Bunga tidak begitu menyadari apa yang barusaja terjadi padanya akhir-akhir ini. Tapi malam ini, dirinya hanya duduk didalam sebuah kamar yang luas. Bunga hanya duduk dengan bibir mengatup rapat dan tatapan lurus ke depan. Sesekali ia mengerjap pelan dengan irama nafas yang teratur.
Tatapan gadis itu pun jatuh pada pakaian berwarna putih dan tipis yang ia pakai malam ini. Lalu sedetik kemudian, bibirnya menyungging tipis. Bunga baru sadar bahwa ini adalah malam pertamanya dengan Ravin.
Semuanya terjadi begitu saja. Ravin melakukannya dengan mulus tanpa hambatan. Memenjarakan Bunga selama empat belas hari lalu menjadikannya seorang istri dalam dalam satu hari yang singkat.
Ceklek.
Bunga menoleh ke arah pintu toilet yang baru saja terbuka. Ravin muncul dari sana dengan rambutnya yang sedikit basah dan juga lelaki itu hanya menggunakan handuk sebatas pinggang.
Ravin tersenyum dan Bunga membalas senyuman cowok itu tak kalah manis.
Ravin tercekat melihat respon itu. "Lo senyum?"
Kali ini, Bunga menampilkan senyum yang lebih indah. Deretan giginya terlihat jelas dimata Ravin.
Ravin semakin takjub dan heran. Cowok itu pun segera berjalan ke arah lemari dan memakai pakaian tidurnya. Setelah itu, Ravin menghampiri Bunga dan duduk disamping gadis itu.
"Kenapa lo senyum?" Ravin bertanya untuk memastikan. Pasalnya, selama dikurung olehnya Bunga tak pernah sekalipun menatapnya dengan senyuman manis seperti itu.
"Aku baru menyadari sesuatu," ucap Bunga dengan tatapan lembutnya.
Ravin hanya diam. Menunggu gadis itu melanjutkan ucapannya.
"Aku baru menyadari kalau kamu cukup tampan," lanjut Bunga. Ravin pun menatapnya dengan raut heran.
"Hanya itu?"
Bunga menggeleng. "Kamu punya segalanya. Kamu bisa membayar gangster untuk nyulik aku dan membunuh. Kamu bisa menutup mulut polisi dan media. Kamu bisa melakukan segalanya. Aku mengagumi kamu sekarang." Bunga mengigit bibir bawahnya dengan raut tersipu.
Ravin terdiam sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Gue selalu benci disanjung tentang uang. Kecuali sama lo."
"Kamu hebat, Ravin. Aku merasa tertarik sama kamu. Aku gak menyesali pernikahan ini karena aku bisa hidup bahagia sama kamu dengan harta yang melimpah," ujar Bunga dibumbui pekikan senang. Mata bulatnya sampai menyipit karena tak berhenti tersenyum.
Melihat itu Ravin langsung mengusap pipi ranum Bunga dengan gemas. "Lo cantik, Bunga. Lo berhak dapetin semua yang lo mau."
"Oh ya?"
Ravin mengangguk. "Lo mau sesuatu?"
Bunga terdiam untuk berpikir sejenak. Ia malu jika harus bicara terus terang. "Hmm sebenarnya ada. Tapi kayaknya kamu gak bakal bisa kabulin permintaan aku."
Ravin berdecak merasa diragukan. Ia pun menarik Bunga untuk duduk di tengah-tengah kasur yang akan mereka tiduri bersama. "Gue bisa ngabulin semua yang lo mau. Apapun itu."
Bunga menipiskan bibirnya dan menghela nafas panjang. "Aku mau....awh!"
Bunga membelalak kaget saat Ravin malah mendorong tubuhnya hingga terlentang. Ravin mulai mengungkung tubuh Bunga dengan wajah yang menyeringai. "Mau apa, sweety?"
Bunga menarik sesuatu dari balik rambutnya kemudian,
JLEB!!
"Arghh!" Mata Ravin membulat sempurna.
