15.

2.6K 101 0
                                    

Bunga terlalu kaget hingga lupa mengkondisikan wajahnya saat ini. Yang pasti ekspresi gadis itu terlihat begitu konyol di mata Revan dan Dokter Tina.

"Ada apa Bunga? Kamu kenal Revan?" tanya Tina ditengah-tengah kebingungannya. Bunga langsung mengangguk lalu masuk dengan langkah cepat ke dalam ruangan sang dokter.

"Kak Revan satu sekolah sama aku. Kenapa dia disini?" Ia sudah berdiri di hadapan Revan, menatap cowok itu dengan kerutan dalam.

Revan berdecak. "Karena gue sial."

Tina tersenyum. "Ada perlu apa malam-malam menemui Dokter?" Ia bertanya lembut pada Bunga.

Dan Bunga pun mengerjap mata. Tersadar pada tujuan awalnya menemui sang dokter. "Aku mau cari boneka Barbie Syila. Apa ketinggalan di sini?"

"Ah itu, iya, dokter lupa menelponmu. Dokter simpan bonekanya di lemari. Sebentar ya. Kalian tunggu disini." Bunga mengacungkan jempolnya dan Tina pun beranjak pergi keluar ruangan.

Kini hanya ada Bunga dan si cowok menyebalkan. Bunga berdehem, mencoba bergerak perlahan untuk duduk di sofa namun,

"Menjauh dari gue."

Langkah Bunga terhenti sejenak. Bibir gadis itu sedikit maju. Alhasil Bunga mendaratkan bokongnya di pojok sofa. "kak Revan sering ke sini?" tanyanya penasaran.

"Kenapa sih lo selalu muncul dimana-mana." Pertanyaan Revano terdengar begitu ketus. Jadi anggap itu bukan kalimat tanya.

Bunga mengangkat bahunya singkat. "Mana aku tau. Aku juga kaget karena selalu ketemu kakak di tempat-tempat gak terduga. Misalnya, psikolog."

Revan berdecak dan memutar bola mata. Niatnya ingin menenangkan diri tapi malah bertemu gadis pengacau.

"Kening kakak kenapa?"

"...."

"Sejak kapan kakak kenal dokter Tina?"

"Berisik. Gue pengen tidur." Revan bergumam malas.

Bunga dibuat termangu. Matanya tak ingin berkedip saat memandang wajah tampan Revan yang sedang terpejam. Tentu bukan pertama kali Bunga melihat pemandangan ini. Tapi hatinya selalu dibuat luluh lantah.

Oke. Itu terlalu lebay.

Namun pada akhirnya Bunga memilih menutup mulut. Membiarkan Revano mendapat ketenangan sesuai yang cowok itu inginkan. Bunga sendiri telah lama hanyut memandangi wajahnya.... Wajah yang terlihat lelah dan tak pernah memancarkan binar bahagia.

Tina kembali dengan boneka berbie di tangannya. Tersenyum seraya berjalan ke arah Bunga, duduk disampingnya. "Gimana keadaan Syila?"

"Syila baik, dok. Cuma tadi sebelum tidur dia terus nanyain bonekanya sampai nangis-nangis. Terus aku baru keingat kalau Syila baru ngunjungin dokter sama Mama," jelas Bunga seraya tersenyum manis.

"Maafin dokter ya, dokter benar-benar lupa kasih tahu kamu. Tapi Syila gak berontak kan?" tanya Tina khawatir. Bunga menggeleng.

"Gak kok. Dia udah tenang lagi dan tadi udah tidur setelah Mama bujuk dengan premen kesukaannya," ucap Bunga. Syila adalah adiknya yang memiliki kelainan dan psikisnya tidak tumbuh normal seperti anak lainnya. Itu terjadi karena trauma yang diterima Syila sejak kecil.

Bunga melirik Revan yang tak melakukan pergerakan sama sekali. Apa cowok itu sudah tidur?

"Oh syukurlah." Tina ikut menatap Revan. Tersenyum tipis. "Kalian satu kelas?"

"Nggak. Kak Revan senior aku," jawab Bunga. "Apa dia tidur?" tanyanya amat pelan.

"Entah." Tina menggeleng. Kemudian ide jahil terlintas di otaknya. "Jadi, kamu pacarnya Revan?"

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang