Bab 46. Mengganggu Semut

822 126 8
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak dan mempublikasikan cerita-cerita saya tanpa seizin penulis.

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Seorang kasim lain sudah menunggu saat Yuxi tiba. Usianya lebih tua dari kasim yang datang menyambut Yuxi di Plataran Istana. Pria itu membungkuk sebelum mempersilahkan Yuxi masuk ke dalam ruang kerja raja.

Aroma cendana tercium kuat dari dalam ruang kerja Jian Gui. Yuxi melangkah dengan kepercayaan diri tinggi, pandanganya menatap lekat seorang pria yang tengah duduk di belakang meja kerja kayu.

Ukiran rumit di pilar dan bagian langit-langit ruangan menjadi perhatian Yuxi hingga akhirnya suara berat Jian Gui menginterupsi lamunannya.

"Kau sudah datang." Jian Gui meletakkan kuas di atas kotak kayu lalu menutup buku yang baru selesai diperiksanya. Ia bergeming saat Yuxi memberi salam hormat. Perlahan, pandangan pria itu naik hingga pandangan keduanya bertemu.

"Hamba ingin mengembalikan plakat ini," ucap Yuxi.

Keheningan meraja. Jian Gui menatap singkat plakat itu sebelum bicara. "Simpan plakat ini," ucapnya tanpa menatap Yuxi. Menyandarkan punggung ke sandaran kursi, jemarinya saling bertatut di atas pangkuan. "Kita akan pergi ke balairung bersama." Ia mengangkat satu alis tinggi saat Yuxi menatapnya dengan kening ditekuk dalam. "Apa ada masalah?"

"Anda ingin hamba menarik perhatian hingga sejauh mana?" Yuxi memberanikan diri untuk bertanya. Secara tidak sengaja ujung matanya menangkap sebuah lukisan yang digantung rapi di sisi kiri ruangan. Ia mengerjap, tanpa sadar melangkah mendekat.

"Dia mendiang istriku," ucap Jian Gui. "Kalian memang terlihat sama, tapi kau bukan dia dan tidak akan pernah bisa menggantikannya." Kalimat itu diucapkan dengan nada sinis penuh sindiran. Tubuh Yuxi seperti disiram air dingin mendengar penuturan Jian Gui, tapi ia bergeming, bersikap biasa seolah kalimat itu tidak menyinggungnya.

"Jika kau memiliki rencana di dalam kepalamu untuk mempengaruhi An Guo, Mong atau aku, sebaiknya kau hapus sekarang juga." Suara dan nada bicara Jian Gui masih terdengar sinis. Ekspresi dinginnya tidak berubah saat Yuxi berbalik, menatapnya tidak kalah dingin.

"Bolehkah hamba bicara jujur?" tanya Yuxi yang segera dijawab anggukan kepala oleh Jian Gui. "Mengenai An Guo dan Mong, hamba memang menyayangi mereka, tapi bukan berarti ada maksud lain dibaliknya."

Ada jeda pendek sebelum ia lanjut bicara. Kedua tangan wanita itu dikepalkan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih, nada biacaranya berat dan dalam. Ia merasa kesal luar biasa. Jika bukan karena memikirkan An Guo dan Mong, ia pasti sudah merubah nada bicaranya tidak kalah sinis saat ini. "Dan mengenai Anda ...." Yuxi menggantung ucapannya hingga Jian Gui menaikkan satu alis. "Apakah Anda berpikir hamba menggunakan An Guo dan Mong untuk mendapatkan Anda?" Yuxi meringis saat mengatakannya. Tidak terlintas di dalam kepalanya untuk mendekati raja. Yuxi bahkan tidak berniat menikah seumur hidupnya dan hingga saat ini pemikiran itu masih belum berubah.

Ia terdiam sejenak, mengusap kedua lengan sebelum melanjutkan. "Kenapa Anda bisa berpikir hingga sejauh itu?" tanyanya. "Apa Anda berpikir segala sesuatu berputar di sekitar Anda?"

Jian Gui menggendikkan bahu. "Memang seperti itu."

Oh, bolehkah Yuxi muntah saat ini? Kepercayaan diri Raja Kerajaan Angin benar-benar menakjubkan.

"Siapa yang tidak menginginkan kekuasaan?" sindir Jian Gui. "Tidak ada salahnya jika aku berhati-hati." Ia menunjuk Yuxi menggunakan dagu. "Kau bisa saja menggunakan kemiripan wajahmu itu untuk menarik perhatian An Guo, Mong juga aku." Jian Gui tidak bisa menahan senyum saat Yuxi memutar kedua bola mata. Wanita itu jelas terlihat terganggu oleh ucapannya.

"Hamba datang demi Mong—"

"Dan juga An Guo," potong Jian Gui. Yuxi menganggukkan kepala. "Karena itu kau harus bisa memerankan peranmu dengan sangat baik karena aku tidak akan segan-segan memacungmu jika kau tidak bisa bekerja dengan baik atau membahayakan keluargaku. Apa kau mengerti?"

Yuxi mengangguk dalam. "Hamba menerima perintah."

"Bagus," balas Jian Gui terlihat puas. Jemari tangannya diketuk-ketukkan ke atas meja. "Aku sudah menyiapkan pakaian untuk kau gunakan," ungkapnya membuat Yuxi terkejut tentu saja. "Bukan berarti pakaianmu tidak pantas, justru sangat pantas, tapi aku rasa lebih baik kau menggunakan seragam tabib istana saat rapat nanti."

Keheningan tercipta untuk beberapa saat.

Jian Gui mengambil sebuah lonceng perunggu dari sisi kanan meja lalu membunyikannya untuk memanggik Kepala Kasim. Tidak lama berselang pria tua itu masuk dengan tergesa. Kedua tangannya ditumpuk di depan perut saat menghadap sang tuan.

"Bawa Yuxi untuk berganti pakaian," ucapnya cukup singkat.

Kepala Kasim hanya mengangguk paham, dengan sopan mengantar Yuxi keluar ruangan menuju tempat lain.

Di sana, sudah ada dua orang dayang yang menunggu. Satu set hanfu sutra digantung rapi di sisi meja rias. Bagian atasnya berwarna putih bersih dengan sulaman bunga teratai dan burung camar, sementara rok bagian wabah berwarna biru tua, senada dengan pita rambut yang akan dikenakan oleh Yuxi nanti.

Kedua dayang tidak banyak bicara setelah kepergian Kasim Kepala. Mereka meminta Yuxi membuka pakaiannya di belakang papan penyekat ruangan lalu kembali untuk dibantu mengenakan pakaian yang telah tersedia.

Dalam diam, Yuxi mengernyit. Apa seorang tabib wanita memang diperlakukan hingga sejauh ini?

"Nyonya, silahkan duduk." Suara penuh hormat seorang dayang muda mengembalikan Yuxi dari lamunan. "Kami akan membantu menata ulang rambut Anda," sambungnya setelah Yuxi duduk.

Patuh, Yuxi hanya mengangguk. Keheningan pun kembali meraja setelahnya.

Sementara itu di depan gerbang istana, kereta kuda keluarga Pangeran Keempat berhenti berjalan. Mong dan Yulan segera turun lalu melambaikan tangan. Keduanya berjalan bersisian, melirik ke kanan dan ke kiri penuh minat sementara empat orang prajurit keluarga Pangeran Keempat yang mengenakan pakaian biasa mengawasi keduanya dari kejauhan.

Suasana ramai membuat Mong dan Yulan semakin bersemangat. Aroma harum makanan nyaris membuat keduanya meneteskan air liur. Yulan menarik Mong ke sebuah gerobak penjual bakpao. Mata keduanya terbelalak saat rasa nikmat bakpao itu menyapa indra perasa.

"Ini enak sekali." Yulan menatap bakpao daging miliknya dengan takjub. "Kita harus membawa Nyonya Yuxi, An Guo dan Guang Wei. Bakpao ini benar-benar enak." Ia kembali memuji.

Mengangguk setuju, Mong ikut bicara. "Aku akan membawa Lei untuk membeli bakpao ini," tukasnya membuat Yulan melirik ke arahnya dengan kening ditekuk dalam. "Apa?" tanyanya.

"Kau memanggil nama Paman Bungsu."

"Ya," jawab Mong. Ia ikut menekuk kening. Mulutnya menggigit tipis bakpao miliknya lalu mengunyah pelan. "Kenapa kau terlihat heran?"

"Kau hanya memanggil namanya," ucap Yulan masih terdengar heran. Tiba-tiba mulutnya terbuka lebar. "Kenapa kau tidak memanggilnya dengan sebutan 'Sayang'?" Ia menutup mulut dengan satu telapak tangan.

Menelan makanan di dalam mulut cepat, Mong nyaris tersedakn. Ia membuang pandangannya ke arah lain sebelum bicara. "Jangan bercanda!" ucapnya, menyempitkan mata. "Aku tidak mungkin memanggilnya dengan sebutan itu. Kami bukan sepasang kekasih. Aku sudah akan menyerah, apa kau lupa?"

"Tapi kau belum menyerah, kan?" Yulan berbisik pelan. Ia mengamit lengan yang lebih tua, Yulan mengajak Mong berjalan pelan menuju penjual permen. "Paman juga menyukaimu. Dia hanya butuh sedikit dorongan."

Mong terlihat tidak setuju. Ia menggelengkan kepala pelan. "Kurasa tidak begitu," ucapnya sebelum mengembuskan napas berat. Suasana hiruk pikuk di antara mereka tidak berhasil menarik perhatian keduanya saat ini.

"Ah, kau terlalu lugu," balas Yulan terdengar seperti seseorang yang sudah sangat berpengalaman.

.

.

.

TBC

TAMAT - MONG (Princess Of The Desert)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang