21.

2.3K 98 0
                                    

Terakhir kali yang Revan ingat bagian dalam perutnya terasa sakit luar biasa. Dan sekarang, sakit itu hilang. Perut bagian kanannya terasa nyaman kembali seperti biasa.

Saking nyamannya, Revan lupa untuk membuka mata karena ia masih merasa ngantuk. Namun akhirnya ia harus menarik kelopak matanya karena mendengar suara bisik-bisikan manusia.

Revan mengerjap heran saat menyadari ada tiga manusia yang tengah menatapnya dengan ekspresi yang nyaris sama. Mereka bertiga menyorotnya dengan tatapan murka.

"Kenapa kalian?" tanya Revan akhirnya.

"Make nanya!" Bunga yang pertama kali membuka suara. Mata bulatnya tampak memancarkan kekecewaan. "Kenapa harus kayak gini kak?"

"Apanya?" Revan masih belum paham juga.

"Kak Revan donorin satu ginjal kakak untuk pria yang selama ini nyakitin kakak. Kenapa kakak lakuin ini?" Alis indah Bunga saling menukik kesal. Gadis itu benar-benar kaget saat megetahuinya.

"Keterlaluan banget lo, Rev. Bisa-bisa lo lakuin hal sejauh ini tanpa sepengetahuan kita. Sebenarnya lo nganggap kita berdua apa, Rev? Rumput liar?" giliran Naufal mencerca. Hatinya jelas terluka mengetahui fakta bahwa Revan hanya hidup dengan satu ginjal. Dokter yang memeriksa cowok itu tiba-tiba saja berkata bahwa Revan baru saja melakukan transplantasi ginjal dan bekas jahitan cowok itu masih basah yang tentu saja menimbulkan rasa sakit luar biasa jika terhantam sesuatu.

Mereka harus berterimakasih pada Bunga yang telah berinisiatif menggeser meja. Karena kalau tidak sampai kapanpun mereka tidak akan pernah tahu kalau cowok itu telah menghilangkan satu ginjalnya.

"Bener, Fal. Kayaknya Revan gak pernah nganggep kita teman. Dia cuma nganggep kita dua orang tolol yang bisanya nyontek pas ulangan," sahut Angga geram. "Karena itu gue nyuruh Bunga buat gangguin hidup lo supaya dia bisa tahu tentang apa yang lo sembunyikan dari kita selama ini."

Revan tertegun kaget. Tatapannya beralih pada Bunga. Dan gadis berbaju hitam itu mengangguk kecil. "Maafin aku, kak. Aku emang bertugas jadi Intel selama ini. Dan mereka berdua udah tahu semua tentang kakak. Termasuk kakak yang sering ngunjungin dokter Tina."

Revan mendesis kesal. "Lalu dari mana lo tau tentang gue dan Papa?"

Bunga tersenyum getir. "Ingat waktu kak Revan masuk rumah sakit bareng kak Ravin karena preman-preman itu? Pas kak Revan ada diruang rawat kak Ravin aku gak sengaja liat kakak didorong sama Om Ganta lewat kaca jendela. Dan aku dengar semua yang di katakan om Ganta sama kakak," jelasnya.

Mendengar hal itu, Revan menghela nafas berat. Bunga benar-benar diluar dugaannya. "Jadi ini misi yang lo sebut waktu di ruang UKS?" tanyanya dengan raut sinis.

Bunga menggaruk kepalanya yang tak gatal. Lalu menyengir kaku. "Iya."

"Selamat, Rev. Lo berhasil buat gue hampir kena serang jantungan pas dengar ucapan dokter," ucap Angga seraya menjabat tangan Revan yang terpasang inpus.

Revan mengerling matanya malas.

"Iya. Gue juga. Nyaris aja pingsan di tempat terus kejang-kejang," timpal Naufal mendramatisir suasana.

"Apalagi aku. Saking kagetnya sampe kejedot pintu berkali-kali," tambah Bunga nyata adanya. Setelah mendengar hal itu Bunga langsung hilang fokus hingga dirinya terus menubruk pintu-pintu yang akan ia masuki.

"Trio lebay," gumam Revan geli.

"Ini real bos. Lo itu terlalu mengejutkan. Selama ini lo kelihatan baik-baik aja padahal jelas gak ada kata baik-baik aja di hidup lo." Naufal mulai menampilkan wajah sedihnya. "Gue malu banget sebagai temen gak pernah tau masalah lo dan gue gak pernah ada waktu lo lagi lemah. Maafin gue, Rev. Gak seharusnya lo nyimpan semuanya sendirian. Kita gak bakalan jauhin lo seperti yang lo pikirkan."

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang