Bab 43. Jangkrik Bernyanyi

587 134 3
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak dan mempublikasikan cerita-cerita saya tanpa seizin penulis.

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Ketegangan masih sangat terasa saat Lei dan Mong kembali. Keduanya berjalan bersisian, menghadap Jian Gui yang masih duduk tenang di atas kursinya sembari menikmati teh. "Sudah kalian putuskan?" Gui memerhatikan cawan keramik itu dengan saksama, seolah benda yang ada di tangannya jauh lebih menarik dibandingkan sang lawan bicara.

Mengembuskan napas, Gui meletakkan cawan itu di atas meja. Pandangannya lalu beralih. Ditatapnya Jian Lei, lurus. Ekspresi adik bungsunya tidak terbaca saat ini. Namun, kegelisahan terlihat jelas di kedua netra Mong.

"Apa ada yang ingin kalian katakan?"

"Kami ingin menawarkan rencana lain," jawab Lei. Suara baritonennya terdengar berat saat bicara. Kedua telapak tangan yang digenggam erat tidak lepas dari pengamatan tajam Jian Gui. Sang raja tidak langsung membalas, disandarkannya punggung ke sandaran kursi sementara satu tangan bergerak, mempersilahkan Jian Lei untuk lanjut bicara.

Sesaat Jian Lei terlihat meragu. Pandangannya tidak fokus hingga akhirnya kalimat itu meluncur dari ujung lidah. "Aku tidak bisa mengizinkan Mong untuk menjadi tabib pribadi Selir Keempat, selain terlalu beresiko, kemampuan ilmu pengobatannya pun kurasa belum bisa dibandingkan dengan para tabib di istana, tapi ... aku memiliki orang yang cocok untuk melakukan pekerjaan itu."

Penuturan Jian Lei membuat An Guo terbelalak. Pemuda itu langsung berdiri, mengutarakan ketidaksetujuannya. "Aku tidak setuju!" Ketegangan diantara paman dan keponakan itu sangat terasa. Pandangan memohon Jian Lei tidak berhasil membuat An Guo setuju. Sebaliknya, yang lebih muda terlihat marah teramat sangat marah.

"Aku tahu kau ingin melindungi Kakak Mong, tapi kenapa harus mengorbankan orang lain?"

Guang Wei ikut berdiri di samping An Guo. Satu tangannya menahan dada An Guo yang terlihat siap menerjang ke arah Jian Lei kapan saja.

Dada An Guo naik turun. Napasnya memburu. Matanya berkilat, dipenuhi oleh kekecewaan saat menatap Mong dan Lei bergantian. "Aku tidak percaya kalian bisa melakukan hal ini!" ucapnya, tertahan. An Guo berusaha menyembunyikan rasa kecewanya, tapi tidak bisa. Saat Guang Wei menepuk bahunya yang mulai lunglai, An Guo memutuskan untuk duduk dan menerima penghiburan berupa pelukan dari Yulan yang telah duduk di samping kanannya.

Tanpa kata, Guang Wei ikut duduk. Pandangannya bersirobok dengan Yulan. Mungkin memang lebih baik jika Yuxi dibawa ke Kerajaan Api, pikirnya.

"Pangeran An Guo, hamba yang mengusulkan hal itu." Yuxi berjalan masuk ke dalam ruangan. Langkahnya sangat tertata dan terlihat anggun. Wanita itu meletakkan kedua tangan di depan perut, menghaturkan salam penuh hormat ia menunduk, menunggu sang raja menerima hormatnya.

Untuk sesaat, Jian Gui tidak bisa bergerak. Suara Yuxi bahkan terdengar sama. Bagaimana bisa?

Mencengkram pegangan kursi, erat, Jian Gui berusaha mengontrol diri. Ekspresinya tidak terbaca. Perlahan ia melepas napas panjang, satu alis dinaikkan tinggi. "Siapa kau?" tanyanya terdengar biasa, berbeda dengan apa yang ada di dalam hati saat ini. "Kenapa kau menyembunyikan wajahmu?" Mata Jian Gui disipitkan saat bertanya.

Ketegangan terasa semakin pekat di udara. Di tempat duduknya, Mei Xia bergerak gelisah. Wanita itu menggigit bibir bawah karena tegang.

"Lapor Yang Mulia, hamba diizinkan membuka cadar setelah menikah," terang Yuxi, berdusta. Jawaban itu tentu mengejutkan orang-orang yang mengenalnya. Namun, untuk sementara mereka masih belum bisa lepas dari perasaan was-was.

TAMAT - MONG (Princess Of The Desert)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang