33. Ending

8.2K 159 33
                                        

Yang terbiasa membaca ditemani lagu, bisa putar soundtrak di atas.
......
.
.

Bunga memandang dirinya didalam cermin. Ia tidak menyangka hari ini akan benar-benar terjadi dalam hidupnya. Ia sedang memakai gaun pernikahan yang Naufal rancang khusus untuknya. Ah sebenarnya pernikahannya akan terjadi besok tapi ia sudah tidak sabar memakai gaun pernikahan itu.

"Khem."

Bunga menoleh ke arah pintu. Mata bulatnya mencuat lantaran kaget. "Kamu disini?"

Lelaki berkemeja putih itu masuk ke dalam ruangan. "Kita punya rencana hari ini. Lupa?"

Bunga mengerjap bingung. Ia tidak ingat sama sekali. "Rencana apa?"

"Dasar pelupa. Ayo ikut." Bunga terkejut saat tangan lelaki itu menarik lengannya agar keluar dari ruangan. Bahkan dirinya masih menggunakan gaun pernikahan.

"Revan, kamu tampan hari ini." Bunga tak bisa berhenti memandangi wajah Revan sepanjang perjalanan.

Revano sendiri sama sekali tidak menghubris yang Bunga katakan. Lelaki itu terus melangkah dengan tatapan lurus ke depan. Bunga tersenyum melihat jemari tangan mereka yang saling bertautan. Mungkin ini adalah kali pertama kulit mereka bersetuhan secara langsung.

Langkah Revan akhirnya terhenti didepan sebuah danau kecil. Sejurus kemudian Revan menarik tubuh Bunga untuk duduk bersamanya di atas hamparan rumput hijau tepat di bibir danau.

"Ohh... melihat matahari terbenam?" tanya Bunga akhirnya. Meski sebenarnya ia tetap tidak bisa mengingat rencana itu.

Revan mengangguk kecil disertai senyuman.

"Aku mimpi buruk kemarin malam," ucap Bunga membuat Revan beralih menatapnya. "Aku mimpi kamu ditembak pistol dan mati. Mimpi itu terasa nyata dan mengerikan. Aku takut, Revan."

Revan mengernyit melihat linangan air di mata gadis yang ia cintai. "Jangan nangis."

Bunga mengerjap-ngerjap. Entah kenapa ia ingin menangis hanya dengan mengingat mimpi itu. "Tapi kenyataannya kamu masih ada disamping aku. Aku akan baik-baik aja," ujarnya mencoba tersenyum.

Revan mengangguk dan tangannya terangkat mengusap jejak air mata di pipi ranum Bunga. "Jangan takut."

Bunga hanya bisa membeku mendapat perlakuan tiba-tiba itu. Apalagi kini Revan menatapnya dengan lembut disertai senyuman manis. "Apa aku boleh bersandar dipundak kamu?" tanya Bunga spontan.

"Boleh."

Dengan perlahan Bunga mulai menyandarkan kepalanya di bahu lebar cowok itu. Ia tersenyum tipis saat merasakan hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Tangan Revano sedang mengusap-ngusap rambutnya dengan lembut. Bunga sangat bahagia hingga air matanya kembali berjatuhan.

"Rasanya kita udah berpisah lama. Kenapa aku kangen banget sama kamu ya?" Bunga menatap wajah Revan dari bawah. Lelaki itu hanya memandang lurus ke depan.

"Gue gak tau."

Bunga cemberut mendengar jawaban ketus itu. "Jangan tinggalin aku ya?"

Hening...

Hening sekali.

Bunga terus menatap wajah Revan yang tampak jauh lebih tampan dari biasanya. "Revano, jangan tinggalin aku seperti mimpi itu."

"Gue gak pernah kemana-mana."

Kedua sudut bibir Bunga tertarik ke atas. Ia merasa lega setelah mendengar kalimat itu. "Pegang kata-kata kamu."

Revan mengangguk. Ia pun meraih satu tangan Bunga dan meletakan tangan gadis itu didadanya. "Bunga Anatya selalu ada dihati gue dan," Revan beralih meletakan tangan Bunga di dada gadis itu. "Gue selalu ada di hati Bunga Anatya. Ingat itu."

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang