Prolog

6.7K 329 12
                                    

Prolog

"Semangat ya Sayang! Kamu pasti bisa!" Hero memeluk kekasihnya dengan mesra. Ia berharap di hari pertamanya bekerja akan lancar. Pekerjaan ini adalah penantian panjang dari Pamela. Wanita itu telah melamar di berbagai perusahaan setelah lulus kuliah. Dan sepertinya, perusahaan ini adalah jodohnya.

"Sampai kapan kita akan seperti ini?" Bukan menanggapi ucapan Hero, Pamela justru membahas hal lain.

"Sayang, aku tahu ini berat. Tapi nanti setelah namaku di dunia entertain naik dan stabil, aku akan langsung menikahimu. Ini semua demi masa depan kita." Hero membelai puncak kepala Pamela dengan lembut.

"Sudah dua tahun kita seperti ini. Bahkan aku harus menahan sakit saat kamu dekat dengan lawan main. Atau wanita-wanita fanatik yang menjadi penggemarmu. Kamu juga selalu bilang jika kamu single."

"Itu hanya profesional kerja. Aku melakukan semua ini untuk kamu. Untuk pernikahan kita di masa depan. Kelak, kamu tidak perlu kerja seperti ini. Kita bisa go public, dan tidak perlu sembunyi-sembunyi."

Pamela hanya mengangguk pasrah kepada kekasihnya. Setelah lulus kuliah, dan mengejar karir masing-masing, hubungan mereka menjadi renggang.

Apalagi dua tahun terakhir, Hero semakin jarang ada waktu karena harus syuting. Sebagai artis pendatang baru, ia sedang sibuk-sibuknya meningkatkan namanya agar semakin dikenal.

Pamela awalnya support. Tapi belakangan, ia merasa jenuh. Pamela lelah. Dia seperti wanita single saking jarangnya mereka bertemu dan berkomunikasi. Hubungan mereka seperti hanya status belaka.

"Aku sangat mencintaimu Pamela. Jangan pernah berpikir buruk, apalagi berpikir jika aku akan selingkuh. Tujuan aku setelah sukses adalah melamar kamu. Menikahi kamu dan membangun masa depan kita." Hero kembali memeluknya setelah sampai parkiran apartemen. Hero ingin melepas rindu sebelum mereka kembali berpisah.

"Maaf jika pertemuan kita sangat singkat. Aku datang hanya untuk menyemangati, di hari pertamu bekerja." Hero kembali berkata-kata.

Pamela hanya mengangguk. Mereka sudah tiga bulan tidak bertemu. Dan pagi ini, Hero hanya berkunjung selama sepuluh menit. Pamela benar-benar muak. Terkadang Pamela berpikir untuk berpisah saja dengannya. Tapi... Pamela masih sangat mencintainya.

"Kamu juga semangat syutingnya. Semoga semua berjalan seperti yang kita impikan. Aku percaya padamu, dan aku juga sangat mencintaimu." Pamela memeluknya. Hambar... ya begitulah rasanya. Hubungan mereka ibarat tanaman yang layu, dan lama tidak di pupuk.

"Jangan percaya dengan apa yang kamu lihat dan kamu baca di media. Semua itu penuh kepalsuan. Kita cukup saling percaya."

"Baiklah."

Sebelum mereka beranjak ke mobil masing-masing, Hero mengeluarkan sebuah kalung yang begitu indah dari sakunya. Ia menunjukkan benda berkilau itu di depan mata Pamela yang terlihat takjub, namun juga kebingungan.

"Ini hasil dari tabungan pertama aku selama syuting." Hero langsung memasangkannya kepada Pamela tanpa mau mendengar protesnya.

"Hero, kamu seharusnya menyimpan uangmu!"

"Kamu adalah calon pendampingku di masa depan. Kenapa memang jika aku memberikannya ke kamu?" Hero menjulurkan lidahnya, lalu mengecup bibir Pamela sekilas.

"Semangat kerjanya."

Pamela berkaca-kaca melihat kalung indah di lehernya. Pamela bahagia dan terharu. Tapi sejujurnya, ia lebih bahagia dengan kehadiran Hero seperti dulu. Pamela butuh sosoknya. Jika memang dia harus menunggu sampai stabil, ya itu kapan? Yang Pamela tau dunia entertain tidak akan pernah berada di titik stabil.

Wicked ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang