2. Aku Adek Kembarnya

298 45 10
                                    

Karena sudah masuk kuliah luring, mau tidak mau aku harus memeriksa hari sering-sering. Mataku menyipit karena diterjang cahaya ponsel sehabis mematikan alarm.


Minggu? Aku melihat tanggalnya untuk memastikan ini hari Minggu yang mana. Ternyata aku tidur selama empat hari, cukup lama untuk posisi seorang host dalam system.

Aku turun dari spring bed untuk berwudu kemudian salat Subuh. Selesai salat, aku menyadari sesuatu, ternyata rumah ini sudah bersih. Aku memikirkan apa yang dia lakukan selama empat hari tanpa aku, kuharap ada yang lain yang menemaninya kemarin. Apa dia kesepian membersihkan rumah sendiri tanpa mendengar ocehanku?

Harusnya, orang sepertinya tidak akan merasa kesepian. Namun, dia memiliki kebiasaan tidak pernah tahan saat kudiamkan.

Kami baru tiba di Yogyakarta seminggu lalu. Setelah sibuk dengan urusan ini dan itu, aku memang belum sempat membersihkan rumah. Seperti biasa dia selalu mendahuluiku seakan memang tidak mengizinkanku untuk melakukannya. Kata pemiliknya, kontrakan ini sudah tidak ditempati selama tiga bulan sejak penyewa yang terakhir pindah.

Aku mengecek barangkali ada pekerjaan yang tersisa yang bisa kuselesaikan. Ternyata buku di lemari belum tersusun semua. Aku tersenyum sambil membayangkan dia yang kelelahan, tak biasanya dia meninggalkan pekerjaan yang belum selesai seperti ini.

Aku mengambil catatan yang ditempel di atas kardus dan membaca isinya. Baby Girl, kardusnya udah aku bukain semua, tinggal disusun aja. Tolong, ya, Sayang.

Aku menutup wajahku yang sepertinya sudah memerah ini, menahan salting karena membaca catatan dengan tulisan tangan yang dia tinggalkan. Padahal itu tidak berisi pesan romantis, kalau dia ada di sini, dia pasti akan tertawa.

Aku mengeluarkan buku-buku dari dalam kardus untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. Setiap buku punyanya yang kuambil mampu membuat lengkungan terbentuk dari bibirku, sebelum menyusunnya ke lemari, aku akan mencium dan memeluknya dulu. Aku hanya mau memeluk buku-buku seram itu hanya karena dia pemiliknya.

Jadilah pekerjaan menyusun buku ini lama selesainya.

Sekali lagi, kalau dia ada di sini, dia pasti akan tertawa lebar melihat tingkahku. Atau mungkin hanya geleng-geleng kepala lalu meledekku dengan kalimat andalannya. "Gak beres kamu, Baby Girl."

Ya, aku memang tidak beres karena begitu menganguminya, dia yang jauh dari kata sempurna.

Novel-novelku sendiri tak terlalu menarik. Aku bisa menyusunnya dalam waktu cepat karena tak ada agenda peluk cium terlebih dahulu.

Aku menyeret kardus yang berisi sepatu menuju ke rak dan menyusunnya di sana. Kami memutuskan untuk membawa masing-masing sepasang alas kaki, sisanya nanti beli saja di sini. Aku menghitung jumlahnya untuk memastikan tak ada yang tertinggal. Pas, sembilan.

Aku mengecek ke bagian lain barangkali ada pekerjaan lagi yang bisa kulakukan. Ternyata semuanya sudah bersih. Lantai atas juga sudah dipel. Lantai atas ini sangat luas karena hanya berupa satu ruangan tanpa sekat. Cocok untuk dance dan ngonten, katanya.

Kurasa karena lantai atas inilah dia memilih rumah ini dan langsung membayar sewanya secara penuh untuk satu tahun ke depan. Atau dia memang malas berurusan dengan tuan rumah sering-sering, kurasa alasan yang ini lebih masuk akal.

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang