0.20 Manusia Cabul

51 15 1
                                    

Aldi mengetuk pintu kayu rumah minimalis dan disambut oleh seorang perempuan yang ia tebak adalah ART di rumah itu.

"Nanda-nya ada?" tanya Aldi gugup, ugh ia sangat menanti malamnya bersama Nanda.

"Ini den Aldi kan ya?" tanya wanita itu dan dibalas anggukan oleh Aldi. "Waduh bukannya neng Nanda tadi bilang kalo den Aldi teh kecelakaan makanya dia nyusul naik taksi," ucapnya, Aldi terdiam tak bereaksi apapun selain termenung beberapa sekon.

Langsung saja Aldi menelepon Nanda dengan ponsel lamanya. Hasil nihil membuat Aldi prustasi dan berujung pamit, kemudian menyusuri kota Jakarta untuk mencari keberadaan Nanda yang tak tau ada dimana.

Ponselnya kembali berdering nyaring, sembari menyetir mobil, Aldi mengangkat telepon dari Tono.

"Gue share lokasi yang Nanda kirim ke gue, cek sekarang!" ucap laki-laki itu tanpa basa-basi. Nampaknya ia mengetahui situasi saat itu. Meski terkadang otaknya lamban.

Setelah menutup obrolan, serta-merta Aldi membuka lokasi itu. Ia menyipitkan netranya saat mendapati letak panah biru menuju. Butuh waktu 45 menit untuk menyusuri jalanan yang terbilang sunyi, tak banyak kendaraan yang berlalu lalang atau bahkan tak ada satupun yang lalu di kawasan itu.

Laki-laki itu celingukan, di sekelilingnya hanya ada lahan kosong. Akan tetapi, matanya tertuju pada gudang yang terlihat kumuh dengan pintu yang sedikit terbuka. Tanpa ragu kakinya melangkah menuju gudang tua itu. Selangkah pertama ia memang tak mendengar apapun, tapi ketika dilangkah ke lima Aldi dapat mendengar tawa yang nyaring dari beberapa orang, agaknya tempat itu ramai.

Suara langkah dari belakangnya membuat Aldi gugup, setelah mengetahui bahwa itu adalah Tono ia mengusap dada tanda selamat. "Ngapain lo bisa ada di sini?"

"Ya gue nggak mungkin ngebiarin lo sendirian di sini," balas Tono.

"Bukannya lo jalan sama Laras?"

"Itu nggak penting."

Aldi mengernyit heran, tapi setelah itu kembali menatap beberapa orang di sebuah tanah lapang itu dari balik dinding. "Al, gue tau lo jago berantem tapi gue nggak yakin lo bisa ngalahin orang-orang itu," ucap Tono yang ikut serta melihat.

"Gue tau, tapi rasanya gue kalap mau habisin mereka semua!"

"Lo jangan gila ya, anjir! Nggak usah sok jago kalo sendirian. Lagian kita belum tau pasti kalo Nanda ada di tempat ini!"

Suara langkah kaki begitu nyaring datang ke arah mereka, Tono meneguk ludah susah payah. Takut jika mereka terciduk.

"Nanda, Nanda dimana?" tanyanya dengan napas tersendat-sendat.

"Erick?!" itu suara Tono.

"Lo ngap-"

"Al, sekarang nggak penting gimana caranya gue bisa tau Nanda di sini, yang penting sekarang kita pikirin cara nyelametin Nanda di dalam!"

Aldi mengangguk, mungkin kali ini perannya harus bekerja sama dengan anak itu, bukan sebagai saingan. Erick akhirnya celingukan mencari benda sebagai senjata untuk mereka. Dan keberuntungan itu ditemukan saat dua tongkat base ball ada di ujung ruangan.

"Lah gue pakai apaan?" ucap Tono merasa tak mendapat apapun.

"Ck, nih lo aja yang makai," ucap Aldi.

Erick dan Tono lalu melangkah tanpa ragu ke tengah lapang bersama Aldi yang berjalan dengan tangan kosong. Santi yang membelakangi keberadaan tiga orang itu kemudian berbalik dan betapa terkejut ia mendapati pacarnya datang.

"Erick?! K-kamu ngapain di sini?" tanyanya setelah membuang puntung roko, yang pasti sudah dilihat oleh Erick.

Meski awalnya terkejut, Erick berusaha mengatur mimik sedatar mungkin. "Gini ya kamu ternyata?"

ALANDA - Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang