62. Bukit Baiyun

77 23 10
                                    

Sudah sangat lama Yesseh menatap laki-laki yang duduk di seberang sofanya.

"Kenapa?" Dia mengangkat satu alisnya.

"Aku suka celanamu."

Pria itu memijat jidatnya dengan kedua telapak tangan. "Jadi, kau menatapku sangat lama dari tadi, hanya karena tertarik dengan celanaku?" Pria itu menggeleng pelan. "Aku tak habis pikir kau lebih tertarik dengan celanaku daripada denganku."

Begitulah yang Yesseh lihat dari seorang laki-laki, gaya rambutnya, apa yang dia kenakan, karena tadi dia sudah bilang suka, aku bisa menebak sebentar lagi dia pasti akan bertanya.

"Di mana kau membelinya, Yaoshan?"

"Ini celana setelan jasku." Dia memukul paha kanannya. "Kalau kau mau, bisa kuberikan."

"Tidak usah, kau terlalu tinggi."

"Bisa kau potong."

"Sudah tak bagus lagi kalau kupotong."Yesseh mengarahkan telunjuknya pada pria itu. "Jangan berpikir untuk membelikanku lagi, kau selalu saja membeli apa-apa yang kusebut. Lama-lama aku akan memilah apa saja yang akan kukatakan padamu."

"Baiklah, jangan memilah. Kalau kau butuh sesuatu, bilang saja aku."

"Aku mau ke bukit."

"Kenapa mau ke bukit?"

"Aku bosan di rumah, aku tidak bisa berteriak-teriak karena ada Rourou." Dia melihat Rourou yang sedang tertidur pulas di boks bayi putihnya.

"Ayo," dia melapisi kaus polosnya dengan long coat, "aku memberimu hak istimewa untuk menentukan bukit mana yang akan kita datangi."

"Bukit Baiyun."

"Kukeluarkan mobilku dulu."

Yesseh menunggunya di depan setelah mereka berpamitan pada Lao Ma.

Bang Yaoshan mengeluarkan mobil hitamnya dari garasi. Pria itu keluar dari mobilnya dan berjalan ke pintu yang satunya, dia membukakan pintu itu untuk Yesseh. "Silakan marah padaku karena aku memperlakukanmu seperti wanita."

Yesseh sudah terbiasa dengan perlakuan manisnya yang seperti itu. Dia hanya pasrah. "Terima kasih, Yaoshan." Dia menarik-narik ujung kemeja bagian belakangnya untuk memastikan kalau bajunya tidak tersingkap. "Aku bisa pasang sabukku sendiri."

Pria itu memutar kemudihya. "Aku tahu itu, kau bisa langsung memukul kepalaku."

Yesseh menyambungkan bluetooth ponselnya ke head mobil dan memutar sebuah lagu.

"Kau suka lagu China?"

"Ya ..., kurasa."

"Sejak kapan?"

"Sejak masih di Indonesia."

Bang Yaoshan menanyakan perkembangan Yesseh. "Apa kau berhasil menambah teman?"

"Aku tipe penyendiri, ada atau tidaknya teman tak terlalu berpengaruh untukku. Aku mencukupkan diriku pada beberapa teman saja. Ada beberapa orang yang tingkatan mereka berada di atas teman-Rudra, Kayana, Jayantaka, Mei Lin, Jingyi, Pawan, dan-"

Yesseh memilih untuk tidak melanjutkannya lagi.

"Dan dia?" Bang Yaoshan menoleh sebentar dan kembali fokus pada jalan. "Sebenarnya siapa namanya, kenapa kau tidak pernah menyebutnya?"

"Aku sudah berjanji hanya akan menyebut satu nama laki-laki dengan segenap jiwa dan ragaku dan itu hanyalah nama suamiku. Hanya jika hari seperti itu ada."

Yesseh mengecilkan volume musiknya. "Meski aku tak bisa menjaga hati ini dari nama seseorang, tapi aku bisa menjaga perkataanku dengan tidak menyebut-nyebut nama dia yang belum tentu menjadi jodohku di kemudian, karena aku juga tak mau menerima laki-laki yang sudah babak belur hatinya karena pemiliknya tak bisa menjaganya. Tak bisa?" Dia menoleh dan mengeluarkan senyum miring. "Tak mau."

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang