18.

2.3K 96 0
                                    

Revan mengendarai mobilnya tanpa arah tujuan. Ia telah kehilangan banyak hal dalam satu hari. Setelah ini, entah apa yang akan ia lakukan. Ia hanya lelah dan ingin mengistirahatkan hatinya agar berhenti merasakan sakit.

Revan tak pernah menyesal telah mengutarakan semua yang ada dalam hatinya pada Ganta. Walau pun setelah mendengar semuanya Ganta tetap membencinya.

Hanya saja, Revan begitu ingin mendapat simpati Papanya. Ia ingin kembali dicintai seperti sebelum kepergian Diandra. Revan ingin merasakan manisnya kasih sayang seorang ayah.

Hanya itu yang setiap hari Revan impikan. Meski hanya satu detik, rasanya ia sangat ingin berada dalam pelukan hangat Ganta. Dan berharap pria itu mengucapkan kalimat seperti 'Mama sudah tenang disana. Ini bukan salahmu.'

Seperti yang sering dokter Tina katakan padanya.

Selama ini ia selalu hidup dalam harapan. Dan ia bisa hidup sejauh ini karena harapan itu.

Dan untuk malam ini, ia tak tahu harus berlari pada siapa. Ia tidak cukup berani untuk meminta bantuan pada dua temannya karena selama ini mereka tak pernah tau masalahnya. Dan dokter Tina, ia tak mau terus merepotkan wanita itu. Lalu Bu Laras.... Ah pasti wanita itu akan terkejut jika tahu dirinya diusir.

Ya Tuhan, Revan ingin menyerah.

Jika dirinya pulang tanpa dijemput, Tuhan akan marah. Tapi Revan sudah tak begitu kuat lagi.

Ia sangat kesepian.

Ia telah dibuang.

Dan tak lagi diharapkan.

Setetes air mata akhirnya mengalir tanpa ia sadari. "Arghhh!!!" Revan memukul stir mobil dengan kuat. "Hidup gue..... Hancur!!"

Cowok itu mencoba mengatur nafasnya yang memburu. Ia tidak boleh seperti ini.... Ia menggeleng keras saat kepalanya terus merancang cara untuk mengakhiri nyawanya sendiri.

"Nggak. Gue harus hidup. Gue tetap harus hidup walaupun sendirian," gumamnya. Ia terus mengingat Tuhan dalam hatinya agar dirinya bisa lebih tenang.

Ia menepikan mobilnya di salah satu ruko sepi yang mungkin telah lama terbengkalai. Untuk malam ini, mungkin ia akan tidur di dalam mobil. Dan selanjutnya mungkin ia akan mencari rumah kontrak.

....

Bunga terkejut saat tahu siapa cowok yang tengah duduk di ruang tamu rumahnya. Cowok berwajah manly yang mengenakan kemeja berwarna abu itu tersenyum begitu melihatnya tiba.

"Gimana keadaan lo?"

Bunga berkedip. "A-aku gakpapa, kak," ucapnya terbata. Ia kemudian duduk di sofa bersebrangan dengan cowok itu. Mamanya pikir bahwa yang datang menjenguknya adalah cowok yang kemarin menolongnya. Tentu Mamanya tak tahu bahwa Revan memiliki kembaran.

"Syukurlah. Gue pikir lo ngalamin cedera serius. Makanya gue datang ke sini buat mastiin," ungkap Ravin.

"Kak Ravin kok tahu rumah aku?"

Ravin terkekeh. "Gue nanyain ke temen lo. Emm siapa namanya?" Ia berpikir sejenak. "Oh Sita. Apa gue ganggu?'

"Nggak, kak."

Ravin manggut-manggut. Ia mengedar pandangannya ke seluruh sudut ruangan. "Gue mau bicara hal penting sama lo."

Bunga mengangkat alisnya.

"Tapi sambil gue mau liat-liat halaman belakang rumah lo. Bisa gak? Gue tertarik dan keliatannya disana suasananya adem."

Bunga tak begitu paham kenapa Ravin meminta berbicara di halaman belakang. Padahal mereka bisa saja bicara di sini. Tapi sudahlah. Ia tak perlu ambil pusing. "Bisa. Ayo, kak."

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang