9.

2.9K 132 0
                                    

Menginjak kelas 12, Ravin dan Revan sudah tak lagi saling menjaga jarak. Keduanya menjadi dekat semenjak kejadian enam bulan lalu itu. Di sekolah si kembar sering terlihat bersama membuat beberapa orang berpikir itu adalah pemandangan yang luarbiasa dan patut disyukuri.

Apalagi kini tidak ada lagi Ravin dengan sebutan si penguasa sekolah. Sekarang ia tak lagi menjadi sosok yang angkuh dan berkuasa seperti dulu.

Semuanya, berubah dengan cepat sejak Ravin menyadari arti kasih sayang saudaranya untuknya.

Disisi itu, Revan sangat-sangat bersyukur ketika perlahan hidupnya mulai berjalan baik disaat ia pikir tak ada harapan untuk bahagia. Tapi ternyata, ucapan dokter Tina benar.

Semua akan membaik seiring waktu.

Tuhan telah mengabulkan doanya, satu per satu.

Waktu telah memberi jawaban atas kesabarannya. Ketika perlahan saudara kembarnya yang sebelumnya begitu membenci dan memusuhi Revan kini sudah memaafkannya dan kembali padanya sebagai seorang saudara.

Meski begitu Ganta tetap belum bisa memberi Revan kebahagiaan layaknya seorang ayah. Tapi dengan adanya Ravin, Revan semakin optimis bahwa suatu hari nanti Ganta akan menyayanginya.

Revan percaya, ini hanya soal waktu.

Dan kabarnya, seantero Binakarya mulai termakan pesona si pemilik wajah datar yang menyaingi papan triplek itu. Itu terjadi setelah mereka melihat kejadian langka dimana Revan bermain basket bersama Ravin.

Rambutnya yang basah, keringat menetes-netes, alisnya yang mengerut, tatapan tajam serta caranya berlari menggiring bola.... Argh! Sudahlah. Mereka benar-benar lelah melihat ketampanan Revano.

Dan saat ini di meja kantin sudah berkumpul empat orang berbeda watak tengah mengisi perut.

Si kembar duduk bersebelahan, lalu Naufal dan Angga duduk dihadapan mereka.

"Kalian tau gak sih, kalian tuh nyaris gak bisa dibedain kalau model rambut kalian sama. Apalagi sekarang, rambut Ravin warnanya hitam," ucap Angga dengan raut konyolnya ketika memandangi wajah sikembar bergantian.

"Bener tuh, Ga." Naufal sependapat.

"Wah bagus dong. Biar kalian bingung," ucap Ravin sebelum menjejali mulutnya dengan mie kocok.

"Kalau gue sih gak bakal bingung. Secara kan kita udah temanan lama sama Revan." Naufal tersenyum tengil pada Revan yang kini menatapnya dengan alis bertaut.

"Ngapain lo senyum-senyum kayak gitu."

"Tuh kan, temen kita itu sensian." Naufal menyengir membuat Ravin terkekeh lantas menggeles kepala.

"Adik gue lagi pms kali. Makanya sewot gitu," kelakar Ravin.

"Kalian tuh gak bisa berhenti buat gak berisik sehari aja? Gue pusing." Revan menyesal telah membuat Ravin mengenal manusia aneh dihadapannya. Alhasil mulut Ravin jadi ikut-ikutan menyebalkan seperti mereka.

"Bisa, sih. Kalau dilakban kayaknya mulut Naufal sama Ravin gak bakal berisik," celetuk Angga sebelum terbahak.

"Angga!"

Tawa Angga terhenti oleh suara pekikan itu. Ia lantas mendongak pada si pemilik suara.

"Apa sih Bunga? Gausah teriak-teriak juga kali." Angga menatap sebal pada gadis bertubuh ramping itu.

Bunga hanya terkekeh malu ketika menyadari kehadiran tiga teman Angga. Matanya sontak terkunci pada satu cowok yang tampak sibuk menyeruput kuah mie. Bibir Bunga mengerucut.

"Malah bengong lo. Ada apa?" tegur Angga membuat Bunga tersadar.

"Itu, barusan tante Vira telpon gue nyuruh lo langsung pulang ke rumah jangan main. Lo disuruh jagain Mia. Lagian lo punya hp kok gak digunain sih."

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang