16.

2.5K 104 0
                                    


..

"Om, saya Bunga." Bunga menyalami tangan Ganta dengan sopan.

Ganta tersenyum hangat. Pertama kali melihat gadis seimut Bunga. "Nama yang cantik seperti orangnya."

Bunga tersenyum mendengar pujian itu. "Terimakasih, Om."

"Apa kamu pacarnya Ravin?"

"Bukan, Om," sahut Bunga cepat. Ia benar-benar kaget dilempari pertanyaan seperti itu oleh ayah Ravin.

"Sebentar lagi jadi pacar kok, Pah," timpal Ravin membuat Ganta terkekeh.

"Kamu mau dengan Ravin?" Ganta kembali menatap Bunga, membuat Bunga terkesiap. Gadis itu bingung harus menjawab apa.

"Pasti mau lah. Siapa sih yang gak mau sama Ravin," ucap Ravin dengan percaya dirinya. Sontak membuat Ganta mendengus.

Beberapa menit Bunga mulai ikut hanyut dalam topik-topik ringan yang Ravin bawa dan sesekali mengundang tawa. Bunga mulai nyaman dan tak sadar sudah banyak bicara.

Dirasa sudah terlalu lama di sana, Bunga pamit pergi dari hadapan Ganta. Ketika berjalan menyusuri lorong menuju lift, Bunga teringat akan seseorang yang tak terlihat muncul kehadirannya. "Kenapa kak Revan gak ada disini?" tanyanya heran.

Ravin tersenyum masam. "Untuk apa? Dia kan yang buat Papa ada disini."

Langkah Bunga terhenti. "Maksud kakak?" Ia belum cukup paham maksud cowok itu.

Ravin membuang nafas kasar. "Revan yang buat Papa jatuh dari tangga sampai Papa gak sadarkan diri. Untung aja Papa cuma cedera ringan. Kalau nggak, gue bersumpah akan habisin Revan. Sekalipun dia sodara gue," ujarnya dibumbui sedikit emosi.

"Kak Revan yang celakain Papa kalian?" Saking kagetnya, Bunga kembali memastikan.

"Iya. Lo gak percaya?"

Bunga menggeleng kaku. Ia mulai bingung.

"Revan emang lagi marah sama Papa. Tapi gue gak nyangka dia bisa lakuin hal sejahat ini ke Papa. Sampai kapan pun gue gak akan pernah maafin dia."

..

Bunga tidak bisa tidur malam ini. Hatinya jadi resah. Ia bingung, harus percaya atau tidak. Terlebih, Ravin tampak begitu meyakinkan. Disisi lain, hati Bunga menolak untuk langsung percaya.

"Gak mungkin." Bunga terus menggeleng. Ia harus segera mencari tahu kebenarannya atau tidak, pikirannya akan terus dihantui oleh rasa penasaran dan hatinya akan terus kebingungan.

....

Sekolah.

Akhirnya waktu istirahat yang Bunga tunggu-tunggu tiba. Tanpa menghiraukan ajakan Sita ke kantin, gadis itu langsung berlari keluar kelas menuju kelas 12 IPS 1 yang terletak jauh dilantai tiga. Disepanjang undukan tangga para anak lelaki banyak menggodanya, namun Bunga menghiraukannya dan terus berjalan. Begitu dirinya tiba dilantai tiga kebetulan sekali ia melihat Naufal baru saja berjalan keluar dari kelas.

"Kak Naufal!"

Cowok itu mengangkat tangannya dan tersenyum. Bunga berlari kecil mendekat. "Dimana kak Revan?"

"Dia gak masuk hari ini."

Bunga mengernyit. "Kenapa?"

Naufal menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Dia bilang sih sakit. Tapi...."

"Hm yaudah deh. Aku bakal cari tahu sendiri." Bunga tersenyum sejenak lalu pamit pergi dari hadapan cowok itu.

Naufal mengangguk, menatap punggung Bunga yang menjauh. "Semoga Bunga bisa narik Revan dari kesedihannya," gumamnya berharap.

Lesion (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang