0.23 Buku Catatan Hanni

39 10 0
                                    

"Dokter bilang, waktu Hanni nggak bertahan lama lagi, Lang."

"Tante sedih, karena selama ini nggak bisa kasih dia banyak kebahagiaan dan memberikan apa yang dia impikan," lirih Lita mengadahkan wajahnya, berupaya sekuat mungkin untuk menyembunyikan air mata.

Wanita itu kemudian memberikan sebuah buku kecil berwarna merah muda pada Gilang siang hari itu di sebuah restoran. "Yang paling membuat Tante sedih adalah setelah Tante baca buku ini. Di dalam buku ini semua keinginannya, Hanni tulis," ucapnya, buku itu kemudian diterima oleh Gilang lalu ia mulai membukanya di halaman pertama.

Terdapat gambar Anggara, Lita, serta Hanni yang berfoto dengan manusia salju di tahun pertama sekolahnya. Gadis itu menulis keinginan pertamanya pada halaman pertama, yang bertulis: Foto bareng manusia salju sama Mama Papa, dan memberi tanda ceklis di bagian akhir kalimat.

Gilang lalu mengurut pelipis, saat mendapati namanya terdapat pada daftar harapan ke-17: Ingin punya pacar di umur ke-18 dan menjadikan Gilang sebagai pacar pertama dan terakhir. Kalimat itu tentu belum dikasih tanda ceklis oleh Hanni.

Ia lalu menutup buku tersebut dan menatap Lita, kemudian mengembalikannya. "Kalau boleh terus terang, sebenarnya saya sudah punya pacar di Jakarta, Tante. Saya hanya nggak mau mengecewakan dua orang yang terkait akan hal ini. Tante mungkin ingin memberi kebahagiaan untuk Hanni, tapi saya nggak bisa melukai perasaan pacar saya."

"Dan lagi, bukannya dengan rencana ini malah membuat Hanni makin sedih?"

Gilang berdehem—"Maksud saya, Tante seolah-olah mengontrak saya untuk menjadi pacar Hanni. Yang mana konteksnya di sini cinta sepihak," jelas laki-laki itu.

"Tante tau ini salah, tapi cuma ini yang bisa kita lakukan," Lita kemudian menyatukan telapak tangan—"Tante mohon sama kamu, Gilang. Tolong bantu Tante ngasih kebahagian untuk Hanni disisa umurnya yang singkat ini," pintanya memohon beserta raut yang menyedihkan.

Gilang tentu merasa iba pada wanita itu, ia akhirnya membuang napas berat dan mengangguk ragu sebagai jawaban. "Akan saya usahakan."

Lita tersenyum senang mendapati balasan yang sesuai dengan harapan. Lalu berterimakasih banyak pada pada laki-laki itu.

"Tante punya rencana, untuk memulai ini?" tanya Gilang setelah meneguk es lemonnya.

Lita mengangguk, kemudian kembali membuka buku bersampul merah muda itu dan memperlihatkan gambaran Hanni akan bunga matahari yang ia tulis dengan pensil—"Hanni suka bunga matahari. Dia selalu bilang, kalau bunga matahari itu melambangkan kehangatan dan kasih sayang," jelas wanita itu menatap gambaran yang dilukis putrinya.

•••

Keesokan siangnya Hanni terpenjat, saat menerima sebuah pesan dari Gilang yang ingin mengajaknya jalan pukul tujuh malam. Gadis itu lantas terdiam kaku sesaat, sebelum akhirnya ia kegirangan di atas kasur berukuran king size berwarna merah muda.

"oh god, is this for real?" katanya, sembari membaca ulang pesan yang ia terima menit lalu dari sang pujaan hati. Gilang.

Hanni dengan semangat langsung masuk ke dalam ruangan khusus pakaian dan aksesorisnya. menatap puluhan baju yang bergantungan, membuatnya bingung setengah mati, apa yang harus ia pakai malam itu untuk bertemu Gilang.

Telunjuknya tegeletak pada dagu, seolah ikut berpikir sembari netranya berkelana dengan puluhan pakaian bermerek miliknya. Matanya kemudian berhenti pada gaun ungu muda bermodel sabrina. Langsung saja Hanni mengambil baju itu dan menatap dirinya pada kaca besar di samping lemari, ia tersenyum lebar saat menatapi betapa menakjubkan dirinya. Sangat cantik.

Hanni akhirnya bersiap dan melaju ke kamar mandi, berendam di dalam bak mandi yang tercampur dengan beberapa wewangian. Ah melihat Gilang yang mulai mendekatinya, nampaknya rencana yang disusunnya bersama Lita bekerja dengan baik.

ALANDA - Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang