33. Wisuda

109 27 8
                                    

Hari masih fajar dan Yesseh sudah bangun untuk menyelesaikan skripsinya.

"Baby Girl?" Dia menyapaku. "Kapan bangun?"

"Jam empat."

"Kirain baru."

Aku sengaja tidak ingin menganggu fokusnya. Aku baru tahu kalau ternyata dia sudah lama bangun, kuperkirakan sejak jam tiga dinihari. "Ayang gak bobok?" tanyaku memastikan dia memang tidak terjaga semalama.

"Emang sering bangun jam tiga." Jarinya terus memencet tombol keyboard. "Kamunya aja yang baru tahu."

"Aku kira karena hari ini jadi pendamping wisuda."

Dia menggeleng.

"Gimana progres skripsinya, Ayang?"

Sidang akhirnya akan dilaksanakan tiga minggu lagi.

"Dikit lagi, Sayang, udah di bab akhir." Yesseh terus mengetik skripsinya hingga azan Subuh berkumandang.

Selesai salat dan melipat mukenah putihnya, dia pergi ke dapur kemudian mengambil gelas besar dengan mengaitkan jari tengahnya pada tangkainya. Yesseh membuat kopi, dan membawa gelasnya ke depan untuk kembali mengetik skripsinya. Dia ditemani segelas besar kapucino karena dia langsung membuat dua bungkus.

"Ayang, jam tujuh." Aku memperingatkannya untuk mandi.

Saking fokusnya, dia sampai tak lihat waktu. Dia langsung mandi dan bersiap-siap. Seperti katanya semalam, dia mengenakan blazer hitam.

"Kunci motor?" Aku heran kenapa dia melenggang keluar dengan ketiga hamper dan satu plastik putih di tangannya, tapi dia tak mengambil kunci motornya.

"Naik ojek. Malas rame, repot parkir."

"Pantas," batinku.

Dia mengalungkan kamera yang sudah dia pinjam pada Yanish semalam di lehernya dan memakai sepatu hitamnya.

Ojek pesanan Yesseh tiba. Sepanjang perjalanan, Yesseh hanya duduk anteng tanpa membuka kedua bibirnya sedikitpun.

"Di depan rame, Dek." Tukang ojek yang masih muda ini melihat keramaian di depan sana.

Yesseh langsung turun. "Di sini saja." Dia memutuskan untuk jalan kaki menuju kampus yang gerbangnya sudah kelihatan.

"Aku udah di lokasi." Dia mengirimkan foto bagian depan GOR ke grup obrolan.
Tidak ada balasan sama sekali, sepertinya semuanya sedang sibuk. Yesseh meletakkan semua bawaannya dan melepaskan tali kamera kepalanya dan mencoba memotret.

"Hoi."

Yesseh langsung menoleh ke arah orang yang memanggilnya tadi dengan posisi matanya yang masih berada di viewfinder kamera. Dia tersenyum melihat objek yang tertangkap itu dan memencet tombol shutter-nya.

"Hoi," dia menyingkirkan kamera dari mukanya, "mana dua lagi?"

"Rudra di jalan, Kayana masih make-up."

Yesseh mengangguk pelan.

"Bagaimana penampilanku?"

Yesseh memberikan jempol kanannya.

"Jasnya cocok?" Dia memerhatikan penampilannya sendiri.

"Kau cocok mengenakan apa pun." Yesseh berjalan karena ingin melihat penampilan Bang Reyndra dari dekat. "Asal bukan baju wanita."

Bang Reyndra tersenyum kikuk.

"Itu jas pemberian Jayantaka?"

"Iya," dia mengangguk, "Yessi yang menemaninya waktu itu."

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang