5.

4.6K 173 5
                                    

Baru saja Revan masuk ke dalam rumah, ia sudah dikejutkan dengan pria yang berdiri dengan tangan melipat di dada yang tak lain adalah Ganta.

Apakah Ganta memang sengaja menunggu Revan pulang?

"Assalamualaikum," ucap Revan dengan sopan setelah menutup pintu. Tak ada jawaban dari mulut Ganta. Revan berjalan lebih dekat menuju papanya yang setia membisu.

"Ada apa, Pah?" tanyanya dengan segan.

"Kamu memang anak sialan. Tidak tahu diuntung. Aku membersarkanmu bukan untuk menjadi pengemis di cafe. Apa kamu sengaja ingin mempermalukan aku?" Ganta melangkah penuh perhitungan hingga jarak dirinya dan Revan tersisa tipis. Kemudian Ganta mengangkat ponselnya memperlihatkan video berdurasi setengah menit dimana Revan tengah bernyanyi di Cafe tempatnya bekerja.

"Revan bekerja bukan mengemis," ucap Revan lantang.

Plak!

Sudut bibir Revan berdarah namun itu sudah hal biasa. Ini memang makanannya sehari-hari.

"Kau tidak tahu bagaimana dikantorku aku dibicarakan karena mereka mengira aku memperkejarkanmu, bodoh! Lagi-lagi citraku rusak hanya karena tingkah bodohmu! Kenapa tidak sekalian kau menjadi berandalan agar aku semakin dipermalukan hah?!" Ganta bersiap melayangkan satu tamparan lagi namun ada tangan yang lebih dulu menahannya.

"Cukup, pa."

Alis hitam Ganta menukik tak percaya akan sosok yang menahannya. "Ravin, lepaskan tangan papa. Anak ini harus diberi pelajaran."

Alih-alih mendengarkan, Ravin malah melangkah maju untuk melindungi tubuh adiknya. "Hari ini lepaskan dia," ucap Ravin dengan sorot memohon.

"Untuk apa kamu membelanya?"

Ravin terdiam sesaat. Seolah memikirkan jawaban yang cukup memuaskan. "Telinga aku sakit mendengar papa terus menamparnya."

Dibelakang punggung Ravin, Revan membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan yang baru saja lontarkan kembarannya itu. Percik-percik kebahagiaan memenuhi rongga hati Revan hingga bibirnya berkedut menahan senyum.

Ravin.... Ravin sudah membelanya.

Sementara itu Ganta masih membisu karena tak percaya Ravin yang selalu ada dipihaknya kini malah membela Revan.

"Baiklah. Hari ini papa turuti kemauanmu." Karena kasih sayangnya yang terlampau besar pada Ravin, Ganta sampai tak tega menentang putranya itu. Maka Ganta berlalu pergi meninggalkan si kembar menuju kamarnya.

"Thanks," ucap Revan pada kembarannya.

"Cih. Lo pikir gue bener-bener mau nolongin lo?" tanya Ravin menunjukkan senyum smirk andalannya. "Gue cuma mau nunjukin siapa yang bisa buat papa."

Lo lihat sendiri kan? Gimana dengan mudahnya papa nurutin permintaan gue? Karena papa itu sayang banget sama gue dan gak mau bikin gue terluka sedikitpun. Dan lo," Ravin menyentuh kening Revan dengan telujuknya. "Lo sama sekali gak berharga di mata papa. Lo itu cuma benalu dirumah ini. Kehadiran lo gak pernah penting disini. Lo cuma hama yang pergi dibasmi. Lo adalah pembunuh di mata papa. Begitu pun dimata gue. Dan--"

"Stop!" Revan mengepal kedua tangannya. Ternyata ucapan Ravin dua kali lebih menyakitkan daripada ucapan papanya.

"Apa? Lo mau marah?" Ravin menaikan satu alisnya menantang. Tak ayal dirinya juga memendam beribu luka dan amarah ketika mengingat ibunya yang pergi karena ulah saudaranya itu. "Gue tanya, bisa gak lo balikin Mama ke gue hah?"

Revan hanya membisu. Pertanyaan itu terlalu menyakitkan bahkan disaat dirinya berusaja untuk terlihat baik-baik saja.

"Bisa gak lo hidupin mama lagi hah?!" Bentak Ravin lagi dengan dada naik turun. Matanya berkaca-kaca. Kebenciannya pada Revan semakin memuncak kala ingatan itu berputar jelas dikepalanya.

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang