tirinya itu. Aldi hanya tersenyum sangat tipis, nampak tak suka tapi juga harus terlihat biasa saja agar tak terjadi keributan lagi antara dirinya dengan Lukman.
"Gilang," ujarnya.
"Aldi."
Hening sebentar sebelum akhirnya Lukman memulai obrolan mereka. "Ayo kita makan dulu," ucapnya menunjuk beberapa menu makanan yang telah tersedia di atas meja.
"Menu kali ini khusus dari cheff ternama karena menyambut kedatangan Aldi, loh," ujar Tina kepada Aldi, laki-laki itu hanya tersenyum tipis tak memberi respon lebih.
Satu keluarga itu akhirnya makan malam bersama. Beberapa menit mereka hanya dihabiskan untuk menyantap daging panggang, dan hanya ketukan antara garpu, pisau, dan piring yang terdengar sampai akhirnya Tina kembali membuka obrolan.
"Mama juga ikut cheff masak, loh," ujarnya girang sesekali menyapu keheningan di malam itu.
Gilang tersenyum kemudian menaikan kacamatanya yang menurun. "Masakan Mama nggak pernah gagal," balasnya.
"Jangan salah, Lang. Mama kamu ini, pas muda ikut kelas tata boga," imbuh Lukman.
"Ko aku baru tau?"
"Soalnya nggak jago. Evalusi terakhir kelas masak, mama kamu ini bikin orang yang cobain masakan dia jadi diare," ucap Lukman terkekeh sembari menyuap selada ke mulutnya. Sementara Gilang hanya tertawa melihat raut wajah Tina yang nampak malu.
Menyaksikan hal itu membuat Aldi semakin tak nyaman, daging panggang yang dimasak oleh koki ternama pun terasa tidak ada artinya. Akan tetapi, Tina kemudian tersadar sudah membiarkan Aldi terdiam sejak tadi. Padahal awal mula ia membuka obrolan itu agar membuat Aldi tidak merasa canggung. "Kalo Aldi, ikut ekskul apa di sekolah?" tanya Tina.
Aldi yang ditanya kemudian menatap wanita di seberangnya itu—"Saya basket sih, Tante."
"Ko Tante? Mama aja, sekarang kamu juga jadi anak saya, kan?"
Lukman melepas garpu serta pisau, lantas menatap Aldi yang duduk di samping kanannya. "Aldi... Papa minta maaf ya. Papa sudah membuat kekecewaan untuk banyak orang. Mama kandung kamu, kamu, Gilang, dan Mamanya," ujarnya menunduk.
"Papa emang laki-laki brengsek, tapi kalian jangan ikutin pepatah orang jaman dulu, ya. Kalian harus jadi orang yang berpendidikan dan bermoral," pesan Lukman menatap Gilang yang enggan menatapnya.
Gilang tahu betul apa yang disampaikan Lukman adalah sebuah sindiran untuknya. Namun, Lukman tak lagi bisa berkutik ketika Gilang mengetahui bahwa Papanya pun tukang hamili anak orang. Mau semarah apapun Lukman pada Gilang, harusnya ia lebih dulu menyalahkan dirinya sendiri.
•••
Gilang dan Aldi berdiri di tepi kolam berenang. Sejak makan malam keluarga itu selesai, Lukman dan Tina membiarkan kedua putranya untuk mengobrol, alih-alih terus berdiam diri dan berakhir menjadi asing.
"Lo udah lama di Swiss?" tanya Aldi.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Aldi, Gilang menghembus asap vape yang dihisapnya. Sejak dekat dengan Hanni, laki-laki itu menjadi stres dan menjadikan vape sebagai alat untuk mengurangi kekacauannya itu.
"Lulus SMP, gue langsung ke Swiss. Bokap yang bawa gue," balasnya. Aldi hanya mengangguk, antara bungung mau menanyakan apa lagi dan merasa canggung karena statusnya yang kini menjadi adik dari Gilang.
"Lo sendiri, dari kapan tinggal sama bokap nyokap lo?"
"Dari kelas empat SD."
Gilang pun mengangguk, ia kemudian mendatangi Aldi yang duduk di gazebo lalu duduk di sampingnya sambil menyantap kembali rokok elektrik. "Gue mau bilang makasih."
Aldi lantas menyatukan alis, bertanya-tanya apa yang membuat Kakak tirinya itu berkata demikian kepadanya. Padahal kehadiran Aldi sendiri membuat keluarganya menjadi kacau.
"Selama ini gue selalu minta sama Papa buat kembali ke Jakarta, tapi selalu dilarang," ia terkekeh kemudian menghadap ke Aldi. "Gue punya cewek, Al. Pas gue tinggalin, dia lagi hamil anak gue."
"Lo pasti nggak kaget karena tau gue nurunin siapa," sambungnya, menghirup kembali vapenya dan menghembuskan asap itu menjadi bulat ke udara kemudian menghilang. Sementara Aldi masih terdiam dengan semua yang ia dengar.
"Terus, kapan lo mau nemuin dia?" Aldi bertanya kemudian.
"Gue belum tau, selama tiga tahun ini gue nggak kasih dia kabar apapun," ia membuang napas sebentar— "Pasti anak gue juga udah bisa jalan sekarang," ucap Gilang, tersenyum membayangkan betapa menggemaskan putri kecilnya.
"Ternyata brengsek lo nggak tanggung-tanggung, ya?" Aldi terkekeh, tapi sungguh, ia benar benar kesal dengan pengakuan itu.
"Lo... Nggak marahin gue?"
"Buat apa gue marahin lo? Selama ini gue
selalu ngeyakinin diri gue sendiri buat bisa maafin orang tua kandung gue yang udah ngebuang gue.""Ngebuang gue loh."
"Masalah lo ya masalah lo, gue nggak mungkin ikut campur selagi itu nggak ngusik kehidupan gue."
Gilang menepuk pundak Aldi, mendengar ucapan itu membuatnya sedikit malu.
Aldi melepas lengan Gilang yang masih terpaut di pundaknya. "Nggak usah bertindak seolah-olah lo lebih tua dari gue."
"Kenyataannya emang gitu."
"Lebih tua lima bulan doang."
"Yang pasti gue lebih tua dari lo, jadi lo harus punya adab sama gue."
"Dih, nggak mau!"
"Heh berani lo ya, gue abang nih!"
Keduanya berakhir berkelahi kecil lalu kembali tertawa bersama, memilih untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya, layaknya dua saudara yang lama tak berjumpa. Mungkin mereka selalu bertanya tanya akan kenyataan tentang kehidupan yang tak terduga dan tak sejalan dengan apa yang mereka harapkan. Tapi percayalah, tak selamanya apa yang ditakdirkan akan berjalan buruk.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDA - Park Jeongwoo
Teen FictionBerkisah tentang Nanda, seorang gadis SMP kelas tiga yang sudah lulus beberapa hari lalu. Ia harus berjuang dalam hubungan jarak jauh dengan sang pacar yang melanjutkan studi ke Swiss dalam tiga tahun. Akan tetapi, keduanya malah membuat kesalahan f...