6. Dua Core dan Dua System

175 32 0
                                    

"Nama lengkap Yessica Mayasari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nama lengkap Yessica Mayasari."

Seorang psikolog klinis yang tampaknya berusia 40-an namun masih terlihat muda di hadapan Yesseh itu sedang membacakan formulir pendaftaran klien yang tadi sudah kuisi.

"Ya, Dokter."

Seperti biasa Yesseh memang sangat irit kata. Dari papan nama yang diletakkan di meja, aku tahu psikolog yang sedang duduk berhadapan dengan Yesseh saat ini bernama Syifa.

Dr. Kurnia Asy Syifa, Psy. D.

Itu yang tertulis di papan nama mengkilap yang menghadap kami. Gelar itu asing bagiku dan nanti akan kucari tahu sepulang dari sini. Yesseh seperti biasa tidak peduli.

"Panggilan Yesseh." Dia melihat Yesseh seolah ingin mengonfirmasi apa yang tertulis di sana itu benar.

Yesseh mengangguk.

"Kelahiran 1 Maret 2000?"

"Ya."

Dokter Syifa mengangguk. "Di sini tertulis Anda pengidap Dissociative Identity Disorder."

Yesseh mengkerutkan keningnya sehingga membuatku berpikir aku menuliskan itu adalah sebuah kesalahan.

"Anda tak harus percaya itu kalau Anda tak mau. Saya datang ke sini tak ada hubungannya sama sekali dengan DID."

Aku berusaha menenangkan Yesseh dari sini agar dia tidak berlaku kasar dan menunjukkan sikap permusuhan pada orang tua. Aku mengingatkannya kalau kami datang untuk meminta pertolongan.

"Dokter."

"Iya?"

"Anda bisa anggap DID adalah psikosis, kontroversi, dan sebagainya. Saya peringatkan asal jangan macam-macam dengan system saya. Saya bisa melawan siapa saja termasuk ahli jiwa."

Bahkan psikolog pun tak luput dari ancamannya. Dari dalam sini aku hanya bisa menghela napas dan meminta maaf kepada dokter Syifa atas ketidaksopanan Yesseh, meski aku tahu, beliau tak bisa melihat dan mendengarku.

"Saya punya seorang putra yang juga memiliki DID, Yesseh. Saya sangat berpengalaman dengan isu ini dan akan berusaha memahami kalian semua."

Yesseh tidak merespons dan bersikap biasa saja, hanya saja emosinya memang mereda. Malah aku yang senang mendengarnya seolah baru saja mendapatkan berlian gratis. Dokter itu juga tidak terganggu dengan ketidaksopanan Yesseh barusan. Berarti aku bisa ikut muncul di hadapan beliau sebagai diriku sendiri, Yessica Effendi.

Yesseh: Y System's CoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang