73. Lamaran yang Pertama

72 20 10
                                    

"Jangan menindihku." Aku menyuruh Mei Lin menyingkir dari atas punggungku. "Kau berat."

"Kau bilang aku gendut?!"

"Aku tidak bilang kau gendut, aku bilang kau berat."

"Sama saja." Dia ngambek. "Yesseh tak pernah bilang begitu."

"Yesseh, sekarang aku paham penderitaanmu saat menghadapi moodku," batinku. "Aku tak punya tenaga sebesar Yesseh, jadi jangan menindihku."

"Berarti aku boleh menindih Yesseh?"

Aku menyatukan kedua alisku dan memajukan wajahku ke hadapannya, dia melakukan hal yang sama dan menempelkan jidatnya ke jidatku.

"Yesseh punyaku!"

Dia tampak tak terima.

"Kenapa lagi mereka berdua?" Pawan datang dan berjongkok di dekat kami.

"Berebut Yesseh," Jingyi ikut berjongkok menonton pertikaian kami, "apa lagi."

"Kalian berdua ingat gender, Yesseh punyaku."

"NOOO!" teriak aku dan Mei Lin berbarengan.

Bisa kupastikan Pawan tidak akan berani mengatakan hal semacam tadi kalau Yesseh ada di sini. Aku kembali menelungkup karena masih pegal.

"Yessi, yang kemarin itu siapa?" Dia ikut menelungkup di sampingku.

"Yang mana?"

"Yang tinggi."

"Keduanya tinggi."

"Yang lebih tinggi."

"Yaoshan Gege." Aku memiringkan badanku dan menatapnya penuh selidik. "Kau naksir dia?" Aku memperingatkannya kalau usia mereka terpaut 18 tahun. "Cari yang tidak terlalu jauh."

"Kalau yang satunya?"

"Bang Reyndra, dia teman kami dari Indonesia."

"Dia sudah punya pacar?"

"Dia tak pernah membahas wanita."

"Dia juga tidak straight?" Matanya membulat.

"Kau ini, bukan itu maksudnya." Aku menjelaskan kalau Bang Reyndra sudah lama menyimpan satu nama di hatinya, tetapi dia tak pernah membahas secara gamblang siapa sebenarnya gadis itu. "Kau suka yang tua-tua, ya? Kau selisih 6 tahun dengannya."

"Aku hanya bertanya."

"Aku kira kau naksir salah satunya."

"Aku tidak akan menang melawan Yesseh." Dia melepas jepit rambutnya dan memasangkannya lagi dengan lebih baik. "Keduanya mencintai Yesseh."

Ternyata Mei Lin juga melihat hal itu. Kelas pagi hari ini selesai, aku langsung pulang. Aku sengaja berjalan dengan mendorong sepeda di sampingku karena aku ingin menikmati pemandangan sepanjang jalan ini. Musim semi membuat semuanya menjadi sangat indah, kecuali gejolak yang ada dalam hati Yessehku. Dia bahkan tak ingin keluar dari kamarnya selama dua hari belakangan ini. Aku mengkhawatirkan akhir dari cinta segitiga yang ada di antara mereka.

Hari ini pun sama. Dia hanya berbaring dengan membungkus tubuhnya. Aku tidak berusaha mengajaknya berbicara karena aku tahu saat ini dia butuh privasi dan juga ingin sendiri.

Dia mendengar ada seseorang mengetuk pintunya. Dia memakai jilbabnya karena dia sudah bisa menebak siapa yang ada di depan pintu itu. Tebakannya tepat karena saat Yesseh membuka pintunya, laki-laki itu sedang membelakanginya sehingga Yesseh hanya bisa melihat punggungnya.

"Kau sangat betah di dalam, ya?"

"Aku tidak punya kegiatan."

"Aku datang ingin mengajakmu battle."

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang