38. Memanfaatkan Waktu yang Tersisa

84 25 0
                                    

Saat ini kami hanya tinggal menunggu yudisium, Yesseh lebih giat lagi ikut banyak campaign untuk bisa menambah pemasukan kami. Kami harus punya banyak tabungan untuk bekal hidup di bulan pertama kedatangan kami di Sichuan.

"Kapan kita beres-beres, Ayang?"

Dia memberitahuku kalau hari ini kami akan mulai mencicil memasukkan barang-barang ke dalam kardus. "Nanti kita beli kardusnya dulu."

Aku menyarankan untuk menanyakan kardus di warung depan saja. Dia menyetujui usulku. Aku menanyakan kapan kami akan pulang ke Pagaralam.

"Tanggal 12 atau 13 lah." Dia memakai sendal jepitnya dan pergi ke warung depan. "Bu, ada kardus gak kepakai?" tanyanya begitu dia sampai di sana.

Ibunya mengangguk dan masuk ke dalam lalu keluar bersama lima buah kardus. "Ambil aja, gak usah dibayar," katanya saat Yesseh menanyakan berapa harga kelima kardus itu. "Anggap terima kasih Ibu karena udah bantuin kemaren."

Akhirnya Yesseh terpaksa menerimanya karena ibu itu bersikeras tidak ingin kardusnya dibayar. "Makasih, Bu."

Di perjalanan aku menanyakan apa yang sudah dia lakukan untuk si ibu.

"Jadi tukang genteng dadakan."

"Ayang bisa?"

"Apa yang aku gak bisa."

"Melupakan aku."

Dia mengulum senyumnya. "Jangan di sini, ah."

"Ayang salting."

Dia terkekeh.

Aku memintanya menceritakan kronologi sehingga dia bisa menjadi tukang genteng dadakan itu.

"Wajar masih merembes, celahnya gak ditambal." Dia mengecek ponselnya yang tergeletak di meja karena lampu notifikasinya berkedip.

"Kenapa kemaren mencariku?"

Yesseh tersenyum dan meletakkan kardusnya di bawah dan benar-benar membuka room chat itu. "Tidak ada," balasnya.

"Rindu aku?"

Yesseh hanya tertawa hinga menundukkan kepalanya sambil menggeleng kecil. Dia tak menjawab pesan itu dan kembali meletakkan ponselnya ke tempat semula. Dia tidak mengiyakan, juga tidak menyangkalnya.

Dia mulai memasukkan benda-benda yang tidak terpakai ke dalam kardus.

"Sepatuku masukkin semua aja, Ayang." Aku mengatakan bisa memakai sepatunya canvas hitamnya juga.

"Kita cuci dulu, kotor yang itu abis kamu pakai."

Kardusnya kurang.

"Minta ke sana lagi?"

"Ke tempat lain aja, di sana ibunya gak mau dibayar." Dia melihat jam di dinding sudah hampir pukul sepuluh. Dia mengambil ponselnya. "Aku sibuk, mungkin agak telat. Kalian mulai duluan aja."

Dia tidak mengirimkan pesan ke grup melainkan langsung ke nomor Bang Reyndra.

"Oke."

Balasannya muncul sesaat setelah centangnya berubah menjadi biru. Yesseh berbaring untuk menteralkan suhu tubuhnya. Dia memutuskan untuk mencuci sepatu dan menjemurnya. Setelah itu, baru dia mandi.

Dia sudah berpakaian rapi dan siap menuju ke tempat kami biasanya. Dia memesan menu dan langsung bergabung dengan yang lain.

"Tidak biasanya Yesseh kita terlambat," sambut Bang Rudra.

Yesseh menarik kursi kosong di samping Kayana dan membawanya ke samping Bang Reyndra. Bang Reyndra melihatnya heran dan kembali memutar lehernya menatap ke depan saat Yesseh sudah menduduki kursi yang dia bawa tadi.

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang