"Kamu keren, deh," ucap Nanda setelah menyuap bubur ayam ke mulutnya, sementara Aldi mengerutkan kening bertanya-tanya apa yang membuat Nanda berkata demikian untuk dirinya.
"Keren apanya?"
"Keren karena bisa berdamai dengan orang tua kamu. Kalau aku jadi kamu mungkin bakal sulit nerima semua ini," balasnya kembali menyuap bubur yang tak diaduk itu.
"Semua ini juga berkat kamu, Bunda, sama Bu Ita. Cuma kalian yang bisa aku percaya untuk ngambil keputusan," ungkap Aldi tersenyum melihat raut Nanda yang juga tersenyum kearahnya.
Aldi membuang napas sembari meletakan kembali semangkuk bubur yang telah habis itu di bangku plastik. "Meskipun kamu belum sepenuhnya bisa aku miliki, tapi, makasih ya sudah mau menerima ceritaku."
Nanda terdiam, ikut meletakan mangkuk bubur ayam yang sudah habis itu ke bangku plastik. Ia kembali merasa bersalah karena ucapannya tempo hari saat mengusir Aldi untuk jauh jauh dari hidupnya, ia memang salah karena terbalut emosi yang membara ketika mengetahui penyakit yang diderita Denada. Putrinya.
Nanda berdehem untuk mencairkan suasana. "Maaf..."
"Ucapanku waktu itu... Aku benar-benar kalut karena emosi."
Aldi tersenyum ke samping, menatap Nanda yang cantik luar biasa saat manyun seperti itu. "Santai aja kali, aku udah biasa di tolak kaya gitu sama kamu, ngapain kamu minta maaf segala?"
Kemudian Aldi berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah gadis itu. Nanda mendongak, sebelum menatap Aldi dengan heran ia menatap lengan berotot itu sebentar.
"Kemana?" tanya Nanda.
Aldi kemudian merogoh kantong celana bahannya dan memberikan kartu masuk dufan pada gadis itu. "Kamu free kan?"
•••
Nanda menengadah, menatap dunia fantasi yang kini tepat di depan matanya. Wah merupakan satu kata yang sekilas ia ucapkan ketika mengamati betapa menakjubkan Ancol pagi minggu hari itu.
Aldi melirik sekilas gadis di sampingnya yang sibuk mendelik dengan bibir merah muda terbuka sempurna. Tangannya kemudian terangkat untuk menyentuh dagu lancip Nanda dan menangkup kedua mulut gadis itu.
"Takutnya lalat masuk," cemooh Aldi tertawa menutup mulutnya, teramat gemas dengan Nanda yang malu akan tingkahnya sendiri.
"Mau jajan dulu atau langsung naik?" tawar Aldi menunjuk roller coster melintang di atas rel tinggi yang bentuknya tak karuan itu.
Nanda meneguk kasar ludahnya usai mengikuti arah pandang Aldi. "Nggak mau naik komidi putar aja?"
Aldi kembali tertawa mengusap gusar pucuk kepala Nanda, menatap tingkah gemas gadis itu. "Kalau komidi putar, di pasar malam juga ada kali, Nan."
Aldi lalu menghadap pada Nanda, menekuk sedikit lututnya agar sejajar dengan tubuh mungil gadis itu dan dapat menatap wajahnya dengan jelas. "Tenang aja, sama aku, kamu bakal aman," ucap Aldi mengusak kembali pucuk kepala gadis itu dengan lembut.
Mendapat perlakuan manis itu Nanda hanya membuang muka dengan melipat tangan ke dadanya. Berusaha sekuat tenaga menahan senyum agar tak mengambang sempurna, apalagi sampai terlihat oleh orang yang membuatnya salah tingkah.
"Salah tingkah nih?" goda Aldi, wajahnya berusaha mengikuti kemanapun Nanda berpaling.
"Cie..."
Kedua tangan Aldi kemudian mengadah ke udara—"Ya Tuhan, makasih. Seenggaknya ini adalah awal yang baik untuk meluluhkan hati Nanda supaya suka sama hambamu ini," ucapnya sedikit nyaring, membuat beberapa pengunjung di Dufan keheranan menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANDA - Park Jeongwoo
Novela JuvenilBerkisah tentang Nanda, seorang gadis SMP kelas tiga yang sudah lulus beberapa hari lalu. Ia harus berjuang dalam hubungan jarak jauh dengan sang pacar yang melanjutkan studi ke Swiss dalam tiga tahun. Akan tetapi, keduanya malah membuat kesalahan f...