Bab 38. Memupuk Asa

575 130 7
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak dan mempublikasikan cerita-cerita saya tanpa seizin penulis.

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Kedatangan Jian Gui ke Paviliun Selir Keempat menimbulkan kesibukan para dayang dan kasim yang bertugas di tempat itu. Ah Cy yang menyambut kedatangan Raja memberi salam, kepalanya menunduk dalam saat Jian Gui dan Bo Lin berjalan masuk ke dalam paviliun.

Diam-diam, para dayang yang berjajar rapi saling melirik. Mereka berpikir jika kedatangan Raja ada hubungan dengan sakitnya Selir Keempat.

Suasana di dalam paviliun seketika menjadi senyap. Ketegangan sangat terasa di dalam ruangan beraroma bunga mawar itu.

Jian Gui terus melangkah masuk. Satu tangannya menyibak tirai mutiara yang menyekat ruang tidur Selir Keempat dengan ruang duduk. Ia melepas napas panjang saat mendapati istrinya tengah duduk bersandar ke kepala ranjang. Di belakang punggung, Ah Cy berjalan mengekori lalu menutup pintu, rapat.

"Bagaimana keadaanmu?" Jian Gui duduk di sisi ranjang. Telapak tangannya menyentuh kening, pipi dan leher Selir Keempat yang kini mulai menangis, lirih.

Membersit pelan hidung dengan saputangan. Selir Keempat bertanya. "Yang Mulia, bagaimana jika hamba dan bayi ini tidak selamat?" tanyanya, parau. Ketakutannya sangat masuk akal. Bukan bersikap berlebihan, tapi ia memang sangat takut saat ini.

Menangkup telapak tangan Selir Keempat, Jian Gui memanggil Ah Cy. "Apa tabib masih memberikan obat untuk diminum Chui?" tanyanya. Ia masih menangkup telapak tangan Selir Keempat.

Ah Cy melangkah maju. "Lapor Yang Mulia, tabib masih memeriksa dan meramu obat untuk diminum oleh Selir Keempat setiap pagi," terangnya. Ia terdiam, terlihat meragu hingga pandangannya bersirobok dengan Selir Chui. "Yang Mulia, maafkan jika ucapan hamba terdengar tidak masuk akal. Namun, kondisi Selir Keempat selalu memburuk saat malam tiba," terangnya.

Keheningan kembali menggantung untuk beberapa saat. Ah Cy mengangkat sedikit wajah. Ia dan Selir Chui saling melempar pandang. Keduanya menunggu reaksi Jian Gui dengan perasaan was-was.

"Setelah ini tugasmu memastikan orang luar hanya tahu jika kondisi Chui tidak kunjung membaik." Jian Gui mengatakannya tanpa ekspresi walau matanya berkilat setajam gunting. "Selain kalian berdua dan tabib yang akan kutunjuk nanti, tidak ada yang boleh tahu mengenai perkembangan kesehatan Chui. Yang harus mereka tahu hanya kesehatan Selir Keempat tidak kunjung membaik."

"Bahkan Permaisuri?" tanya Chui, menelan susah payah.

"Bahkan Permaisuri," balas Jian Gui, membenarkan. "Omong-omong, bagaimana kondisimu tadi malam?"

Selir Keempat menekuk kening dalam. Ia memasang pose berpikir sebelum menjawab dengan ekspresi tidak mengerti. "Kondisi hamba tadi malam tidak sebeuruk malam-malam sebelumnya." Ia menerangkan dengan heran. "Hamba bahkan bisa tidur dengan tenang dan nyenyak."

Jian Gui menganggukkan kepala. "Selain Ah Cy, pastikan tidak ada yang tahu mengenai perkembangan kesehatanmu!" Ia kembali menegaskan. "Masalah obat yang diramu oleh tabib, jangan meminumnya sebelum aku menunjuk tabib pengganti. Apa kalian mengerti?"

Ah Cy dan Selir Chu menganggukkan kepala.

"Hingga bayi kerajaan lahir, sebaiknya kau tidak keluar dari paviliun. Jika ada yang datang menjenguk, kau harus berpura-pura tidur dan Ah Cy ...." Pandangan Jian Gui kini tertuju lurus ke sang dayang. "Pastikan kau melakukan apa yang kuperintahkan!"

TAMAT - MONG (Princess Of The Desert)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang