45. Meng Yaoshan

82 21 19
                                    

Pria di hadapan Yesseh ini hanya tertawa setelah mendengar pertanyaan santai yang Yesseh lontarkan.

"Kau pasti menerima tawaran Dokter Syifa karena kau tertarik."

Sepertinya Yesseh menganggap pria di hadapannya ini sebagai cerminan dirinya.

Dia menggaruk dagunya yang mulus dengan tangan telunjuk kirinya. "Kau benar."

Ternyata Yesseh benar-benar sedang berhadapan dengan cermin.

"Kau bagaimana?"

"Aku hanya ingin mencoba yang disarankan beliau untuk berteman."

"Kenapa kau percaya kita bisa berteman?"

"Hewan buas saja bisa menjalin ikatan, masa kita kalah."

Aku melihat pria itu tadi sejenak menganga.

"Sampai mana perkenalan kita?" tanya Yesseh.

"Ah," dia kembali membalik-balik berkas yang ada di tangannya, "kau tak harus mempelajari body anatomy hanya untuk bisa membunuh seseorang. Cukup tiga titik vital," dia menunjuk dada kanannya, "di sini," dia menunjuk sisi lehernya, "di sini," dia berdiri dan berbalik dan menepuk-nepuk belakang kepalanya, "di sini."

"Dalam hidup kita butuh pilihan alternatif."

"Sudah memiliki pilihan alternatif dan kau tetap gagal?"

Yesseh menatapnya dengan marah.

"Kau menyedihkan," hinanya.

Dia berhasil menyulut emosi Yesseh.

"Dari mana kau tahu tentang gelafusal?"

"Membaca."

"Mengapa kau memberinya apel?"

"Hanya untuk menguji kebenaran teori yang kubaca."

"Hanya?" Dia mengangguk pelan. "Teori apa yang ingin kau buktikan?"

"Hanya menguji seperti apa efek gelafusal kalau diterima oleh orang yang terkena alergi, apa benar langsung menyebabkan kematian atau hanya kejang-kejang atau mulutnya hanya akan mengeluarkan busa. Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar dia benar-benar meregang nyawa, aku mencari jawaban atas teori itu." Yesseh menjelaskan hanya dengan satu tarikan napas.

"Kalau pisang dan susu?"

"Ada susu dengan perisa pisang, lalu kenapa pisang dan susu bisa berbahaya. Aku hanya ingin tahu."

"Hanya ... ingin ... tahu." Dia terkekeh sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Bagaimana kalau dia benar-benar mati?"

"Aku akan menabur bunga di pemakaman." Yesseh memperagakan gerakan menabur bunga dengan tangan kanannya. "Kalau dia muslim, aku akan ikut menyolatkannya."

Ibu tadi datang dan menaruh kopi dengan tatakannya di atas meja, tepat di hadapan Yesseh.

Yesseh mengangguk sebagai tanda menghormatinya dan mulutnya berkata tanpa suara. "Xie-xie." Dia sengaja memelankan gerak bibirnya berharap ibu itu paham yang diucapkannya.

"Kenapa kau memperkerjakannya?"

"Aku menemukannya saat dia menjadi gelandangan."

Yesseh menatapnya dengan sorot mata yang menyelidik.

"Aku hanya menolongnya."

"Jadi, dia memang tinggal di sini dan tak memiliki tempat pulang?"

Pria berjas itu mengangguk sekali. "Ya."

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang