Setelah menerima pesan, Santi tersenyum licik kemudian kembali bersama laptop dan tugas-tugas lesnya. Lalu, sorot matanya beralih pada sosok lelaki jangkung yang ia sebut...
"Papa, minum lagi?"
Pria setengah mabuk itu lalu melempar amplop tebal pada sang anak. "Kasih Mama lo! Capek gue dibilang nggak guna terus sama dia!" ucapnya, kemudian melangkah menuju meja makan.
"Dimana Papa dapat uang?"
"Nggak usah banyak bacot deh lo, sana beli makan gue laper!"
Ia lalu mengangguk dan ingin beranjak dari meja depan sofa. Akan tetapi, sang Ibu yang baru datang langsung merampas amplop berisi uang tersebut dengan sedikit kasar. "Kamu belajar aja, biar Mama yang simpan uang ini!"
"Tapi, Papa nyuruh aku beli makan-"
"Nggak usah!" balasnya cepat. "Ini uang udah Mama iming-imingin dari kapan tahun, tapi Papa kamu yang kerjaannya minum aja itu baru sekarang kasihnya!"
"Tapi, Ma?"
"Belajar! Lusa ujian, kamu mau jadi apa? Mau kalah lagi sama anak itu, iya!?"
"Bacot banget sih lo bedua!" sahut Danu mulai pening. Ia terlihat menyeramkan dengan gelas kaca yang ingin melayang ke arah istrinya. "Sekali lagi lo ngomong, gue lempar nih ke muka lo!"
"Lempar aja, lempar! Kamu pikir aku takut sama orang pemabuk kaya kamu, orang nggak guna! Cari kerja nggak becus, gimana mau menghidupi keluarga!"
Prang
Gelas kaca yang dilempar Danu sukses membuat luka di pergelangan sang istri—Sasmita. Santi mengalihkan sorot matanya, menghindari pemandangan yang terlalu sering ia lihat setiap harinya.
•••
Hari ujian semester telah tiba. Di dalam kelas, Santi memandang tajam ke arah Nanda yang terlihat sama sekali tak bersemangat, ia yakin betul, semester ini Nanda akan kalah darinya.
Sementara Aldi, ia ingin memastikan apa yang ia dengar saat di rumah sakit tempo hari kepada Nanda. Namun, aneh juga, menanyakan hal yang sangat tidak masuk akal kepada Nanda secara sekoyong-koyong. Yang ada, Nanda akan lebih membencinya.
Aldi menggeleng kepala, menyapu dengan bersih pikirannya akan hal itu, meski beberapa hari kebelakang ia terus merenunginya. Laki-laki itu lalu kembali dengan secarik kertas dan memberikan bulatan hitam pada abjad C.
Prak
Seluruh perhatian kini tertuju pada kursi nomor dua barisan ketiga—meja Santi. Ponselnya terjatuh, yang kalau dilihat dengan jelas dia membaca situs tanya jawab soal Matematika—pak hari ini memang Matematika.
Ia bergegas mengambil kembali ponselnya, sebelum sang Guru Killer mengetahui apa yang ia lihat. Santi menatap tajam laki-laki culun berkaca mata, yang ia tahu pencinta kartun jepang. Ia menatapnya penuh intimidasi, seolah mengatakan; Awas kalo lo cepu!
"Simpen dulu ponselnya," ucap si Guru Killer, Santi merasa beruntung karena Bapak Guru tua itu tak mengalihkan pandangannya dari kertas absensi yang baru selesai ditanda tangani.
Istirahat pun tiba, Jianto Baskara atau kerap dipanggil Tono oleh Aldi pun datang. Seperti biasa, mengajak kawannya itu pergi ke kantin bersama.
Ada satu fakta yang menarik. Sebenarnya, nama Tono itu hanya Aldi yang memanggil, siswa siswi lain termasuk para guru memanggilnya Jian, awalnya ia memang tidak terima dengan panggilan Aldi yang beda sendiri dan lagi nama Tono sangat jauh dari nama aslinya, tapi karena keterusan jadi kebiasaan.
Jian datang bertepatan dengan kedatangan Erick yang juga datang menjumpai Nanda. Laki-laki itu benar-benar mengacuhkan pacarnya sejak kejadian pekan lalu, saat insiden baju Nanda yang robek dan terkunci di kamar mandi, ia pikir dengan itu Santi akan jera dan merenungi kesalahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDA - Park Jeongwoo
Teen FictionBerkisah tentang Nanda, seorang gadis SMP kelas tiga yang sudah lulus beberapa hari lalu. Ia harus berjuang dalam hubungan jarak jauh dengan sang pacar yang melanjutkan studi ke Swiss dalam tiga tahun. Akan tetapi, keduanya malah membuat kesalahan f...