25. Namanya Sakura

97 25 0
                                    

Bang Yohan sedang bersiap-siap karena akan pergi menemani Zinnia menyiapkan segala pemberkasan untuk keberangkatannya ke Jepang. "Mau ikut, Dek?"

Aku menolak ajakan itu karena kurasa akan sangat membosankan.

"Yes," Bang Yohan tertawa sebelum melanjutkan ucapannya, "makasih parfumnya." Bang Yohan mengatakan kalau dia cocok dan suka dengan wanginya.

Tak sia-sia waktu yang Yesseh habiskan waktu itu. Tak hanya waktu yang dia habiskan melainkan kesabarannya juga.

"Ke Yessi dak dek dak dek. Ke aku Yes Yes doang."

Bang Yohan menyuruhnya berkaca. "Kau juga Han Han doang."

Aku sudah sangat terbiasa dengan pertikaian kecil dua saudara ini.

"Kalian mau nitip sesuatu?"

"Gak ada," jawabku. Aku sengaja mengatakan itu karena tidak ingin merepotkan abangku. Aku bisa membeli kebutuhanku lewat online saja.

"Benar?" Dia mengatakan akan menyempatkan waktunya untuk mencari titipanku.

Aku tetap ngotot kalau tidak ingin menitip apapun karena bisa membelinya sendiri. "Eh, ada." Aku ingat sesuatu.

"Apa dek? Bilang aja."

"Bang Yohan jangan ngebut-ngebut, pulang dengan selamat."

Bang Yohan hanya menjawabku dengan senyuman dan anggukannya. "Yes?"

"Sama seperti yang Yessi bilang," balasnya jutek.

Gengsi Yesseh memang setinggi menara Eiffel.

"Kau jemput dia?"

"Iya. Dia bawa motor sendiri juga."

"Jaga anak gadis orang."

"Siap."

"Udah itu aja," kata Yesseh.

Bang Yohan mengambil kunci motor.

"Woy, Han."

Bang Yohan membuka pintu untuk mengeluarkan motor. "Hm?"

"Itu kemeja, cuci!"

Bang Yohan tergelak karena ternyata Yesseh menyadari kalau kemeja yang sedang dia pakai itu adalah punyanya. Aku juga tergelak karena aku memang tidak menggosok baju dan kemeja Bang Yohan karena dia jarang pergi ke luar rumah.

Setelah Bang Yohan menjemputnya, mereka langsung pergi ke kantor imigrasi mengendarai motor masing-masing. Zinnia sedikit di depan karena Bang Yohan tidak tahu arah jalan. Setelah memarkir motor, mereka langsung masuk dan duduk di kursi tunggu untuk menunggu antrian.

Zinnia mengatakan kalau dia akan mengurus paspor prioritas karena besoknya mau langsung mengurus visa. Zinnia mengisi formulir yang diberikan oleh petugas loket tadi di kursi tunggu.

"Paspor prioritas bayar berapa?" tanya Bang Yohan pada gadis di sebelahnya yang sedang sibuk mengisi formulir.

"Satu juta," jawabnya. Dia kembali menundukkan kepalanya melihat kertas formulir yang sedang dia isi.

"Mahal, ya."

"Waktu adalah uang."

Bang Yohan terkekeh.

Zinnia menyerahkan formulir dan menunggu dirinya dipanggil untuk pengecekan berkas dan sesi foto.

"Jam berapa paspornya jadi?"

"Nanti kutanyain."

Bang Yohan mengangguk. "Ngapain ke Jepang?"

"Lanjut kuliah." Zinnia menanyakan apa rencana kami setelah wisuda nanti.

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang